Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siapa Butuh Negara Demokrasi ? (Who Needs Democratic State)

Karut marut negeri sungguh menyesakkan dada kita. Sungguh sulit diterima nalar, bagaimana seorang bocah kecil yang berusia 8 tahun – kalau kemudian memang terbukti benar—tega membunuh teman sepermainannya sendiri, yang usianya baru 6 tahun. 
Sampai sekarang polisi belum bisa memastikan apa motif sebenarnya dari tersangka pelaku, namun diduga karena korban memiliki utang seribu rupiah kepada pelaku. Bagaimana mungkin anak sekecil itu sudah menjadi pembunuh ?

Maraknya pencabulan, pemerkosaan, sampai pembunuhan sangat mengkhawatirkan kita.  Pelakunya pun tak jarang masih berusia sangat muda. Seperti yang terjadi di Gowa Sulawesi Selatan, lima orang siswa SD memperkosa temannya sendiri , akibat kecanduan nonton film porno.  Maraknya pula pencabulan yang dilakukan justru oleh ayah sendiri yang seharusnya menjadi pelindung, atau oleh guru sendiri yang seharusnya menjadi teladan.

Kita juga bersedih melihat lima orang siswa SMA 2 Tolitoli mempermainkan sholat yang seperti yang kita saksikan dalam laman Youtube. Apakah begitu buramnya kondisi pendidikan kita, sehingga mereka tega mempermainkan ibadah suci umat Islam?

Kita juga sulit untuk mencari apa prestasi dari negara ini yang bisa kita banggakan. Hampir semua perkara, negara tidak becus mengurusnya. Mengurus Ujian Negara (UN), yang sudah puluhan tahun dilakukan, tidak becus.  Banjir dan kemacetan , seolah menjadi masalah yang tidak bisa diselesaikan, terus terjadi dan berulang. Harga-harga pun sering kali sulit dikontrol seperti bawang dan daging.

Masalah korupsi pun membuat kita miris. Meskipun sudah banya pelaku koruptor  yang ditangkap, dihukum dan dipenjarakan, namun masih saja koruptor-koruptor baru bermunculan.  Saat media masih marak membicarakan korupsi proyek pembangunan pusat sarana olahraga nasional Hambalang, Bogor, KPK menangkap ketua DPRD Bogor, Iyus Juher sebagai tersangka kasus pembangunan makam yang juga ada di Bogor.

Sulitnya memberantas Korupsi ini sampai-sampai presiden SBY mengungkapkan rasa frustasi, kejengkelan , dan kegeramannya. Di depan peserta dialog Forum Pasar Global di Singapura (23/4), Presiden SBY menyatakan betapa sulitnya memberantas korupsi di Indonesia.

Tidak hanya itu, pemerintah pun kembali dengan teganya menyusahkan rakyatnya sendiri. Pemerintah bersikukuh untuk menaikkan harga BBM. Apapun ceritanya, pengalaman menunjukkan kenaikan BBM pasti akan menambah beban hidup masyarakat.

Menurut Pengamat ekonomi Komite Ekonomi Nasional (KEN) Nina Septi Triaswati, Dengan menaikkan harga BBM menjadi 6500 perliter jika diterapkan mulai awal Mei, pemerintah  maka hanya akan menghemat Rp16 triliun hingga akhir tahun. Sementara sebenarnya masih banyak cara lain untuk mendapatkan Rp 16 trilyun itu, tanpa menaikkan BBM yang sudah diduga kuat akan memberikan dampak yang menyulitkan masyarakat.

Untuk mendapatkan 16 trilyun, kenapa tidak dihemat dari Belanja birokrasi di APBN 2013 yang besarnya mencapai 400,3 triliun. Kenapa pula pemerintah selalu menjadikan rakyat sebagai tumbal kebijakannya ?  Padahal disisi lain kita akan punya pendapatan yang sangat besar – mencapai lebih dari 1000 trilyun –  kalau kekayaan alam berupa tambang-tambang yang dikuasai asing itu diambil alih, dikembalikan sebagai pemilikan rakyat, yang dikelola oleh negara dengan baik, dan hasilnya untuk kepentingan rakyat . Lagi-lagi kenapa selalu rakyat yang dijadikan tumbal ?

Satu tambang emas Freeport saja sebenarnya lebih dari cukup untuk menutupi 16 trilyun itu. Menurut  Marwan Batubara , potensi kerugian negara dari kontrak karya pertambangan dengan PT Freeport diperkirakan mencapai 10 ribu triliun rupiah. Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies itu  mengatakan, potensi kerugian itu berasal dari hasil penjualan kandungan emas, tembaga dan perak di area Tembagapura, Timika Papua.

Tercatat, dari tahun 2005 – September 2010, total penjualan PTFI sebesar US$ 28.816 juta atau Rp 259,34 triliun; laba kotornya US$ 16.607 juta atau Rp 150,033 triliun. Bandingkan dengan royalti yang dibayarkan kepada Indonesia hanya sebesar US$ 732 juta atau Rp 6,588 triliun. (Baca kotrak freeport di http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/11/04/data-dan-fakta-kontrak-freeport).
Kita kembali tegaskan inilah potret negara demokrasi yang kita anut. Semua karut marut yang kita hadapi sekarang pangkalnya adalah sistem demokrasi. Demokrasi , bukan hanya sistem kufur, namun juga telah melahirkan berbagai banyak persoalan. Demokrasi, telah melahirkan sistem politik transaksional, yang menumbuhsuburkan korupsi dan kolusi.

Liberalisme (kebebasan) yang menjadi nilai penting dari sistem demokrasi telah benar-benar merusak. Kebebasan bertingkah laku, memarakkan kemaksiatan dan kejahatan seksual. Kebebasan pemilikan telah melahirkan sistem ekonomi kapitalisme yang rakus. Ekonomi yang memiskin rakyat dan memberikan jalan pada negara-negara imperialis untuk merampok kekayaan alam kita.  Perlu kembali kita garis bawahi, semua ini merupakan penyakit bawaan dari sistem demokrasi. Bukan penyimpangan dari sistem demokrasi.

Karena itu yang kita yang harus lakukan bukan meluruskan atau memperbaiki sistem demokrasi. Karena sistem ini telah sakit sejak lahir dan mengandung dan memproduksi virus berbahaya dari tubuhnya sendiri. Yang harus kita lakukan adalah mencampakkan demokrasi ke tong sampah peradaban.

Tidak berhenti disana, kita menggantikannya dengan sistem yang dijamin kebenarannya karena berasal dari Allah SWT, yaitu sistem Islam.  Sistem Islam akan akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dengan sistem khilafah sebagai institusi negaranya.

Karena itu siapa yang butuh dengan negara demokrasi yang karut marut ini ? Siapapun berpikir sehat , apalagi di dasarkan kepada aqidah Islam, akan menyimpulkan, kita tidak butuh sistem demokrasi yang kufur dan merusak ini ! Yang kita butuhkan adalah sistem Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam. Dengan itu kita akan mendapatkan keridhoan Allah SWT, kebaikan di dunia maupun di akhirat. (Farid Wadjdi)

Posting Komentar untuk "Siapa Butuh Negara Demokrasi ? (Who Needs Democratic State)"

close