Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

GURU BESAR AL AZHAR : Saya Menangis Dipertemukan dengan Hizbut Tahrir


Allah telah memberikan nikmat kepada saya dengan dua kelahiran. Yang pertama adalah hari di saat saya dilahirkan dari rahim ibu, dan yang kedua adalah hari di saat Allah memuliakan saya dengan bisa berjuang bersama Hizbut Tahrir untuk mengembalikan Khilafah Rasyidah alaa Minhaajin Nubuwwah.

Dengan menggunakan penutup kepala, gamis serta syal putih bertuliskan dua kalirnat syahadat dan berjubah hitam, Syekh Hasan Al Janayniy naik ke podium. Di hadapan lebih dari 100 ribu peserta Muktamar Khilafah 2013, lelaki tinggi besar tersebut menyeru penguasa zalim yang tidak mau menerapkan sistem khilafah.

"Wahai penguasa! Kalian tidak mempunyai hujah di depan Allah karena kalian tidak menyambut seruan penegakan khilafah!" pekiknya dalam bahasa Arab, Ahad (2/6) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Dalam kesempatan itu pula, ia menceritakan pengalamannya dalam pencarian kebenaran yang cukup panjang. Sejak belajar di Universitas Al Azhar hingga mengajar di kampus yang sama. "Serta berkunjung ke berbagai ulama di berbagai penjuru dunia untuk mencari jalan keselamatan," ungkapnya.

Hingga suatu saat, ia menyaksikan program talkshow televisi Tsuma Takunu Khilafah ala Minhajin Nubuwwah di Mesir, di negerinya sendiri. Setelah menyimak penjelasan tentang wajibnya menegakkan khilafah yang disampaikan para ulama HizbutTahrir dalam acara itu, ia pun berkesimpulan. "Inilah jalan yang akan membawa kebaikan, kepada kebahagiaanku, kemudian aku berjuang bersama HizbutTahrir," ungkapnya lalu disambut takbir peserta.

Dilahirkan Kembali

Hasan tinggal di kota kecil yang indah dekat Bandara Kairo. Saat ini mengajar mata kuliah akidah dan mata kuliah dakwah di Universitas Al Azhar 'Asy Syarif Kairo. Gelar magister dan sedang menyelesaikan doktornya di kampus yang sama.

"Saya mengenal Hizbut Tahrir baru empat bulan yang lalu,"ungkapnya kepada Media Umat usai berpidato dalam muktamar tersebut.

Ia mengenal Hizbut Tahrir berawal dari program Televisi Al Khalijiah yang menghadirkan Juru Bicara Hizbut Tahrir Mesir Sherif Zaied."Selama diskusi berlangsung saya sangat terpengaruh dengan penjelasan-¬penjelasan Akhi Sherif, penjelasannya tentang khilafah sangat tegas, lugas dan ikhlas," akunya.

Sejak saat itu, Hasan mulai melakukan kajian dan membaca buku-buku Hizbut Tahrir. Ia mengaku memiliki perpustakaan yang cukup besar namun tidak ada satu pun buku terbitan Hizbut Tahrir.

Kajian-kajiannya terhadap buku-buku Hizbut Tahrir menjadikan Hasan sadar akan kekeliruan pada pemahamannya tentang penerapan syariah Islam dalam level negara. "Paham saya selama ini keliru, fatwa-fatwa saya juga demikian termasuk fatwa bahwa Islam harus diterapkan secara bertahap," akunya.

Selama studi di Al Azhar, ia mengaku belum pernah menemukan pemikiran sebagaimana yang dijelaskan Hizbut Tahrir. Memang betul bahwa ada Syekh Al Azhar yang menyatakan bahwa khilafah adalah wajib, namun Al Azhar sendiri tidak mengadopsi hal itu.

Seandainya Al Azhar secara kelembagaan mengadopsi bahwa menegakkan khilafah itu wajib niscaya sebulan pesta revolusi Mesir, khilafah telah berdiri."Karena kita tahu, Al Azhar beserta ulama di dalamnya sangat dihormati dan mendapat tempat terhormat di sisi kaurn Muslimin, jika Al Azhar menyerukan itu niscaya umat akan segera menaati dan mengikutinya," prediksinya.

Menurut Hasan, Syekh Al Azhar sendiri sekarang lebih condong kepada sufi, sehingga amalan zikir menjadi yang paling penting di dalam Islam.

Makanya, saat bertemu Hizbut Tahrir, Hasan merasa terlahir kernbali. Ia sampaikan kebahagiannya itu kepada Amir Hizbut Tahrir Al 'Alim Syekh Atha Ibnu al Khalil. "Saya katakan padanya bahwa setiap manusia terlahir sekali, sedangkan saya terlahir dua kali, pertama saat saya dilahirkan ibu, dan kedua saat saya bertemu Hizbut Tahrir. "

Berikut terjemah kutipan suratnya,

"Saya telah hidup bertahun-tahun, Saya telah banyak bepergian, dan saya telah bertemu dengan ulama di banyak negeri, saya mencari jalan yang lurus dan jalan yang benar yang bisa menghantarkon kepada kebahagianku di dunia dan akhirat.

Narnun saya tidak menemukan yang bisa menyegarkan kehausan saya dan bisa menerangi jalan hidup saya. Kemudian dengan kehendak Allah saya mendengar dan menyaksikan sebuah acara TV yang berjudul "Tsumma Takuunul Khilaafah" yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir (Mesir).

Pada saat itu saya meyakini bahwa tidak ada keberuntungan, tidak ada kesuksesan dan tidak ada kebahagian kecuali dengan mengikuiti jalan ini (jalan dakwah Hizbut-Tahrir) yang telah digariskan untuk kita oleh Rasulullah SAW, Maka saya pun bersegera bergabung dengan mereka (para aktifis Hizbut Tahrir), saya bertemu dengan mereka.

Pada saat itu saya meyakini bahwa Allah telah memberikan nikmat kepada saya dengan dua kelahiran. Yang pertama adalah hari di saat saya dilahirkan dari rahim ibu, dan yang kedua adalah hari di saat Allah memuliakan saya dengan bisa berjuang bersama Hizbut-Tahrir untuk mengembalikan Khilafah Rasyidah alaa Minhaajin Nubuwwah"

Hasan menulis surat itu sedemikin rupa lantaran dirinya telah lama mencari jamaah yang menyeru kepada Islam sebagaimana jamaah di masa Rasulullah SAW. Jamaah yang berada di tengah-tengah umat dan bergerak bersama mereka.

Ia menemukan Jamaah Ikhwan al Muslimin, dan bergabung bersamanya lebih kurang 12 tahun, dan sempat menjadi pembicara mewakili Ikhwan al Muslimin. Bahkan pernah bersama Jamaah Tabligh dan Salafy. Hingga Hasan menyelesaikan magisternya masih bersama jamaah Salafy.

"Namun pencarian saya kini telah berakhir saat bertemu dengan Hizbut Tahrir, meski saya pernah bersama jamaah yang lain namun bagi saya Hizbut Tahrir adalah yang pertama dan terakhir," ungkapnya.

Ketika dirinya menerima jawaban surat dari Amir Hizbut Tahrir Al Alim Atha, Hasan menangis lebih dari dua jam hingga kedua matanya bengkak. Saat bertemu dengan Sharif Zaied. Sharif kaget dan bertanya: "Mengapa mata Anda?"

Dengan tersenyum bahagia, Hasan menjawab:" Tidak ada apa-apa, saya menangis saking bahagianya dipertemukan dengan Hizbut Tahrir"

Siap Dakwahi Mursy

Sebagi 'bayi' yang baru lahir ia mengejar ketertinggalan tsafaqah siyasah dari aktivis yang sudah 'dewasa'. "Saya terus mendalami pemikiran-pernikiran Hizbut Tahrir, khutbah dan pidato-pidato saya berubah. Saya sangat bersyukur Allah telah mengubah diri, saya kepada hal yang akan memberikan kebaikan di dunia dan akhirat insya Allah”, ungkapnya.

Ia pun menegaskan tidak akan ada kebaikan, kemenangan kecuali berpegang teguh dengan perkara yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ‘aloikum bissunati wa sunnati khulafaurrosyidin.., tidak akan bangkit umat kecuali dengan Khilafah Islamiyah 'ala minhaj nubuwah.

Saat warga Jakarta, Jawa Barat, Banten serta perwakilan dari berbagai daerah dan 15 negara berkumpul di stadion Gelora Bung Karno yang dalam satu hari itu berubah menjadi Gelora Bumikan Khilafah, Hasan menangis dan semakin yakin bahwa saatnya khilafah berdiri telah dekat.

Pidatonya bukan hanya ingin disampaikan kepada para hadirin, tapi juga ingin ia sampaikan kepada Al 'Alamah Syekh Taqiyuddin an Nabhani yang telah berada di alam barzakh, seandainya Allah memanjangkan umurnya hingga hari ini, hingga ia dapat menyaksikan kaum Muslimin yang menyerukan khilafah. "Beliau pasti akan senang dan meninggal dunia dengan bahagia. Semua ini adalah buah dari apa yang beliau perjuangkan,” ungkapnya.

Setelah pulang dari muktamar ini, Hasan bertekad akan menemui Presiden Mesir Mohammad Mursy serta Ulama Al Azhar Syekh Ali Juma'ah untuk menyeru keduanya tentang kewajiban menegakkan khilafah. [krsk/vm.com]

Posting Komentar untuk "GURU BESAR AL AZHAR : Saya Menangis Dipertemukan dengan Hizbut Tahrir"

close