Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rekomendasi Komite HAM PBB: Menjadikan Indonesia Lebih Liberal

Sidang Komite HAM PBB(United Nations Human Rights Committee) terhadap situasi hak sipil dan politik yang diterapkan di Indonesia dilaksanakan di Jenewa, Swisspadatanggal 10-11 Juli 2013.Sidang tersebut merupakan proses reguler yang dilakukan Komite itu terhadap negara-negara yang meratifikasi konvensi tentang HAM.Indonesia -menjadi salah satu di antara 167 negara-  telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik(International Covenant on Civil and Political Rights/ ICCPR)  pada tahun 2006.Kesimpulan dan rekomendasi laporan hak asasi Indonesia  diterbitkanpada tanggal 25 Juli 2013. Sebelumnya, Komite yang terdiri dari 18 pakar independen melakukan dialog membahas langkah Pemerintah dalam peningkatan dan perlindungan hak asasi manusia.

Komite HAM PBB memberikan 29 butir rekomendasi yang meminta pemerintah Indonesia untuk memperbaiki pelaksanaan hak sipil dan politik dalam beragam isu spesifik.Komite menyimpulkan bahwa pengetahuan aparat penegak hukum Indonesia tentang konvensi belum memadai sehingga pelaksanaan hukum atas pelaksanaan konvensi tidak berjalan efektif.Rekomendasi itu antara lainpenyelesaian kasus penghilangan paksa tahun 1997/1998 danpembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Komitejuga menyesalkan Indonesia dalam penundaan de facto moratorium hukuman mati dan meminta pemerintah mempertimbangkan kembali jenis kejahatan narkoba yang masuk dalam kejahatan berat dengan hukuman mati.Pemerintah juga direkomendasikan agar mempercepat proses revisi KUHP dengan definisi yang jelas dan meliputi segala jenis dari penyiksaan sesuai Konvensi menentang Penyiksaan. Komite juga mendesak pemerintah untuk menghapuskan UU No 1/1965 mengenai penistaan agama dalam jangka waktu satu tahun.

Dampak Bagi Perempuan

Di antara 29 rekomendasi, 8 rekomendasi terkait langsung dengan persoalan perempuan.  Karena itu Komnas Perempuan mengapresiasi Komite HAM PBB yang menempatkan penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan sebagai salah satu fokus penting dalam pemenuhan hak-hak sipil dan politik. Beberapa rekomendasi yang terkait perempuan adalah:
  1. Komite mengharuskan pemerintah memastikan semua propinsi dan daerah otonom  konsisten dengan ketetapan Kovenan (ICCPR). Komite menilai interpretasi hukum syariah di Aceh membatasi hak asasi manusia dan mendiskriminasi perempuan.
  2. Pemerintah harus meningkatkan partisipasi  perempuan dalam politik dan sektor publik, karena itu Komite memberikan catatan penting untuk menyegerakan finalisasi RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG).
  3. Pemerintah harus mencabut  Permenkes no.1636 tahun 2010 tentang medikalisasi sunat perempuan yang mereka sebut Female Genital Mutilation/FGM.  Pemerintah diharuskan  mencegah dan membasmi  praktek-praktek tradisional, termasuk FGM melalui program pendidikan agar mengubah pemahaman masyarakat.  Mereka menyesalkan Permenkes tersebut karena mengikuti fatwa MUI, yang mengizinkan sunat perempuan terhadap bayi berusia 6 bulan.
  4. Pemerintah diharuskan mengadopsi program untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan, termasuk KDRT, menghilangkan stereotip tentang peran perempuan dan memastikan  pelaporan  korban kekerasan untuk kepentingan penegakan hukum.  Pemerintah juga diharuskan mengadakan  trainingregular untuk para hakim dalam memastikan bahwa hukuman bagi pelaku perkosaan sepadan dengan kejahatannya.
  5. Pemerintah harus mencabut  Qanun Jinayah di Aceh yang mengizinkan hukuman badan dalam hukum pidana. Pemerintah harus berupaya amat keras hingga peraturan itu dicabut. Komite amat menyesalkan pemberlakuan hukuman cambuk,  qanun khalwat,qanun maisir, daneksekusi pelanggaran kriminal oleh polisi Syari’ah (Wilayatul Hisbah) yang dianggap mengabaikan kesetaraan perempuan.
  6. Pemerintah harus bersungguh-sungguh dalam menangani korban perdagangan manusia, memastikan data korban secara terperinci dan lokasi kejahatan. Komite mengharuskan pemerintah mengadakan program  trainingbagi petugas terkaitkewaspadaan,pemahaman terhadap hak-hak korban, proses investigasi dan hukuman bagi pelaku kejahatan serta menjamin proteksi, ganti rugi dan kompensasi bagi korban.
  7. Pemerintah harus membuat legislasi yang efektif untuk melarang poligami dan melakukan kampanye tentang efek negatifnya terhadap perempuan dan pertambahan populasi.  Pemerintah juga harus mengkaji aturan untuk melarang pernikahan dini.  Komite prihatin dengan kebiasaan poligami dan usiaminimun bagi perempuan untuk menikah (16 tahun) dan laki-laki (19 tahun).  Pemerintah harus membuat mekanisme perlawanan dan membentuk komunitas yang mampu membuat strategi tentang konsekuensi nikah muda.  Karena itu Komite meminta pemerintah menyediakan dan melaporkan data poligami dan nikah dini dalam laporan periodik mendatang.
  8. Komite menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 pada 17 Februari 2012, yang mengklarifikasi UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dalam memberikan hak waris bagi anak di luar pernikahan.  Namun Komite belum melihat kesungguhan pemerintah untuk merevisi UU Perkawinan agar selaras dengan keputusan MK dan Kovenan.
Tidak aneh sebenarnya jika demikian isi rekomendasi tersebut.Semangat universalitas HAM yang dijaga oleh Komite HAM PBB adalah imperialisme nilai-nilai Barat yang bertentangan dengan Islam.  Pasal-pasal yang terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia(DUHAM) amat kontradiktif dengan norma Islam.  Perspektif itulah yang menganggap Islam tidak mampu memberikan rasa aman bagi perempuan karena tidak menghargai hak-hak sipil mereka dalamberpakaian  –terutama di Aceh-,melarang khalwat, membiarkan kelaminnya disunat, memposisikan istri di bawah suaminya, termasuk kerelaan dipoligami dan punya banyak anak.

Mereka menganggap Islam membolehkan marital rape ketika suami menginginkan pelayanan istrinya di ranjang –walaupun tak disukai istri-,  danmembiarkan perkawinan di bawah umur ketika Konvensi Hak Anak memasukkan 16 tahun sebagai usia kanak-kanak. Islam dinilai  amat kejam dengan hukuman fisik, keras terhadap pelaku perzinahan, termasuk terhadap status hukum anak yang dilahirkan di luar nikah sah. Hak politik perempuan juga dianggap terbatasi ketika mereka dilarang menjadi penguasa.Apalagi realitas menunjukkan amat sedikit perempuan yang mau menjadi anggota legislatif karena kesulitannya membagi peran publik dan privatnya sebagai istri dan ibu.

Kepentingan Asing Menguat, Kepentingan Liberal Menguat

Barat sungguh memiliki kepentingan untuk mencitraburukkan Islam di kalangan penganutnya, agarkepercayaan mereka luntur terhadap keluhuran syariat Islam.Dua hal penting yang mendasari rekomendasi tersebut adalah kepentingan ideologis dan ekonomi.Secara ideologis, hanya Islam yang bertentangan secara diametral dengan Kapitalisme.  Indonesia, dengan 202 juta penduduk muslim memiliki potensi untuk tumbuh menjadi kekuatan Islam ideologis.  Setidaknya hasil surveiPew Research Center yang dilansir pada 30 April 2013 menyebutkan, 72 persen penduduk Indonesia menginginkan penerapan hukum syariah.Jelas kondisi ini mencemaskan Barat.

Sedangkan, Barat sebagai pemilik asli ideologi kapitalis, memiliki banyak kepentingan terhadap Indonesia.Bila umat Islam Indonesia semakin militan, akanbertambahkesulitan mereka untuk menanamkan ideologinya. Karena itu mereka selalu memanfaatkan berbagai forum untuk menekankan betapa vitalnya menjadi negara demokrasi yang liberal bagi keberagaman Indonesia.Sayangnya, walaupun Pemerintahan SBY dengan kesungguhan hati mengikuti segenap permainan internasional, namun mereka tidak berani serta merta mengakomodir semua keinginan Barat yang berkaitan dengan umat Islam.  “Catatan PBB ini memberikan afirmasi bahwa sepak terjang Presiden SBY untuk membangun citra dunia internasional tak cukup memadai dan tetap dipengaruhi pada situasi politik HAM nasional,” kata Haris Azhar, Koordinator Kontras.Bisa jadi popularitas penguasa menjadi taruhan jika mereka menikam Islam secara frontal. Disamping itu kepentingan pragmatis untuk mendulang suara dari pemilih muslim menjadi taruhan pemerintahan SBY, mengingat Pemilu 2014 makin dekat.

Di sinilah diperlukan peran lembaga-lembaga pro hak asasi, seperti Komisi Nasional, LSM, media, kelompok studi, akademisi, pegiat-pegiat HAM dan gender untuk menjadi pengarus sekaligus penekan pelaksanaan HAM di Indonesia. Mereka bertugas memastikan terciptanya konsolidasi hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya terhadap komunitas tertentu, terutama kelompok minoritas termasuk perempuan, orang muda dan mereka yang memiliki kebutuhan khusus tanpa peduli latar belakang permasalahan yang dihadapi.

Mereka menjadi watch dog tidak saja terhadap kinerja pemerintah dari pusat hingga lokal, namun juga terhadap organisasi (Islam)  danfigur tertentu.  Wajar jika elemen HAM di Republik ini satu padu dalam menyuarakan penderitaan yang dialami perempuan dan anak-anak pengikut Ahmadiyyah, jemaat gereja Yasmin Bogor atau pengikut Tajul Muluk di Sampang, tanpa mampu lagi bersikap obyektif terhadap “penderitaan” umat Islam yang terancam keimanannya.  Bukankah mempertahankan keimanan seorang muslimtanpa direcoki oleh misionaris dan paham sempalanadalah bagian dari hak sipil warganegara juga?  Sayangnya, ide ini tak pernah disuarakan para pembela HAM.

Tak kalah penting adalah mengamankan kepentingan ekonomi Barat. Indonesia adalah salah satu surga untuk mengais dollar.  Pada saat Dana Moneter Internasional (IMF)  9 Juli 2013kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2013 menjadi 3,1 persen, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2013 antara 5,9- 6,1. Bahkan ketika Komunitas Ekonomi ASEAN diterapkan pada Desember 2015 nanti, Indonesia masih akan menjadi pasar utama produk barang dan jasa. Sifat ekonomi kapitalis yang serakah, ribawi dan hanya menguntungkan pihak kuat, jelas sulit berkembang di antara umat yang menghendaki ekonomi Islam yang mengharamkan sepak terjang seperti itu.  Lain halnya jika masyarakat menjadi liberal, tak peduli lagi bagaimana cara mereka memperoleh kekayaan dan membelanjakannya.

Perempuan Sebagai Bumper

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan TKI sektor formal harus siap memasuki era ASEAN Community.  Demikian pula pernyataan Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo mengatakan, sektor jasa menjadi pendukung utama kegiatan ekonomi APEC, baik di tingkat nasional dan global.Di sinilah tenaga kerja perempuan amat diperlukan.Bagaimana mereka bisa diberdayakan secara optimal jika masih banyak yang setia dengan statusnya sebagai istri dan pengasuh anaknya?  Bagaimana mereka akan bertempur di dunia bisnis yang keras dan mengalalkan segala cara, jika mereka masih taat syariah?

Karena itulah, perempuan perlu diintimidasi bahwa banyak ajaran Islam yang mendiskriminasi mereka.Batasan-batasan syariat dianggap mengungkung kebebasan mereka untuk menjadi pelaku utama di sektor bisnis dan politik.Apalagi Barat dengan semua agennya berusaha meyakinkan mereka bahwa potensi mereka sungguh luar biasa, dan sungguh kesia-siaan bila membiarkan mereka dalam pekerjaan tidak produktif di rumah tangga.Akhirnya mereka lebih memilih aturan Islam yang mereka sukai, dan menanggalkan ajaran yang dianggap memberatkan.

Di sisi lain, penyelenggaraan KTT APEC di Bali  1-8 Oktober 2013 mendatang menjadikan peningkatan daya saing global untuk sektor UMKM dan perempuan pengusaha menjadi salah satu fokus bahasan.Meneg PPPA Linda Gumelar menyatakan hampir 80% penggerak UKM adalah perempuan dan penunjangnya lebih dari 50 juta jiwa.Pemerintah memanfatkan potensi itu dengan sebaik-biknya, termasuk meningkatkan pemahaman literasi ekonomi untuk perempuan demimematangkan kinerja UKM di Indonesia khususnya di daerah-daerah.Inilah bukti bahwa dunia, termasuk Indonesia membutuhkan peran serta perempuan sebagai bumper, untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang lesu oleh krisis berkepanjangan.

Tingkatkan Kewaspadaan

Ajaran Islam yang luhur, tidak pernah mengizinkan perempuan untuk dieksploitasi pikiran dan tenaganya demi kepentingan kapitalistik.Kalaupun mereka bekerja, bukanlah sebagai peran utama (breadwinner) karena posisi hakiki mereka adalah sebagai penyelamat generasi.Karena itulah semua rekomendasi Komite HAM PBB hanya mengarahkan masyarakat, terutama perempuan untuk membebaskan dirinya dari aturan syariat yang dianggap membatasi kemauannya.

Saat ini pegiat HAM dan gender cukup aktif menyuarakan pelanggaran hak sipil dan politik masyarakat, meracuni benak masyarakat dengan ide-ide liberal.  Mereka bergerak sesuai arahan dan standar kovenan internasional, baik dengan cara frontal ataupun tersamar. Dengan dalih memberikan pendidikan keberagaman yang ramah bagi siapapun, mereka menyasar berbagai kalangan termasuk santri melalui agenda pluralisme.

Seperti yang dilakukan Search for Common Ground (SFCG) bekerjasama dengan The Wahid Institute dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).Pada 21 Juni 2013 diselenggarakan Festival Film Santri (FFS) dengan tema “memahami untuk menghargai” di Erasmus Huis-Kedutaan Belanda, Jakarta.Para peserta FFS dari 10 pesantren membuat 21 film dengan tema toleransi, menghargai perbedaan, hidup damai, anti kekerasan dan budaya lokal.Masih banyak lagi upaya liberalisasi dilakukan melalui kemasan yang halus, hingga kaum muslimin tak menyadari bahwa mereka merasa tidak terpaksa untuk mengubah pemahamannya.

Padahal, liberalisasi adalah racun! Atas nama hak asasi, sekitar 3,2 juta remaja perempuan di bawah usia 18 tahun melakukan aborsi yang tidak aman, demikian laporan United Nations Population Fund (UNFPA) 11 Juli 2013.Liberalisi pulalah yang membuat Komite HAM PBB prihatin dengan prevalensi pariwisata seks yang berkaitan erat dengan kasus perdagangan orang.Bukankah kasus-kasus tersebut dilatarbelakangi oleh kebebasan menggunakan kelaminnya untuk tujuan tak bertanggung jawab?  Perbuatan yang kerap terjadi dalam masyarakat liberal!

Kondisi inilah yang mengharuskan kita, segenap masyarakat terutama kaum muslim agar meningkatkan kewaspadaaan terhadap ide liberal beserta segala derivatnya, baik yang dikemas dengan halus ataupun terang-terangan.  Menjaga masyarakat agar tetap yakin dan bersemangat untuk memperjuangkan Islam. [Pratma Julia Sunjandari (Lajnah Siyasiyah DPP MHTI)].

Posting Komentar untuk "Rekomendasi Komite HAM PBB: Menjadikan Indonesia Lebih Liberal"

close