Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benarkah Hizbut Tahrir Tidak Memperhatikan Akhlak?

Diantara kesesatan Hizbut Tahrir/Kesesatan HT adalah tidak memperhatikan akhlak. Menurut Hizbut Tahrir, akhlak bukanlah perkara penting. Tidak heran jika pengajian-pengajian atau seminar-seminar yang diselenggarakan Hizbut Tahrir tidak membahas masalah akhlak. Hizbut Tahrir dimana-mana gembar-gembor masalah khilafah, padahal misi utama diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak. “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad)


Benarkah tuduhan-tuduhan kepada HT tersebut? Mari kita bahas dengan lebih dalam.

Orang yang “bertaqlid” kepada pencela HT, gagal memahami kalimat-kalimat dalam kitab-kitab HT, atau membacanya dengan hawa nafsu untuk segera memberi label sesat, menyatakan “HT mengajarkan untuk menyepelekan akhlak, tidak mendakwahkannya”. Lalu mengutip potongan-potongan teks dalam kitab HT tentang hubungan akhlak dengan metode membangkitkan umat, bahwa asas kebangkitan menurut HT bukan akhlak (melainkan akidah) untuk mengesankan bahwa HT membuang akhlak. Inilah penilaian berdasar pandangan dangkal dan sepotong-sepotong.

Padahal, kami bisa menyodorkan belasan kutipan teks dari kitab-kitab HT yang menunjukkan pandangan HT terhadap pentingnya akhlak pada pribadi Muslim khususnya pengemban dakwah.

Contoh:

An Nabhani menyatakan:

“Akhlak merupakan bagian dari syari’at Islam serta bagian dari perintah dan larangan Allah yang harus diwujudkan dalam diri seorang muslim agar sempurna pengamalan Islamnya serta mampu melaksanakan secara sempurna perintah dan larangan Allah”. (mafahim Hizbut tahrir bhs Ind hal 59 dan Peraturan Hidup Dalam Islam hal 119).

Beliau juga berkata:

“Perlu digarisbawahi bahwa pemahaman kita dalam masalah ini tetap menjadikan akhlak sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting tatkala memenuhi perintah-perintah Allah dan menerapkan Islam. Sekaligus menegaskan betapa pentingnya seorang muslim memiliki akhlak yang terpuji.” (Peraturan Hidup dlm Islam hal. 200)

Juga berkata: “Berdasarkan hal ini, seorang muslim harus mempunyai akhlak dengan segala sifat-sifatnya dan melakukannya dengan penuh ketaatan dan kepasrahan. Sebab, hal ini berhubungan dengan taqwa kepada Allah SWT.” (Peraturan Hidup hal 209)

Di halaman selanjutnya, beliau menyatakan: “akhlak merupakan salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu, tetapi itupun bukan satu-satunya. Malah tidak boleh dibiarkan sendiri, harus digabung dengan akidah, ibadah, dan mu’amalat. Atas dasar hal ini maka seseorang tidak tidak dianggap memiliki akhlak yang baik sementara akidahnya bukan akidah Islam. Sebab ia masih kafir, dan tidak ada dosa yang lebih besar dari pada kekafiran. Demikian pula seorang muslim tidak dianggap memiliki akhlak yang sementara ia tidak melaksanakan ibadah atau tidak menjalankan mu’amalat sesuai dengan hukum syara’. Dengan demikian sudah menjadi keharusan dalam meluruskan tingkah laku individu dengan membentuk dan memelihara akidah, ibadah, mu’amalat, dan akhlak secara bersamaan.” (Peraturan Hidup dlm Islam hal 210)

Dalam kitab yang harus dihalaqahkan sebelum masuk menjadi anggota HT, yakni min Muqawwimatin Nafssiyah, dinyatakan: “Akhlak adalah karakter. Akhlak wajib diatur sesuai pemahaman-pemahaman syara’. Karena itu akhlak yang dinyatakan baik oleh syara’, disebut akhlak yang baik; dan yang dinyatakan buruk oleh syara’, disebut akhlak yang buruk. Hal ini karena akhlak merupakan bagian dari syariat, juga bagian dari perintah dan larangan Allah. … Setiap muslim, khususnya pengemban dakwah, wajib berusaha sungguh-sungguh untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik, sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan akhlak. (Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah, hal. 272)”

Jadi, ketika akhlak, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai asas lahirnya kebangkitan umat, bukan berarti perkara-perkara itu diremehkan. Dan ketika semua itu tidak diremehkan berarti wajib diperhatikan. Oleh karena itu, bukan berarti bahwa semua itu telah dijadikan sebagai asas kebangkitan. Sebab, asas kebangkitan terdalam tetap hanya satu, yakni akidah saja, yang terbangun di atasnya seluruh hukum syara’ yang diamalkan oleh kaum muslimin dalam kehidupan individu dan masyarakat, seperti akhlak, ibadah, mu’amalah dan uqubat. (remake dari tulisan Ust. Titok P) [www.visimuslim.com]

Sumber : http://syariahpublications.com/2013/10/23/hizbut-tahrir-tidak-memperhatikan-akhlak/

Posting Komentar untuk "Benarkah Hizbut Tahrir Tidak Memperhatikan Akhlak? "

close