Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perpres Miras = Legalisasi Miras

Ilustrasi Miras (Sumber : Antara FOTO)
Oleh : Ruma Iswati, S.Si 
(Peminat Masalah Sosial)

Di sela-sela ramainya isu tentang pemberlakuan BPJS dan banyaknya korban minuman keras oplosan yang berjatuhan akhir-akhir ini, ternyata diam-diam Presiden SBY telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (Perpres) Minuman Keras. Perpres yang ditandatangani pada tanggal 6 Desember 2013 ini dikeluarkan menyusul Putusan Mahkamah Agung Nomor 42P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 yang menyatakan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sebagai tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Menurut laman resmi Sekretaris Kabinet, Kamis (1 Januari 2014), Perpres ini dikeluarkan dengan pertimbangan agar dapat memberikan perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dari dampak buruk terhadap penyalahgunaan minuman beralkohol, pemerintah menetapkan bahwa minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5% ke atas sebagai barang dalam pengawasan.

Perpres ini mendapat kritikan dari berbagai pihak. Dari gedung DPR RI, Ketua Komisi VIII, Ida Fauziah dengan tegas meminta SBY segera mencabut kembali Perpres Miras tersebut. Menurutnya, dengan peraturan ini, SBY berarti melegalkan peredaran miras. (Hidayatullah, 11/1/2014). Selama ini dilarang saja masih mengkonsumsi, apalagi dilegalkan? Ini akan mengakibatkan semakin banyak korban yang berjatuhan.

Selain itu, Perpres ini juga mendapat kritik dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI). Menurut Jubir MHTI, Iffah Ainur Rachmah, kemudharatan yang diakibatkan oleh minuman keras atau khamr sudah tidak perlu diragukan buktinya. Ini dilihat dari puluhan ribu nyawa melayang akibat konsumsi miras.(ROL, 7 Januari 2014).

Bahaya Miras

Bersebarangan dengan maksud dikeluarkannya Perpres ini, menurut analisis penulis, Perpres ini justru mengancam kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Bagaimana tidak, sudah sangat jelas di hadapan kita bahwa ketika seseorang menenggak miras, tidak saja fisiknya yang mengalami kerusakan. Tetapi juga fungsi akalnya akan hilang. Dan ketika fungsi akalnya hilang, maka orang akan berpolah tingkah bak hewan yang tak kenal aturan. Membunuh, memperkosa, ngebut di jalanan hingga tawuran akan dilakoni tanpa rasa salah dan sungkan. Belum lagi korban yang terus berjatuhan di berbagai daerah akibat mengkonsumsi minuman keras oplosan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mencari solusi atas peredaran miras di masyarakat, bukan malah melegalkannya atau hanya sekedar mengawasinya. 

Dalam hukum positif negeri ini, mengkonsumsi miras memang bukan termasuk tindak pidana. Tetapi, bahaya sosial berupa kejahatan dan kriminalitas yang ditimbulkan dari aksi ini sangatlah luar biasa. Kriminolog UI, Iqrak Sulhin, memaparkan hasil penelitiannya di LP Cipinang tahun 2011, bahwa 54 persen isi penjara adalah pelaku kejahatan yang didahului miras. Presentasi angka ini mirip dengan hasil penelitian di Amerika (Dakwatuna.com, 15 Januari 2014).

Belum lagi berbagai penyakit dan gangguan jiwa akibat mengkonsumsi miras. Data dunia menyebutkan bahwa, dalam setahun tidak kurang 320 ribu orang meninggal dunia akibat penyakit yang ditimbulkan karena mengkonsumsi miras. Di Indonesia sendiri, setiap tahunnya lebih dari 18 ribu orang tewas akibat mengkonsumsi Minuman Keras (Miras). Ini artinya, di negeri ini sudah sangat sedemikian parah bahaya sosial yang harus dibayar dengan adanya peredaran miras. Karenanya sudah sewajarnya jika pernyataan perang terhadap miras harus segera dikumandangkan.

Hasil Kompromi?

Menurut analisis penulis, pemberlakuan Perpres Miras ini tidak lebih merupakan upaya pemerintah untuk mengkompromikan dua kepentingan yang saling bertolak belakang. Yaitu, kepentingan para pengusaha miras yang ingin tetap memproduksi miras dengan kepentingan masyarakat untuk menghentikan peredaran miras. Langkah kompromi diambil, karena pemerintah sendiri masih membutuhkan pemasukan berupa bea cukai dan pajak dari bisnis haram ini. Tetapi sangat disayangkan, pilihan pemerintah tidak memperhatikan berbagai kerusakan yang akan timbul akibat peredaran miras di masyarakat. 

Selain itu, Perpres ini lahir juga merupakan akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam sistem ekonomi kapitalis, selama ada permintaan dan mendatangkan keuntungan, maka produksi akan dilakukan guna memenuhi permintaan yang datang. Tanpa memperhatikan lagi apakah barang yang diproduksi itu halal atau haram. 

Sementara di sisi lain, sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia tentu mayoritas masyarakatnya menghendaki agar miras tidak diproduksi. Karena itu, pemerintah mengeluarkan Perpres Miras untuk mengakomodir kedua kepentingan ini. Pengusaha miras dapat terus memproduksi secara legal, sehingga pemerintah mendapat pemasukan dari sektor pajak. Sedangkan masyarakat tetap ‘terlindungi’ dari miras karena peredarannya ‘diawasi’. Itulah yang diinginkan dari Perpres ini. 

Tetapi dengan pemaparan tentang bahaya miras di atas, maka siapapun yang menghendaki terciptanya kesehatan, ketertiban dan ketentraman di masyarakat tentu sangat berharap bahwa pemerintah mengeluarkan Perpres untuk menghentikan peredaran miras di masyarakat. Bukan hanya sekedar mengatur dan mengawasi peredarannya saja. Wallahu a’lam. [VM]

Posting Komentar untuk " Perpres Miras = Legalisasi Miras"

close