Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siap Hadapi Tantangan!

Golongan yang sedikit bisa mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Tegaknya khilafah, hanya soal waktu. Kembalinya khilafah kini bukan lagi sebatas harapan yang diliputi keraguan, namun telah menjadi keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Keniscayaan itu bagaikan kepastian datangnya sinar fajar yang terbit setelah malam yang gelap.
Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia M Ismail Yusanto menyebut beberapa indikasi. Di antaranya, kesadaran umat yang kian meningkat disertai keinginan tegaknya kembali khilafah untuk menyatukan kaum Muslim dari penindasan musuh-musuhnya; negara super power [baca: Amerika Serikat] jatuh dalam kesulitan; dan para penguasa di negeri Islam telah jatuh wibawanya di mata rakyatnya.
Menurutnya, kaum Muslim harus optimistis terhadap tegaknya khilafah ini. Ia memperingatkan kaum Muslim bahwa bersikap lemah dan putus asa itu diharamkan oleh Allah SWT. Ia mengutip firman Allah antara lain surat Yusuf [12]: 87; Ali Imran [3]: 139. Ia juga mengingatkan firman Allah dalam surat Al Baqarah [2]: 249 bahwa golongan yang sedikit bisa mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Tantangan Potensial
Ismail menyebutkan tantangan yang muncul pasca berdirinya khilafah nanti. Pertama, tantangan internal (dalam negeri), yaitu tantangan yang akan muncul dari dalam negara khilafah; kedua, tantangan eksternal (luar negeri), yaitu tantangan yang akan muncul dari luar negara khilafah.
Secara internal, tantangan itu ada lima, yakni (1) penerapan Islam secara revolusioner/sekaligus—bukan bertahap, (2) aktivitas penyiapan pemikiran dan mental umat guna menghadapi serangan-serangan dari luar negeri, baik serangan fisik, serangan pemikiran, maupun embargo; (3) keterbatasan berbagai potensi atau sumber daya (manusia, dana, cadangan pangan, obat-obatan, bahan bakar, dll); (4) persiapan persenjataan militer, dan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi dari persiapan ini; dan (5) penghapusan dan pengubahan berbagai realitas buruk peninggalan sistem lama dalam segala bentuknya dalam segala bidang, di bidang politik ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Di dalamnya antara lain bagaimana mengubah sistem pendidikan, menata media massa, transformasi sistem mata uang, perbaikan sistem birokrasi, penataan ulang kepemilikan umum, restrukturisasi angkatan bersenjata dan kepolisian, dan penyelesaian berbagai tanggung jawab yang terkait hak dan kewajiban sebelum khilafah tegak.
Sementara secara eksternal, tantangan yang potensial akan muncul ada tiga macam: (1) perang fisik; (2) perang pemikiran; dan (3) embargo.
Menjawab Tantangan
Negara khilafah berdiri untuk melaksanakan Islam secara revolusioner, bukan bertahap (tadaruj). Dalam kaitan ini, kata Ismail, negera wajib memahamkan rakyat tentang khilafah itu sendiri beserta kewajiban, asas, tujuan, dan lainnya. Intinya adalah sosialisasi konstitusi negara khilafah. Caranya bisa melalui media massa dan sarana lain yang memungkinkan.
Untuk mengatasi masalah keterbatasan berbagai potensi dan sumber daya, kata Ismail, secara garis besar ada dua solusi yaitu solusi dari negara dan dari umat. Negara bisa menyiapkan sumber daya baru dan/atau memanfaatkan segala sumber daya yang sudah dimiliknya seoptimal mungkin. Pada saat yang sama negara menyeru umat Islam (baik di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri) untuk mengorbankan harta di jalan Allah secara sukarela (tabarru’at).
Khusus tentang persiapan persenjataan militer, jelas Ismail, negara bisa menempuh jalan seperti mencari dana baru dan/atau mengoptimalkan dana yang sudah dimiliki untuk membeli persenjataan dalam berbagai jenisnya. Termasuk memanfaatkan dana zakat. Negara pun bisa menyeru rakyat untuk membantu secara sukarela.
Sedangkan untuk mengatasi masalah penghapusan berbagai kerusakan akibat sistem lama, maka upaya yang dilakukan adalah mengeluarkan berbagai undang-undang/peraturan baik syar’i maupun idari (administratif) di berbagai bidang, termasuk penyiapan sarana dan prasarana fisik, serta penyiapan sumberdaya manusia baru, yang memiliki kepribadian Islam (syakhshiyah Islam) dan kapabilitas profesional.
Sementara itu dalam menghadapi perang fisik, Ismail menjelaskan, negara mempersiapkan rakyat karena serangan musuh biasanya butuh waktu. Selain itu, negara khilafah melakukan manuver politik dan menjalankan manajemen krisis dengan baik. Tak ketinggalan, khilafah melakukan komunikasi/dialog secara tepat, baik komunikasi dengan bangsa-bangsa Muslim maupun dengan bangsa-bangsa kafir.
Terkait perang pemikiran, jelasnya, negara khilafah akan menjelaskan kebenaran ideologi Islam; dan membongkar kejahatan negara-negara Barat dan sekaligus penderitaan dunia akibat penerapan ideologi Barat (kapitalisme) yang rusak; menjelaskan akibat tidak adanya penerapan Islam dengan benar.
Khusus tentang kemungkinan embargo, lanjut Ismail, negara khilafah akan menghitung dengan cermat, berapa lama embargo akan dilakukan musuh untuk memperkirakan sejauh mana ketahanan masyarakat; menyusun program untuk mengatasi dampak buruk akibat embargo, dan mengeksplorasi dan mengolah segala potensi dan sumber daya dalam negeri seperti tambang, pertanian, industri, dll.
Adapun langkah-langkah luar negeri antara lain berusaha menembus embargo, baik secara terbuka maupun rahasia; dan berupaya menghentikan embargo dengan segala langkah yang memungkinkan. Dan tak kalah penting, adalah memanfaatkan isu embargo ini untuk membangkitkan solidaritas kaum Muslimin, membangkitkan perlawanan kaum Muslimin untuk menentang penguasa agen di negara tetangga khilafah, dan memanfaatkan isu ini untuk membuktikan betapa kejamnya langkah politik kaum kafir atas kaum Muslimin. []
***
Bila Raksasa itu Bangkit
Negeri Muslim menyimpan potensi kekuatan yang dahsyat. Tak salah jika Barat menyebut dunia Islam sebagai raksasa yang sedang tidur. Sayangnya, banyak orang tak mengetahuinya.
Sumaryono, peneliti Bakosurtanal, dalam sebuah kesempatan menguraikan potensi geostrategis dan geopolitis umat islam, beliau menjelaskan bahwa terdapat lima potensi yang dimiliki umat Islam ketika tegaknya negara khilafah. Potensi itu adalah populasi, militer, ekonomi, geostrategis, dan potensi ideologi.
Bila semua negeri Muslim bersatu di bawah bendera khilafah, maka khilafah memiliki 1,5 milyar lebih penduduk beragama Islam atau 23 persen dari total populasi dunia.
Dunia Islam memiliki 5,59 juta orang tentara aktif dan 22,42 juta orang militer gabungan dibandingkan dengan AS yang hanya memiliki 1,47 juta tentara aktif dan 3,38 juta tentara gabungan.
Adapun dari potensi ekonomi, wilayah negara khilafah mampu memproduksi beras, gandum, sereal, kacang hijau, kapas dll bahkan mengekspornya dan memenuhi 80 persen pasar dunia. Modal untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan telah ada dan lebih dari cukup. Khusus bahan obat ternyata dunia sangat bergantung 90 persen pada produksi opium dunia Islam.
Penyatuan dunia Islam di bawah khilafah akan menguasai 72,12 persen cadangan minyak, 61 persen cadangan gas, 22,06 persen cadangan uranium dan akan menguasai cadangan emas serta bijih besi terbesar di dunia.
Selain itu negara khilafah akan memiliki kontrol penuh atas rute-rute yang paling penting dari selat Gibraltar di Maroko melewati Mediterania, Bosporus melalui terusan Suez, Samudera Hindia, dan Selat Malaka.
Di samping itu khilafah akan memiliki generasi-generasi terbaik yang hidup di tengah-tengah manusia sementara AS dan Eropa hanya memiliki generasi yang rusak karena pergaulan bebas, kecanduan miras dan narkoba serta terbiasa berbuat kriminal. [Mujiyanto]

Posting Komentar untuk "Siap Hadapi Tantangan!"

close