Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pergaulan Remaja Tanpa Batas, Salah Siapa?

Akhir-akhir ini banyak diberitakan baik di media cetak dan juga elektronik berita sekelompok siswa/wi SMP di Tanjung Pinang menonton bareng “film po*no” yang dilanjutkan dengan pesta s*ks ketika tidak ada jam pelajaran. Terahir kabar beredarnya video me*um siswi salah satu SMP di Gunung Kidul.

Ilustrasi - Tolak Po*no Aksi dan Po*nografi
Ini bukan kasus pertama catatan buruk remaja kita. Hal ini menjadi bukti betapa rusaknya generasi kita saat ini. Pergaulan kaum muda ini semakin acak kadul tidak karuan semakin bebas, tidak ada control sama sekali, baik dari dalam individu tersebut, teman, orangtua, bahkan Negara.

Banyaknya kaum muda yang dijangkiti dengan penyakit hedonisme, lebih mengedepankan kenikmatan duniawi. bahkan sampe rela mengorbankan segalanya demi mendapatkan kenikmatan tersebut. rela membeli tas, sepatu, pakaian branded demi mementingkan gengsi dan demi mendapat gelar “waah”.

Pergaulan yang semakin hari semakin menyesakkan dada, dan peran orangtua yang dalam mendidik anak-anaknya sudah tidak terlihat lagi, peran orangtua yang seharusnya menjadikan seorang anak yang faham agama, berkepribadian islam sangat jauh panggang dari api. Dan tentu saja dibarengi dengan lingkungan yang dengannya kemaksiatan dan kejahatan semakin tumbuh subur bagai jamur di musim hujan.

Anak-anak sedari kecil ditinggal dirumah oleh orangtua yang pergi bekerja mencari penghasilan. Lebih-lebih adalah ibu, yang banyak menggantikan posisi ayah, berada di sektor publik bahkan sosialita, meninggalkan anak di rumah diasuh oleh seorang pembantu.

Hinggapun sang anak sangat kurang kasih sayang, tumbuh besar dengan asuhan dari pembantu, atau asuhan dari ibu-ibu tempat penitipan anak. Tak heran jika besarnya hanya menjadi generasi pemuda yang rusak terikut arus perkembangan zaman.

Ketika anak tumbuh remaja, bergaul bebas tanpa batas, jauh dari control orangtua. Mereka lebih bahagia hidup bersama teman-temannya baik di sekolah maupun di rumah, bebas melakukan apa yang mereka inginkan tanpa berfikir apa yang akan terjadi.

Di sekolahpun yang notabene adalah sekolah negeri nonkeislaman bukan pula dididik dengan nilai-nilai keislaman, namun jauh dari pada itu pelajaran agama hanya di dapatkan dua jam pelajaran perminggu, itupun jika guru tidak terlambat datang, atau bahkan ada yang tidak datang sama sama sekali.

Pelajaran agamapun semakin berkurang. jikapun ada pendidikan karakter, tidak memberikan efek yang signifikan terhadap perilaku generasi muda saat ini. Begitu juga dengan lingkungan, yang banyak mempasilitasi dilakukannya kemaksiatan, yang semakin menjerumuskan kepada lembah kenistaan. Sebagai contoh ketika anak pulang sekolah, bermain dengan teman, atau mengunjungi warnet untuk mencari kesenangan, ditambah lagi dengan banyaknya warnet dengan kebebasan akses video porno, sedangkan orangtua tidak memberikan kontrol kepada anaknya, atau bahkan orangtua masih sangat jauh dari anaknya, ini tidak lain akan menjadikan generasi ini sebagai generasi rusak yang semakin bobrok.

Sampai kepada tidak adanya aturan dan hukum yang tegas dari Negara dalam mengontrol masyarakatnya, yang melakukan kejahatan dan kemaksiatan, dikarenakan asas kebebasan.

Hukum yang diterapkanpun adalah hukum yang masih tebang pilih, jauh dari keadilan. banyak tindak kejahatan yang hanya mandek sampai ke pengadilan, tanpa ada eksekusi. dan bahkan pemerintah sendiri menyiadakan sarana untuk tindakan kemaksiatan seperti aborsi dan juga pelaku seks bebas.

Apa Masalahnya?

Pelaku kemaksiaan tidak jarang adalah umat muslim. Padahal dalam Islam sendiri sudah termuat aturan yang sangat luar biasa untuk umatnya. baik dalam hal mengatur dirinya sendiri dan juga mengatur sesamanya. manusia diajarkn untuk tawaddu’, sabar, ikhlas, dan selalu senantiasa bersyukur, menahan diri dari hawa nafsu.

Namun sayang dalam hal ini, tak banyak manusia yang mau untuk melakukannya, nafsu birahi dijadikan sebagai hal yang harus dituruti. Hingga tak kenal medan tak kenal waktu, bahkan sampai menghalalkan segala cara demi meraih apa yang diinginkan.

Selain itu tak ada pula kontrol dari masyarakat atau lingkungan, seperti tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar ketika seorang muslim atau muslimah melakukan sebuah kemaksiatan. missal saja ketika ada yang berdua-duaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, bukannya dicegah, tapi malah di fasilitasi. adanya warnet-warnet tempat mengakses film/ video porno sebagai bukti bahwa umat islam sangat jauh dari aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar.

Orangtua yang menajadi control pertama bagi anak-anaknya tidak ada sama sekali, ada bahkan tidak orangtua yang mempasilitasi anaknya dalam bermaksiat, merasa aneh ketika anaknya tidak pacaran, tidak ada teman dekat (pacar).

Dan yang paling parahnya lagi adalah tidak adanya control dari Negara, Negara memberikan kebabasan yang sangat luar biasa kepada rakyatnya dalam berbuat dan bertindak, meskipun memang ada beberapa yang diberikan sanksi, namun tak kunjung juga merubah keadaan.

Sebagai umat Islam yang sangat menyayangi agama ini, tentu kita akan terus merasa terusik dengan banyaknya pemuda muslim sebagai pelaku dosa besar, seperti berzina, dan membunuh anaknya sendiri (aborsi). Jika ini terus menerus dibiarkan apalah jadinya generasi kita ke depan?

Umat Islam memang harus segera disadarkan agar mengambil Islam tidak hanya sebagai sebuah agama ritual belaka, namun juga sebagai sistem kehidupan, yang dijadikan solusi untuk permasalahan yang ada.

Harus adanya aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga tidak ada lagi kekacauan yang menganggap benar menjadi salah, yang salah menjadi benar. Hingga kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dianggap biasa. Dengan adanya aktivitas kontrol dari masyarakat ini umat Islam akan senantiasa terjaga dalam ketakwaannya, karena jika melakukan sebuah kemaksiatan kecil, akan menjadi sorotan dalam lingkungannya.

Dan yang lebih penting lagi adalah harus adanya Negara yang menerapkan syari’at Islam secara kaffah. [Nur Albaniyah (Penulis adalah mahasiswa Sosiologi Agama UIN-Sunan Kalijaga Yogyakarta dan aktivis MHTI)]

Sumber : hidayatulllah/visimuslim.com

Posting Komentar untuk "Pergaulan Remaja Tanpa Batas, Salah Siapa?"

close