Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesia dalam Cengkraman Neolib dan Neoimperialisme

Kongres Ibu Nusantara Ke-2 (KIN 2) diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia di 50 Kota di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu 14,16,19, 20 dan 21 Desember 2014, dengan mengangkat tema : “Derita Ibu dan Anak Karena Matinya Fungsi Negara dalam Rezim Neolib”.

Suasana KIN ke-2 di Jakarta 
Acara Kongres Ibu Nusantara kedua ini diselenggarakan di 50 Kota di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Malang, Bengkulu, Batam, Bima, Banda Aceh, Medan, Banjarmasin, Balikpapan, Palangkaraya, Makasar, Kendari, Palembang, Padang, Pangkal Pinang, Yogyakarta, Bali, Manado, dan lain-lain serta diikuti oleh puluhan ribu ibu-ibu dari berbagai kalangan: kalangan Intektual, Buruh, Tenaga Kerja Wanita, Penggerak PKK/Posyandu/Dasawisma, Aktifis LSM, ormas, orpol, Birokrat dan kalangan Ummahaat lainnya.

Pada Kongres Ibu Nusantara kedua di Tennis Indoor Senayan Jakarta, Ahad, 21 Desember 2014 / 28 Shafar 1436 Hijriyah, yang juga bertepatan dengan 39 kota lainnya, dihadiri oleh sekitar 4000 an peserta yang telah datang dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Sukabumi dan Cianjur.

Dalam Kongres ini, pembicara pertama, Ir. Retno Sukmaningrum, MT, beliau adalah Anggota Dewan Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan materi “Indonesia dalam Cengkraman Neolib dan Neoimperialisme”. Dalam kesempatan tersebut, Retno menjelaskan bahwa kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat hanyalah salah satu persoalan dari sekian banyak persoalan lainnya. Pengurangan subsidi BBM yang belum lama diterapkan hanya satu di antara sekian banyak derita yang akan dihadapi masyarakat Indonesia, termasuk kaum ibu dan anak-anak dalam rezim pemerintahan neoliberalime. Pemerintahan yang telah tumpul rasa kasih sayangnya terhadap rakyat, terutama kalangan papa : perempuan, anak-anak, lansia dan kalangan pinggiran (marginal). Pemerintah yang tega memposisikan diri sebagai perpanjangan kepentingan asing untuk melancarkan penjajahan gaya baru, neoimperialisme.

Lebih lanjut Retno menjelaskan bahwa rakyat yang telah banyak berharap pada Jokowi-JK yang berjanji akan menjalankan pemerintahan pro rakyat jelas telah kecewa benar. Belum genap menjalankan 100 hari pemerintahan, publik telah merasakan kesengsaraan. Jokowi -JK ternyata telah memilih gaya pemerintahan neoliberal : politik tidak berdaulat, ekonomi tak mandiri, bahkan bangsa yang tak miliki kepribadian. Jokowi-JK tidak akan pernah berbeda dengan para pendahulunya, penguasa yang tak pernah sungguh-sungguh berpihak dan melayani kebutuhan rakyatnya.

Rezim Neolib di Indonesia

Neoliberalisme tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ideologi Kapitalisme. Karakter liberal telah menjadi ciri inheren ajaran yang mendewakan kebebasan ini. Akibatnya kebebasan untuk memiliki dan menomorsatukan kepentingan individu menjadikan kegiatan ekonomi berjalan seperti hukum rimba. Kebebasan kepemilikan merupakan prinsip dasar sistem ekonomi Kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu dalam perekonomian. Oleh karena itu, jamak terjadi jika perekonomian berjalan dengan cara menindas yang lemah dan memfasilitasi pihak kuat.

Ketika masa pemerintahan Soeharto, neoimperialis AS sangat terasa melalui penandatanganan perjanjian kontrak karya dengan perusahaan asing secara besar-besaran. Kebijakan itu dipermudah melalui perantaraan pemuda Indonesia yang disekolahkan di kampus terkemuka Amerika, seperti MIT, Cornell, Berkeley, dan Harvard melalui program Marshal Plan yang melibatkan Ford Foundation. Alumnus AS yang dikenal sebagai Mafia Berkeley ini mendapatkan kedudukan strategis sejak awal Orba dalam meliberalisasi ekonomi Indonesia.

Sejak itu, perusahaan-perusahaan asing ramai-ramai merampok kekayaan alam Indonesia. Perusahaan asal Amerika, Freeport merupakan korporasi asing pertama yang masuk diterima dengan sukarela untuk menjarah emas Papua. Selanjutnya perusahaan-perusahaan asing lainnya mengeruk SDA di Imdonesia seperti Newmont menjarah tambang emas dan tembaga di kawasan NTT dan NTB. Chevron, memiliki jatah menggarap tiga blok, dan memproduksi 35 persen migas Indonesia. ConocoPhilips, Perusahaan produsen migas terbesar ketiga di Tanah Air menjarah enam blok migas. ExxonMobil menjarah sumber minyak di Cepu, Jawa Tengah.

Perusahaan asal Inggris, British Petroleum (BP) merampok blok gas Tangguh di Papua. Perusahaan migas asal Perancis, Total E&P Indonesie mengelola blok migas Mahakam, Kalimantan Timur. Masih banyak lagi perusahan asing yang merampok kekayaan alam negeri ini seperti Petro China, Canadian International Development Agency (CIDA), Nico Resources, Calgary, Sheritt International, Vale, Eramet, dll.

Kebijakan neoliberal di Indonesia semakin tidak terkendali dengan masuknya IMF dalam penataan ekonomi sejak akhir 1997. Melalui kontrol yang sangat ketat, IMF memaksa Indonesia menjalankan kebijakan neoliberal, termasuk menalangi hutang swasta melalui BLBI dan merekapitalisasi sistem perbankan nasional yang tengah ambruk dengan biaya Rp 650 trilyun. Momen ini juga dimanfaatkan Bank Dunia, ADB, USAID, dan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) untuk meliberalisasi ekonomi Indonesia melalui program pinjaman yang mereka berikan.

Eksploitatif Terhadap Perempuan, Membuahkan Derita Anak

Realitas rezim neolib sesungguhnya adalah realitas neoimperialis. Dalam pemerintahan rezim ini peran pemerintah direduksi sehingga hanya berfungsi sebagai regulator. Negara tidak lagi berperan sebagai pelayan rakyat yang menyediakan semua hajat hidup masyarakat secara layak dan murah, bahkan gratis. Alhasil penderitaan rakyat, khususnya perempuan dan anak-anak semakin mengenaskan.

Kaum perempuan dieksploitasi untuk berkiprah di ranah publik untuk bekerja, agar mampu membiaya kehidupannya, keluarganya bahkan agar mampu berkontribusi untuk pembangunan ekonomi bangsa. Anak-anak kemudian menjadi korban, mereka kehilangan kasih sayang ibu, yang menyebabkan mereka melakukan pelarian kepada narkoba, seks bebas, atau tawuran.

Tak dapat dipungkiri jika secara tidak langsung rancangan pembangunan yang mengeksploitasi perempuan akan membawa kehancuran keluarga. Institusi terkecil dalam struktur kemasyarakatan yang seharusnya berperan dalam pembangunan peradaban rusak karena peran dan fungsi anggota keluarganya tak lagi selaras dengan tatanan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sang Pengatur kehidupan.

Campakkan Neoliberalis – Neoimperialis

Rasulullah telah mewanti-wanti melalui sabdanya : “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para perempuan.” (HR Muslim: 3729). Hadits itu jelas menyeru kepada semua, baik suami, para ayah maupun negara untuk melangsungkan pengurusan kemashlahatan kaum perempuan.

Tatanan politik-ekonomi neoliberalis – neoimperialis harus segera dicampakkan, dan digantikan dengan sistem politik-ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan individu per individu. Politik ekonomi Islam merupakan solusi bagi masalah-masalah mendasar setiap individu dengan memberikan peluang kepada mereka untuk meningkatkan taraf hidupnya tanpa mengorbankan sisi kemanusiaan ataupun mengorbankan sisi keibuan dan keperempuanannya. Anak pun terjaga kemurniannya sebagai penerus estafet peradaban mulia. Wa Allahu ‘alam.  [Lilis Holisah (Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten)][www.visimuslim.com]

Sumber : Arrahmah.com

Posting Komentar untuk "Indonesia dalam Cengkraman Neolib dan Neoimperialisme"

close