Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ridha Belhaj (Jubir HT Tunisia) : Islam Politik Tidak Gagal

Pengantar:

Beberapa waktu lalu Al-Syuruq Online mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir wilayah Tunisia, Ridha Belhaj. Menurut Al-Syuruq ada kelompok yang berbeda dari semua komponen kelas modern Tunisia. Ia menyerukan untuk menegakkan Khilafah, namun dengan cara yang sangat ‘moderat’ (tanpa kekerasan,red.). Ia mengusung slogan, “Satu Umat…Satu Negara…Satu Bendera”. Itulah Hizbut Tahrir. Dalam hal ini, HT wilayah Tunisia sebelumnya telah memboikot Pemilu dan mengkritik kelompok Islamis.

Ridha Belhaj (Jubir HT Tunisia)
Karena pentingnya wawancara tersebut, Redaksi memandang perlumenampilkannya di media ini. Wawancaraberlangsung seputar realitas Tunisia dan gerakan Islam di Dunia Arab. Berikut petikannya.

>> Pertama, bagaimana Anda memantau panggung politik secara umum?

Panggung politik di Tunisia diselimuti banyak kontradiksi. Kami tengah menghadapi kesempatan bersejarah yang spektakuler. Sejak tanggal 17 Desember 2010 mulai terjadi perubahan besar di sejumlah negeri. Di sana ada penetrasi terhadap penghalang ketakutan. Di sana ada peluang menjadi politisi senior. Sayang, yang terjadi justru sebaliknya. Kekuatan berlalu dengan cepat. Kontra-revolusi menganggap kepentingannya masalah hidup atau mati.

Pada awal revolusi, mereka memulai ide, “Kami menguasai kalian atau membunuh kalian.” Berbagai tindakan mencurigakan benar-benar telah dilakukan. Jumlah mereka yang terbunuh setelah 14 Januari lebih banyak dari mereka yang terbunuh selama revolusi.

Kemudian datang tekanan terhadap masyarakat sebagai perwujudan dari dorongan, “Kami menguasai kalian atau membuat lapar kalian.” Ini didukung oleh Federasi Buruh. Namun, kelas politik berpihak pada tuntutan rakyat, seperti halnya dengan “seruan Tunisia”. Saya menganggap itu hanya sebagai kumpulan orang, bukan partai. Di dalamnya bergabung kelompok-kelompok kepentingan oportunis yang memanfaatkan situasi. Mereka seolah-olah menampilkan diri mereka sebagai mobil ambulans; kami tidak boleh menembaknya, bahkan kami harus membantunya berjalan. Begitulah hingga datang “pemerintah penyelamat” yang justru menambah kejengkelan dan aksi terorisme. Itulah elemen penting dalam panggung politik secara umum.

Karena itu, dua tahun setelah revolusi, tidak pernah terjadi aksi-aksi terorisme yang serius. Namun, masalahnya kemudian meledak setelah pembunuhan Syukri, yang mulai dieksploitasi. Inilah yang membuat kami mengatakan, “terorisme itu tidak otomatis, namun dibuat dan dibayar”.

>> Namun, motivasi ideologis atas aksi terorisme adalah agama?

Badan pelaksana adalah pasta basah sehingga Anda bisa membuat apa yang Anda inginkan. Benar, ada tanah yang subur, ada orang-orang yang sedang marah, atau mereka memiliki orientasi agama. Namun, tidak masuk akal bahwa sejumlah peristiwa besar di Tunisia, seperti pembunuhan dan pembantaian terjadi di militer, dikatakan bahwa pelakunya adalah kelompok yang jumlahnya tidak lebih dari 60 orang, dan kemudian kelompok itu menarik diri dengan damai.

Apa yang akan terjadi ketika kami dipaksa menerima kasus yang tidak masuk akal. Rakyat Tunisia sekarang tidak percaya dengan cerita-cerita resmi karena banyak celah. Juga banyak bukti yang menunjukkan adanya mesin terorisme, namun sejauh ini belum diselesaikan oleh pengadilan manapun. Masyarakat dengan naluri mempertahankan diri (gharizah al-baqa’) tidak akan menginginkan kematian dan pertumpahan darah sehingga datang mesin terror, “kami menguasai kalian atau membunuh kalian”, “kami menguasai kalian atau membuat lapar kalian”, atau “kami menguasai kalian atau kekacauan”.

Secara keseluruhan, sejumlah kasus membelit, penyelesaiannya pun berbelit. Itu yang membuat rakyat mencari jalan yang paling ringan dan paling sedikit bahayanya. Hasilnya adalah pemilihan-pemilihan pasif dan tanpa gelora.

>> Dalam hal apa Anda berbeda dari partai-partai dengan referensi Islam?

Islam itu disifati sebelum ada sifat. Sifat itu mungkin saja dijiplak. Sifat Islam itu untuk semua. Mungkin saja sebagian menjiplaknya. Ini adalah fakta. Kami membuat garis lurus ketika garis bengkok. Kami tidak mendominasi agama dan tidak pula mengontrolnya. Mendominasi agama itu dengan beralih kepada para tokoh agama sehingga mereka menjadi sebagai para pemilik dokumen pengampunan atau pertobatan. Kami tidak mendominasi Islam dengan penafsiran-penafsiran liberalisme atau sekularisme sehingga Islam menjadi elastis yang hampir tidak menjelaskan metode kehidupan. Inilah bentuk mendominasi Islam dengan nama merasionalisasi Islam. Islam itu mengukur, bukan yang diukur. Sekarang dikatakan, mereka mengamandemen untuk menjadikan Islam sipil hingga kami menerimanya, atau liberalisme, dan sebelumnya mereka membuat Islam sosialisme hingga bisa diterima. Inilah bentuk mendominasi. Mereka benar-benar telah mempermainkan Islam.

>> Apakah ada contoh terkait fakta-fakta yang Anda bicarakan?

Ketika Anda melihat sebagian orang mengklaim dirinya sebagai satu-satunya yang Muslim, kemudian menghakimi orang lain: Ini Muslim, ini sekular; sedangkan yang lain sosialis dan murtad, serta mengambil tindakan seperti negara, membunuh saudara-saudaranya setelah memvonisnya kafir, maka ini diharamkan oleh syariah. Yang menyedihkan, orang yang mengklaim dirinya baru saja selesai membaca buku pertama dalam hidupnya, sehingga perbedaan pemahaman fikih tidak dia terima, ini adalah jenis mendominasi, dan juga ada bentuk lain dari mendominasi agama.

Ada “Islam Light” sehingga Islam menjadi sesuatu yang tidak jelas dengan menerima segala sesuatu, serta ridha pada semua sistem ideologis. Islam menjadi elastis. Di Tunisia ada “An-Nahdhah” yang diselimuti banyak pertanyaan: Di mana Islam yang sesungguhnya? Di mana seruan-seruan pada dekade delapan puluhan? Sekarang ia tengah didominasi oleh pernyataan-pernyataan ganjil dan aneh. Ghanusyi mengatakan bahwa Islam itu sekular yang menerima sekularisme moderat.

>> Jadi, dalam perspektif Anda, percobaan Islam telah gagal?

Tidak semua yang disebut Islam adalah Islam yang sebenarnya. Ada gerakan-gerakan yang disebut gerakan Islam, namun label yang melekat itu palsu. Apa yang disebut gerakan Islam di Turki adalah penyebutan palsu, karena gerakan itu mengingkarinya, dan mengatakan bukan gerakan Islam. Sifat Islam itu dihubungkan pada Erdogan, apakah karena ia mendirikan shalat, dan istrinya memakai jubah (hijab) dan kerudung (khimar)? Sungguh, sifat itu telah dia kotori. Gerakan “An-Nahdhah” mengatakan bahwa gerakannya adalah gerakan sipil, dan dengan pilihannya itu ia harus bertanggung jawab.

Jadi, Islam politik tidak gagal, karena Islam belum masuk dalam pemerintahan. Kegagalan itu hanya menimpa beberapa orang saja, bukan Islam. Kondisi umat saat ini sudah sangat baik, karena umat sudah mampu membedakan yang buruk dari yang baik.

>> Tema yang Anda serukan tidak berbeda dari tema yang diusung oleh Abu Bakar al-Baghdadi, khususnya “Khilafah Islam”?

Kebenaran itu yang diperlukan faktanya. Kebenaran akan tetap sebagai kebenaran. Apakah Zaid atau Umar yang mendahuluinya. Orang itu diukur dengan kebenaran. Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1957 sebelum munculnya Gerakan Salafi. Masalah Khilafah adalah masalah besar. Semua mazhab dan ulama sepakat tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Khilafah adalah salah satu aksioma Islam. Ini adalah pernyataan Thahir bin Asyur dan Ibnu Badis. Namun, ketika Inggris mengklaim Khilafah melalui Syarif Makkah untuk menggulingkan Kekhilafahan Utsmani, apakah itu membatalkan Khilafah sebagai tujuan?

Hanya saja, organisasi ini, “yakni Khilafah Islam” di Suriah dan Irak, tujuannya telah menghalalkan semua cara, dan menggunakan cara pembunuhan terbuka, serta terlebih dulu membuka front dengan kaum Muslim sebelum para musuh; mereka menyebutnya orang-orang munafik. Ini adalah pandangan yang menakutkan dan berbahaya. Ini adalah batil dan haram! [Sumber: Al-Syuruq Online, 02/01/2015/Hizb-ut-tahrir.info, 2/1/2015].[Ridha Belhaj][www.visimuslim.com]

Sumber : hizbut-tahrir.or.id

Posting Komentar untuk "Ridha Belhaj (Jubir HT Tunisia) : Islam Politik Tidak Gagal"

close