Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Tuntas Swasembada Pangan

ilustrasi
Pemerintahan Jokowi-Jk dalam programnya telah berkomitmen untuk mewujudkan Swasembada Pangan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Presiden RI yang telah menetapkan agar swasembada padi, jagung dan kedelai yang akan tercapai dalam waktu tiga tahun. Bahkan Kementerian Pertanian justru akan berusaha mempercepat pencapaian target swasembada untuk padi sehingga dapat diraih dalam waktu kurang dari tiga tahun. Menteri pertanian menjelaskan sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap program swasembada pangan, pemerintah menambah alokasi anggaran 2015 melalui APBN-P sebesar 16 triliun, serta tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pertanian sebesar 4 triliun. Tambahan alokasi anggaran yang besar tersebut belum pernah diperoleh pemerintah sebelumnya.

Persoalan swasembada pangan merupakan masalah yang belum terselesaikan dan menjadi PR bagi pemimpin negeri ini. Bagaimana tidak, silih berganti presiden dan rezim swasembada belum tercapai dan masih menjadi angan-angan. Di era Jokowi yang katanya mentargetkan akan mewujudkan swasembada pangan kurang dari tiga tahun. Faktanya beberapa hari ini masyarakat justru dibuat kelabakan. Tidak  kurang dari tiga minggu, harga beras di pasaran terus meroket. Harga beras premium yang semula Rp 9.500 per kilogram menjadi Rp 12.350/kg atau naik sekitar 30 persen. Kenaikan juga terjadi pada harga beras medium rata-rata sekitar 20 persen, seperti jenis IR4 yang awalnya Rp 8.500/kg menjadi Rp 10.200/kg.(suaramerdeka.com 2/3/15)

Berbagai upaya coba dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Mulai dari operasi pasar sampai ikut terjun lansung dalam panen raya, Operasi pasar sudah dilakukan, namun belum berdampak. Saat ini harga beras IR 42 Rp 10.500 dari semula Rp 9.500 per kg. Beras Pandan Wangi yang biasa dijual pedagang Rp 8.500 kini Rp 9.500, sedangkan beras pera super Rp 11.000 dari semula Rp 10.000. (suaramerdeka.com  2/3/15)

Di samping itu dalam kunjunganya di kabupaten Ponorogo Jum’at kemarin( 6/3/15),  Presiden Jokowi menjanjikan akan melaksanakan revisi Harga Pokok Penjualan (HPP) Gabah, karena selama ini, tidak adanya perubahan HPP gabah menjadi salah satu pemicu kenaikan harga beras dan gabah, sekaligus menyebabkan petani enggan menjual gabah ke Perum Bulog lantaran harganya lebih mahal dijual di pasaran.

Masalah Yang Kompleks

Masalah pangan di negeri ini begitu kompleks, sehingga swasembada yang selalu menjadi program yang di dengung-dengungkan hanya sekedar wacana belaka tanpa realisai yang nyata. Ada banyak masalah yang harus di selesaikan untuk mewujudkan swasembada pangan.

Pertama: kesejahteraan para petani yang  belum terpenuhi disebabkan banyak hal. Lahan yang berkurang akibat berdirinya industri di lahan pertanian, harga benih dan pupuk yang mahal yang tidak bisa dijangkau oleh para petani, teknologi yang terbatas sehingga hasil pertanian menjadi kurang maksimal, serta harga jual hasil pertanian yang murah. Hal ini yang menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian dalam negeri terus menurun, mau tidak mau adalah impor beras dari negara lain yang kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah. Di sisi lain banyak para petani yang akhirnya pindah ke profesi lain yang lebih menjajikan dari pada menggantungkan nasibnya jadi petani.

Wacana untuk mensejahterkan para petani jangan hanya dijadikan pemanis ketika kampanye untuk menarik  simpati dari rakyat miskin khususnya petani. Alih-alih petani semakin sejahterah, justru setelah mereka berkuasa janji itu diingkari dan tak terdengar lagi realisasi. Rakyat lagi-lagi  menjadi korban dan kecewa hati.

Kedua: harga kebutuhan pokok/pangan di pasaran yang sering tidak setabil akibat permainan kartel dan oknum yang tidak bertanggungjawab. Menjadikan harga beras dan kebutuhan pokok lainya sulit di jangkau masyarakat miskin. dan kondisi ini semakin di perparah ketika ada wacana dari pemerintah yang akan menghapus Raskin. Ini di sampaikan oleh menko pembangunan manusia dan kebudayaan, puan maharani yang mengatakan akan menhapus program beras untuk warga miskin ( Raskin) pada tahun 2016 mendatang.

“Pemerintah berharap program Raskin ini hanya di teruskan tahun 2015 saja. Bukan negara tidak hadir, karena kami berharap tahun 2016 rakyat indonesia akan lebih baik kesejahteraanya daripada tahun 2015, (Tribunnews.com 28/1/15)

Menurutnya raskin ini banyak sekali masalahnya di lapangan, seharunya kalau memang banyak masalah dan kendala pada distribusi harusnya di evaluasi dan di perbaiki bukan malah menghapsukanya dan ini tentu akan menambah masalah baru, rakyat yang biasanya dapat jatah raskin kini harus di buat pusing. Di sisi lain kalau raskin di hapus tentu akan menambah pengangguran terutama mereka yang bekerja di  pergudangan dan pertanian.

Jika diamati secara mendalam, kebijakan penguasa selama ini bertumpu pada politik demokrasi dan ekonomi kapitalisme. Ujungnya penguasa mudah dipengaruhi oleh kepentingan politik atau segelintir orang yang pernah mendukung dia pada suksesi pilpres. Di sisi lain, kebijakan ekonomi kapitalisme hanya bertumpu pada produksi. Tidak pernah bicara pada masalah ditribusi. Padahal semangat untuk swasembada, juga harus diikuti dengan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Karena itu dibutuhkan solusi yang mendasar untuk keluar dari kemelut ini. Itulah solusi Islam.

Solusi Islam Mewujudkan Swasembada Pangan

Sebagai sebuah agama dan mabda (Ideologi) yang sempurna, Islam memiliki serangkaian aturan, konsep dan visi dalam mewujudkan swasembada pangan. Islam memandang  pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi setiap individu. Dalam islam negara wajib memberikan segala fasilitas dan kebutuhan warga negaranya dengan mekanisme yang ada.

Pertama: kebijakan di sektor hulu yaitu kebijakan untuk meningkatkan produksi pertanian dengan menyediakan lahan pertanian yang cukup dan penyediaan sarana produksi pertanian yang lebih baik. 

Hal itu untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Dalam Islam, tanah-tanah mati (tanah yang tidak produktif dan tidak dikelola), bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dengan berbagai tanaman dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya itu.  Rasulullah bersabda:

Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya (HR. Al-Bukhori).

Dalam islam tanah tidak boleh di biarkan sehingga tidak terawat. Oleh karena itu siapapun yang memiliki tanah baik dari menghidupkan tanah mati atau dari warisan, membeli, hibah, dsb, jika di telantarkan tiga tahun berturut-turut maka hak kepemilikannya atas tanah itu hilang.  Selanjutnya tanah yang ditelantarkan pemiliknya tiga tahun berturut-turut itu diambil oleh negara dan didistribusikan kepada individu rakyat yang mampu mengolahnya, tentu dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan secara adil. Abu Yusuf meriwayatkan di dalam kitab al-Kharâj dari Umar bin al-Khathab:

Tidak ada hak bagi orang yang memagari tanah mati setelah tiga tahun.

Yang tidak kelah penting, para petani diberikan berbagai bantuan, dukungan dan fasilitas dalam berbagai bentuk; baik modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, research, pemasaran, informasi,dan sebagainya. Maka seluruh lahan yang ada akan produktif. Negara juga akan membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, dsb, sehingga arus distribusi lancar.

Yang kedua, Islam menghilangkan distorsi mekanisme pasar syariah yang sehat seperti penimbunan, intervensi harga, dan sebagainya Dan juga  menjaga kesimbangan suply dan demand. Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik. Abu Umamah al-Bahili berkata:

Rasulullah saw melarang menimbun makanan (HR al-Hakim dan al-Baihaqi)

Jika ada pedagang, agen,  importir atau siapapun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika yang di lakukan efeknya besar dan mempengaruhi harga di pasar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi yang di tetapkan khalifah.

selanjutnya Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda:

Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Adanya asosiasi importir, pedagang, dan sebagainya, jika itu menghasilkan kesepakatan harga, maka itu termasuk intervensi dan dilarang.

Jadi dari konsep islam akan mencakup dua dimensi kepentingan, yakni cara agar seluruh masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain kesejahteraan petani dapat terwujud dan terlindungi. 

Semua kebijakan itu tidak akan terwujud, jika pemerintah masih menggunakan sistem politik demokrasi yang ujungnya menghasilkan aturan liberal. Begitu pula aturan ekonomi harus dibangun berdasar Islam untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua rakyat. Inilah esensi dari penegakan syariah dalam bingkai Khilafah. [Ari Farouq (Mahasiswa Ekonomi Islam STIS SBI Surabaya)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Konsep Tuntas Swasembada Pangan"

close