Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bunuh Diri Marak, Negara Harus Bertanggung Jawab


Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak di Desa Minggiran, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, ditemukan tewas di rumahnya pada Jumat (3/4) malam (Merdeka.com, 5/4). Mereka bunuh diri karena tak sanggup menanggung masalah ekonomi.

Di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Merdeka.com (8/4) melaporkan seorang pemuda usia 23 tahun, lulusan sarjana dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta, juga ditemukan mati bunuh diri. Diduga pemicunya karena ia tak kunjung dapat pekerjaan.

Di Bukittinggi, Sumatra Barat, seorang pemuda juga ditemukan mati bunuh diri. Sindonews.com (10/4) mengabarkan pemuda 24 tahun itu bunuh diri juga karena masalah ekonomi.

Makin Banyak

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, angka bunuh diri di Indonesia meningkat tajam. Pada 2010 angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,8 per 100.000 jiwa atau sekitar 5.000 orang pertahun. Pada 2012 naik menjadi 4,3 per 100.000 jiwa atau sekitar 10.000 pertahun.

Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI dr. Eka Viora, Sp.K.J. mengatakan, “Secara global, tiap tahun lebih dari 800.000 orang mati bunuh diri, atau 1 kematian tiap 40 detik. Angka ini berdasarkan penelitian selama 10 tahun di 172 negara.” (Beritasatu.com, 11/9/2014).

Akibat Sistem Kapitalisme

Menurut dr. Eka Viora, Sp.K.J., bunuh diri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti psikologis, sosial, biologis, budaya dan lingkungan. Karena itu terhubung dengan berbagai sumber sangat penting untuk individu yang mungkin rentan terhadap bunuh diri (Beritasatu.com, 11/9/2014).

Menurut dr. Agung Kusumawardhani dari Departemen Psikiatri FK UI, seseorang bisa bunuh diri karena rasa putus asa. Bunuh diri juga sering dikaitkan dengan gangguan kejiwaan seperti depresi. Dalam kondisi depresi berat, seseorang acapkali bersikap pesimis, merasa hidup tak ada gunanya dan tidak mampu memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan masalahnya. Akibatnya, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Depresi terjadi ketika seseorang merasakan beban hidup makin berat. Saat beban hidup makin berat, sementara kemampuan menanggung beban makin kecil, maka risiko bunuh diri makin besar.
Beban hidup yang harus dihadapi oleh seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor luar. Beban ekonomi, perceraian, ujian, tekanan kerja, tuntutan dari orang sekitar, dan sebagainya sangat erat kaitannya dengan faktor luar itu. Bahkan beban hidup yang makin berat terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme neoliberal.

Kapitalisme memaksa negara agar tidak berperan mengurusi rakyat. Berbagai urusan rakyat diserahkan kepada swasta atau asing. Beban hidup yang harus ditanggung rakyat pun makin berat. Semua itu akibat pemiskinan struktural yang merupakan dampak langsung dari penerapan sistem kapitalisme neoliberal. Sistem ini telah mengakibatkan kekayaan hanya bertumpuk pada segelintir orang.

Akibat penerapan sistem kapitalisme neoliberal pula, orang makin sekular (jauh dari agama), makin materialistik (hanya mengejar harta), makin hedonistik (hanya mengejar kesenangan duniawi) dan makin individualistik (hanya mementingkan diri sendiri). Akibatnya, ikatan antarindividu makin getas (rapuh), bahkan ikatan keluarga makin lemah; sementara risiko perceraian meningkat. Alhasil, penerapan sistem kapitalisme neoliberal mengakibatkan beban hidup makin berat dirasakan oleh rakyat secara individual.

Kapitalisme juga menihilkan peran agama. Akibatnya, penguatan kemampuan seseorang menanggung beban diserahkan kepada orang itu sendiri. Negara tak peduli dengan hal itu. Negara tak peduli dengan keimanan dan ketakwaan rakyatnya.

Kapitalisme juga menguatkan ide materialisme dengan tolok ukur kebahagiaan menurut materi. Hal itu bisa mengikis daya tahan orang menghadapi beban hidup.

Kapitalisme juga menanamkan sikap individualisme. Akhirnya, kepedulian terhadap sesama dan kemauan untuk membantu sesama makin tipis.

Alhasil, penerapan sistem dan kebijakan negara justru makin melemahkan kemampuan individu dalam menanggung beban. Beban hidup makin berat dirasakan individu akibat kebijakan negara menaikkan harga BBM, gas, listrik, dsb. Di sisi lain, penguatan kemampuan menanggung beban dengan bantuan dari keluarga dan sesama masyarakat juga makin tipis.

Dengan demikian makin besarnya angka bunuh diri adalah akibat logis dari penerapan kapitalisme neoliberal. Inilah yang telah dan tengah terjadi di negeri ini. Para penguasa dan pejabat negara yang menjadi punggawa dan pilar penerapan sistem kapitalisme neoliberal yang rusak ini tentu ikut bertanggung jawab atas maraknya bunuh diri di negeri ini.

Solusi Islam

Angka bunuh diri hanya bisa ditekan seminimal mungkin dengan penerapan sistem Islam secara total (kaffah). Penerapan syariah Islam secara kaffah akan memberikan kehidupan yang baik bagi seluruh rakyat dan menguatkan kemampuan tiap individu dalam menanggung beban hidup semaksimal mungkin.

Syariah Islam mengharuskan tiap individu terus meningkatkan keimanan dan memupuk ketakwaan diri dan keluarganya. Negara wajib untuk terus membina keimanan dan meningkatkan ketakwaan rakyatnya. Dengan keimanan dan ketakwaan yang tinggi, rakyat tidak mudah putus asa bahkan jauh dari sikap putus asa.

Islam menanamkan bahwa berbagai musibah yang datang bagi orang yang beriman merupakan ujian sehingga bisa meningkatkan derajatnya di dunia dan di sisi Allah. Islam juga mengajarkan, jika seorang Mukmin bersyukur saat mendapat nikmat maka akan ditambah nikmatnya, dan jika ia bersabar saat ditimpa musibah maka itu bisa menggugurkan dosanya sehingga menjadi kebaikan bagi dirinya.

Islam juga mengajarkan bahwa kebahagiaan adalah saat keridhaan Allah SWT bisa diraih. Dengan itu seseorang tidak menjadi pemburu dunia sehingga tekanan materi dan nafsu duniawi akan bisa dikendalikan.

Islam juga menegaskan bahwa bunuh diri merupakan dosa besar. Allah SWT berfirman:

]وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا[
Janganlah kalian bunuh diri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian (TQS an-Nisa’ [4]: 29).

Rasul saw. juga bersabda:

«وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عَذَّبَهُ اللَّهُ بِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ »

Siapa saja yang bunuh diri dengan sesuatu, niscaya Allah menyiksa dia dengan sesuatu itu di Neraka Jahanam (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Berbekal iman dan takwa, seseorang akan membuang jauh pikiran untuk bunuh diri meski menghadapi beban hidup yang berat. Iman dan takwa tiap individu itu akan dipupuk secara bersama oleh individu, keluarga, masyarakat dan negara. Dengan itu kemampuan seseorang untuk menanggung beban hidup akan besar sekali.

Islam juga mewajibkan sesama anggota masyarakat untuk saling peduli, saling membantu dan meringankan beban sesama. Rasul saw. memberitahu, siapa saja yang meringankan beban seorang Muslim di dunia, niscaya Allah SWT meringankan bebannya di akhirat. Islam pun mewajibkan tanggung jawab kolektif masyarakat untuk menghilangkan kelaparan di tengah mereka. Rasul saw. bersabda:

«…وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ تَعَالَى »

Penduduk negeri manapun yang berada di pagi hari, sementara di tengah mereka ada orang yang kelaparan, maka jaminan Allah telah lepas dari mereka (HR Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la).
Islam pun telah menyediakan mekanisme yang secara pasti bisa meringankan beban hidup di tengah masyarakat. Di antaranya melalui kewajiban zakat dan pendistribusiannya serta anjuran untuk memperbanyak infak dan sedekah.

Sistem ekonomi Islam akan bisa mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata kepada seluruh rakyat. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu dan kebutuhan dasar rakyat menjadi politik ekonomi yang wajib dijamin pelaksanaannya oleh negara melalui penerapan serangkaian hukum-hukum sistem ekonomi Islam.

Sementara itu, dengan penanaman pemahaman Islam kepada masyarakat, ikatan sosial akan terjalin kuat dan ikatan keluarga kokoh terjaga. Masyarakat tidak akan saling tak acuh, apalagi sampai saling memangsa seperti dalam penerapan kapitalisme neoliberal.

Dengan semua itu, angka bunuh diri akan bisa ditekan seminimal mungkin, bahkan bisa dihilangkan. Hal itu hanya bisa terwujud dengan mengakhiri penerapan sistem kapitalisme neoliberal saat ini dan selanjutnya diganti dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh.

Wahai Kaum Muslim:

Kehidupan yang baik, tenteram dan penuh berkah—yang karenanya kasus bunuh diri bisa ditekan bahkan dihilangkan—itulah yang dijanjikan oleh Allah SWT akan diberikan kepada seluruh penduduk negeri yang beriman dan bertakwa. Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ…
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi… (TQS al-A’raf [7]: 96).

Syaratnya adalah dengan menerapkan syariah Allah SWT secara menyeluruh, tentu dalam sistem Islam, yakni Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Kehidupan seperti itulah yang terus diimpikan oleh semua orang. Itulah yang harus kita wujudkan bersama secara nyata dengan amal kita.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 752, 27 Jumaduts Tsaniyah 1436 H – 17 April 2015 M]

Posting Komentar untuk "Bunuh Diri Marak, Negara Harus Bertanggung Jawab"

close