Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kekuatan Para Orator Dunia


Pembahasan hal ini saya dapatkan saat mengikuti sebuah training di Gunung Putri, Bogor, untuk para pengusaha muda pro syariah. Saat itu materinya adalah teknik orasi.

Di sebuah lapangan rumput yang luas yang menjadi tempat training, pemateri saat itu menyampaikan bahwa para orator terkenal di dunia, seperti Hitler, Martin Luther King, atau Bung Karno, senantiasa mempunyai tiga ciri khas. Kalau berkata “saya melihat” dengan intonasi cepat dan gerak tangannya ke atas, berkata “saya mendengar” dengan intonasi sedang dan gerak tangan di depan, berkata “saya merasakan” dengan intonasi lambat dan gerak tangan meluas dan pelan geraknya. Setelah itu para peserta training diminta mempraktekkan kebiasaan para orator terkenal itu di lapangan rumput luas di tempat training itu biar bebas berekspresi.

Teman-teman pun mencoba mempraktekkan. Kelihatan lucu-lucu sekali hasilnya. Maklum baru pertama. Kemudian peserta diminta istirahat dan nanti hadir lagi untuk mempraktekkan ketiga teknik tadi.
Di kamar istirahat, saya berpikir keras. Mengapa kok para orator terkenal selalu begitu. Menyatakan dengan cepat ketika bicara melihat, dengan sedang ketika terkait mendengar, dan pelan-pelan ketika bicara merasakan. Begitu pula gerak tangannya berbeda-beda. Dan mengapa teman-teman tadi banyak yang mencoba namun terdengar lucu dan sepertinya kurang “pas” untuk dilihat dan didengar. Tidak enak di mata maupun telinga. Umumnya orang bicara tidak seperti itu. Jadi malah terasa lucu. Lama saya berpikir hal itu.

Saat istirahat sudah lumayan lama, tiba-tiba saya terpikir, tampaknya intonasi para orator terkenal tadi sepertinya bukan semata terkait teknik, tapi terkait emosi, terkait suasana hati.

Kalau orang bicara bahwa dia mendengar sesuatu, tentunya nadanya menceritakan sesuatu dengan suasana fokus. Orang kalau sedang begitu umumnya intonasinya sedang. Segera terbayang bagi saya kalau saya dikabari sebuah berita. Kemudian saya menceritakan kabar yang saya dapat itu pada orang lain. Kira-kira apa yang saya lakukan. Tampaknya kok memang intonasi saya sedang dan gerak tangan saya seperti orang menceritakan sesuatu, yaitu sedikit bergerak di depan.

Kalau orang bicara bahwa dia melihat sesuatu, tentunya nadanya menunjukkan kesan sepintas yang merangsang dia menceritakan dengan penuh gairah. Saya terbayang kalau saya melihat burung yang sangat bagus dan ingin menceritakan pada teman saya. Kiranya saya bicara dengan intonasi yang tidak sekedar cepat, tapi bisa jadi sangat cepat. Dan gerak tangan saya ke atas. Mungkin pula bahkan mata saya berbinar.

Adapun kalau saya bicara merasakan sesuatu, seperti terkait penyakit atau pengalaman yang pernah saya rasakan, tampaknya saya ingin santai dan tenang dalam menceritakan. Segera saya terbayang Pak SBY ketika menyampaikan sesuatu. Apalagi hal-hal yang beliau ceritakan itu terasa emosional bagi beliau. Pak Beye menyampaikan dengan pelan dan gerak tangan melebar.

Saya berpikir para orator terkenal bersikap begitu bukan semata karena teknik, tapi terkait penghayatannya yang begitu kuat tentang suasana yang dia rasakan, penderitaan yang dialami masyarakat yang dia ajak bicara, atau segala hal yang terkait apa yang ia bicarakan. Sehingga ekspresi dan gerak tangannya begitu terbawa. Saya yakin itu masalah emosi, bukan semata teknik.

Berikutnya peserta kembali hadir di lapangan. Sebelum praktek dimulai, peserta latihan dulu. Karena terilhami hal tadi, saya termasuk yang semangat latihan. Sampai sebagian teman memperhatikan.

Praktek dimulai. Masing-masing peserta mempraktekkan gaya pidato tokoh-tokoh terkenal dunia. Masih banyak yang lucu-lucu. Sudah ada satu dua orang yang bagus. Saya dapat jatah nomor tiga dari terakhir.

Pada akhirnya jatah saya tiba. Saya ingat betul ketika bicara “saya mendengar” saya membayangkan sebagai seorang pemimpin yang mendapat berita kemudian menceritakan pada anak buahnya. Saya bicara melihat seperti barusan melihat burung besar berkelebat sehingga saya bicara sangat cepat dan mata berbinar, seperti orang sedikit kaget. Sampai teman-teman begitu memperhatikan. Dan saya bicara merasakan sesuatu seperti Pak Beye ketika bicara. Tangan bergerak pelan, agak bergetar, dan meluas di depan dada. Tidak ada skor di latihan itu memang. Tapi alhamdulillah saya dianggap cukup layak oleh pelatih.

Sayangnya tidak ada kesempatan curhat bersama tentang praktek tadi setelah acara. Hari sudah sore. Peserta segera pulang. Padahal renungan tadi sangat berharga. Rasanya bermanfaat untuk saya sampaikan, sebagai tukar pengalaman.

Saat saya pulang ke Boyolali, setelah ayah saya meninggal, saya berkesempatan melatih penyampaian materi kepada beberapa sahabat dakwah d Boyolali di sebuah teras sederhana seorang sahabat di Banyudono, Boyolali. Saya ceritakan segala yang saya dapat di Gunung Putri, termasuk apa yang saya renungkan saat istirahat. Saya tegaskan bahwa ini bukan semata urusan teknis tapi urusan emosional. Tampaknya saat praktek, secara umum hasilnya lebih bagus dari peserta saat di Gunung Putri. Lebih alami. Serta lebih “pas” dirasakan. Sehingga suasana terasa hidup.

Sebelum menjelaskan banyak hal, saya sempat mencoba seorang peserta yang biasa bicara pelan, untuk menceritakan sesuatu yang dilihatnya. Ternyata cukup cepat dia bicara. Sebaliknya seorang sahabat yang biasa bicara ekspresif dan cepat, saya minta menceritakan sesuatu yang dia rasakan. Ternyata dia cukup pelan menceritakannya.

Jadi semua itu sebenarnya bukan semata urusan teknis. Tapi terkait emosi. Terkait kekuatan maksud dalam menyampaikan. Terkait penghayatan masalah yang ia sampaikan dan pemahaman keadaan dari pihak yang diajak bicara.

Para pembicara skala dunia bisa begitu hidup menyampaikan karena begitu sadar masalah, sadar apa yang dia katakan, sadar penderitaan rakyat, sehingga begitu menjiwai apa yang dia sampaikan itu.

Mohon maaf, saya sampaikan pengalaman ini di sini bukan untuk menegaskan bahwa itu pikiran saya, tapi semata kesadaran saya bahwa hal ini sangat penting untuk diketahui. [Husain Matla (Penulis Buku)][DakwahMedia/www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Kekuatan Para Orator Dunia"

close