Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menuju Paket Ekonomi Yang (Tak) Komplit


Pada awal pekan pembukaan perdagangan (14/9), nilai tukar rupiah kembali melemah tipis. Rupiah berada di posisi 14.325 per dolar As. Sebelumnya rupiah menguat tipis pada posisi 14.306 pada hari Jumat (11/9). Beberapa bulan dengan tak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar As ini tentunya akan semakin menambah permasalahan ekonomi yang harus dihadapi dan diselesaikan Indonesia. Beberapa dampak yang sudah mulai tampak di masyarakat adalah daya beli masyarakat semakin menurun tajam serta PHK yang mulai terjadi dimana – mana.

Untuk mengatasi permasalahan ekonomi ini, maka Pemerintah mengeluarkan paket kebijakannya pada rabu (9/9). Paket yang dinamakan Paket September I tersebut berisi 3 poin, yaitu: 1. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian usaha. 2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan. 3. Meningkatkan investasi disektor properti. Rencananya, akan ada lagi paket susulan pada akhir september dan awal pertengahan oktober. 

Namun dari paket pertama yang telah diluncurkan tersebut, reaksinya sampai kini masih belum terasa. Sebelum paket ini diluncurkan, rupiah sempat menguat berada pada posisi diatas 14.200 per dolar As. Namun dengan paket ini justru rupiah kembali melemah pada 14.378 per dolar As. Demikian pula dari sisi investasi. Dengan terbitnya SUN (Surat Utang Negara) yang diharapkan dapat memberikan suntikan dana segar, ternyata justru tidak laku. Para pengusaha pelaku ritel pun juga merasakan pesimis dengan kebijakan September yang diluncurkan Pemerintah karena birokrasi yang masih belum jelas. Maka banyak para pengamat ekonomi yang berpendapat bahwa jika tidak segera mendapatkan solusi yang jitu, krisis ekonomi yang melanda Indonesia ini akan sangat hebat dampaknya, melebihi krisis 2008.

Akar Permasalahan dan Solusi Paripurna

Menurut Pengamat dan akademisi ekonomi syariah  UPI, Dr. Arim Nasim, menegaskan bahwa selama penyebab dari krisis ini tidak dihilangkan maka pemicu krisis keuangan seperti ini akan terus berulang. Penurunan daya beli masyarakat, inflasi, defisit neraca pembayaran, pelarian modal ke luar negeri atau turunnya indeks harga gabungan hanyalah pemicu (trigger) dari terjadinya krisis ekonomi. Penyebab utama krisis adalah penerapan sistem Kapitalis. Sitem ini sangat rentan dengan terjadinya krisis karena beberapa hal. 1. Sistem ekonomi kapitalis dibangun atas dasar riba/bunga. Dengan adanya riba ini maka peningkatan jumlah uang tidak disertai dengan peningkatan jumlah barang dan jasa sehingga terjadilah inflasi. 2. Kemunculan sektor non riil yang menjadikan uang dan surat berharga sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Sehingga kurs uang akan naik dan turun sewaktu – waktu sesuai permintaan dan penawarannya. 3. Tidak berdasar pada emas dan perak sehingga muncul fiat money. 4. APBN berbasis utang, dimana utang ini adalah sebagai alat penjajahan ekonomi oleh para kapital. 5. Privatisasi SDA yang merupakan milik umum, sehingga karena dikuasai swasta maka negara hanya berfungsi sebagai regulator yang tidak memiliki wewenang dominan. 

Berbeda dengan sistem Kapitalis yang sangat rentan dengan terjadinya krisis, yang terbukti telah beberapa kali krisis global mengguncang perekonomian maka sejatinya ada sebuah sistem yang sangat kuat. Yaitu sistem Islam yang telah terbukti kekuatannya selama lebih 1300 tahun. 

Dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh Negara Khilafah, maka distribusi yang menjadi permasalahan dalam sistem kapitalis, dapat diselesaikan dengan paripurna. Sehingga potensi terjadinya permasalahan krisis dari sisi distribusi sudah tertutup. Pertanian, perdagangan, industri dan jasa menjadi tumpuan yang cukup penting, dimana keempatnya bisa diupayakan oleh setiap warga negara Khilafah.  SDA yang menjadi milik umum juga dikelola oleh negara. Kalaupun terjadi permasalahan ekonomi, ini adalah karena bencana atau kondisi perang yang tentunya bisa dilokalisir kejadiannya karena darurat (emergency).

Ketika terjadi bencana misalnya karena cuaca ekstrim yang menyebabkan gagal panen, maka dengan landasan keimanannya maka warga negara Khilafah di wilayah lain akan berbondong-bondong untuk membantu. Jika ternyata masih belum teratasi, maka Negara Khilafah bisa melakukan pinjaman baik ke dalam/luar negeri yang tentunya tidak bertentangan dengan syariat Islam atau tidak membuka celah penjajahan ekonomi bagi negara Khilafah, atau penerapan dharibah bagi warga yang kaya, laki-laki, dewasa dan muslim. Serta tentunya teladan dan contoh dari pemimpin, seperti halnya khalifah Umar yang ikut merasakan kondisi warga negaranya yang sedang mengalami krisis karena paceklik.

Begitu paripurnanya sistem ekonomi yang diterapkan dalam Negara Khilafah, karena senantiasa dilandaskan pada aturan Allah swt. Sangat bertolak belakang dengan sistem ekonomi Kapitalis buatan manusia. Maka masihkah berharap akan mendapatkan solusi jitu dari sistem Kapitaslis ini? Saatnya kembali pada sistem yang berlandaskan pada syariat Allah swt. [drg. Eka (anggota Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia/MHTI DPD I Bengkulu)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Menuju Paket Ekonomi Yang (Tak) Komplit"

close