Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tak Perlu Bela Negara?

ilustrasi Bela Negara
Wacana bela negara kini digulirkan kembali. Meski pro dan kontra terkait lontaran kebijakan baru pemerintah. Rezim yang ada saat ini terkesan main lempar kebijakan tanpa memiliki filosofi dan konsep. Akibatnya saling berbenturan dengan kebijakan lainnya. Hal ini menunjukan jika negera ini belum final menentukan jati dirinya. 

Pihak yang paling ngotot untuk menggulirkan kebijakan ini, meski belum ada dasar hukum adalah Kementerian Pertahanan. Kemenhan akan membentuk kader bela Negara di awal tahun 2016. Para kader akan dilatih oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan.

“Kader bela negara ini dibentuk untuk mewujudkan Indonesia yang kuat di tengah bentuk ancaman nyata yang kompleks,” kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam konferensi pers di Kemenhan, Ruang Bhinneka Tunggal Ika, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Senin (12/10/2015).

Untuk menunjukkan pentingnya kader bela negara, Ryamizard menyontohkan Israel. Israel, katanya, yang hanya memiliki tujuh juta warga, namun negara tersebut kuat, bahkan bisa menahan serangan dari negara musuh karena warganya punya kesadaran bela negara yang tinggi.? Ryamizard menargetkan dalam kurun waktu 10 tahun, Indonesia mencetak 100 juta kader bela negara. Tahun ini, Kementerian Pertahanan, akan mulai membina 4.500 kader yang tersebar di 45 kabupaten dan kota. Setiap kabupaten dan kota, katanya, akan terdapat 100 kader pembina.?

 “Kita punya 100 juta penduduk potensial untuk kader bela negara. Bayangkan jika 100 juta warga RI punya kepribadian bela negara, maka sama dengan mempunyai 100 juta tentara,” ujarnya. Kader pembina bela negara diambil dari unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. “Jadi nanti para pemerintah daerah akan kerjasama dengan kodam atau kodim setempat. Yang terpenting adalah bagaimana menyamakan otak warga negara untuk mencintai negara,” tutupnya.

Seluruh elemen masyarakat ke depannya diwajibkan ikut bela negara. Malah mulai dari TK hingga pegawai kantoran, tidak ada yang luput dari program Kementerian Pertahanan ini. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, seluruh warga negara wajib hukumnya ikut program ini. Nanti yang bakal membedakan hanyalah soal porsi latihannya saja. “Yang umurnya 50 tahun ke atas dan ke bawah itu disesuaikan saja porsi latihannya,” ujar Ryamizard Ryacudu.  Mulai tukang ojek hingga rektor pun wajib ikut serta dalam bela negara. Bela negara nantinya juga akan masuk di kurikulum mulai TK hingga perguruan tinggi. Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi,” tuturnya.

Secara tegas dia menjelaskan bela negara ini bukan wajib militer. Dan program bela negara merupakan program murni dari Kementerian Pertahanan. “Anda harus bedakan. Ini bela negara dan itu wajib militer. Bela negara dan wajib militer, itu berbeda dan nggak sama. Ini programnya Kementerian Pertahanan,” tegas Menhan. (news.detik.com )

Tanda Tanya Besar?

Ada beberapa catatan kritis terkait ide bela negara ini. 

Pertama,  jika dirasakan seringkali negara tidak hadir di tengah-tengah rakyatnya. Beberapa peristiwa konflik yang kerap terjadi, negara sering terlambat hadir. Kebijakan pencabutan subsidi dan memarjinalkan rakyat kian menambah deret penyiksaan negera kepada rakyatnya. Rakyat pun tidak bisa serta merta dipaksa untuk bela negera. Mereka akan berpikir sederhana: negara saja tak melindungi rakyatnya, untuk apa dibela?

Kedua, pemerintah sadar dengan penerapan sistem politik dan ekonomi yang tidak pro rakyat, akan terjadi kekhawatiran tidak dipercaya lagi oleh rakyat. Disadari atau tidak, pemerintah mencoba mencari cela dan mendengungkan seolah ide ini brilian dan rakyat harus ikut serta menunjukan kecintaan pada tanah air. Selama sistem dan tata aturan di Indonesia tidak dirombak total, jangan harap rakyat memberikan hatinya.

Ketiga, landasan kecintaan tanah air jika digunakan dalam bela negara sifatnya akan lemah dan mudah pudar. Hal ini dikarenakan ide itu tidak ditopang oleh bangunan ideologi yang kuat dan jelas. Ide itu hanya muncul jika negera dalam bahaya dan ancaman. Sementara itu, jika kondisi aman dan terkendali ide itu pun akan sirna. Maka bisa jadi kesia-siaan upaya pendidikan bela negara ini jika tanpa didukung ideologi yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia.

Keempat, hasil dari bela negara ini tidak akan memberikan solusi bagi negeri ini. Karena negeri ini telah gagal merumuskan siapa kawan dan siapa lawan? Mana ancaman dan mana peluang? Mana ide yang benar dan yang batil? Kegagalan ini menjadikan orang-orang yang ikut dalam bela negara tak tahu harus berbuat apa? Bukankah ini sebuah kesia-siaan?

Beberapa catatan di atas hendaklah menjadi perhatian bersama, baik pemerintah dan rakyat untuk berpikir kritis. Negeri ini sudah tidak lagi memiliki rencana panjang untuk pembangunan manusia dan kebutuhan hidupnya. Pikiran yang ada di elit penguasa hanya untuk mengokohkan kedudukannya agar dikatan ‘wah’ dan berjasa bagi rakyat.

Bela Negara dalam Islam

Dalam Islam Allah SWT telah memuliakan kaum Muslim dengan menjadikan mereka sebagai pengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Allah juga telah menentukan metode untuk mengemban risalah Islam itu, yaitu dengan dakwah dan jihad. Allah menjadikan jihad sebagai kewajiban atas mereka. Karena itu, bela negara dalam Islam berarti menjaga negera dari segala ancaman dan ikut berjuang bersama khalifah. Latihan militer yang termasuk dari bela negara adalah sesuatu yang wajib. Setiap laki-laki yang telah berusia lima belas tahun wajib mengikuti latihan militer sebagai persiapan untuk melaksanakan jihad. Adapun perekrutan tentara hukumnya fardhu kifayah. Dalil mengenai wajibnya latihan ketentaraan itu adalah

firman Allah SWT:

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (TQS al-Anfâl [8]: 39).

Sabda Rasulullah saw. juga menyatakan:

Perangilah kaum musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian. (HR Abu Dawud dari penuturan Anas).

Karena peperangan saat ini mengharuskan adanya latihan kemiliteran sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan yang dituntut oleh syariah, yaitu sampai pada tingkat kemampuan menundukkan musuh dan membebaskan berbagai negeri, maka latihan kemiliteran itu menjadi wajib sebagaimana jihad. Hal itu sesuai dengan kaidah syariah:

"Suatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu itu menjadi wajib." 

Alasannya, tuntutan untuk berperang telah mencakup pelatihan militer. Sebab, tuntutan dalam ayat di atas bersifat umum: wa qâtilûhum (perangilah mereka), yakni perintah untuk berperang dan perintah mengadakan hal-hal yang dapat memungkinkan untuk melakukan peperangan. Lebih dari itu, Allah SWT telah berfirman:
Siapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi. (TQS al-Anfal [8]: 60).

Pelatihan dan keahlian kemiliteran yang tinggi adalah bagian dari upaya menyiapkan kekuatan. Sebab, hanya dengan terlaksananya pelatihan militer itu dimungkinkan untuk terjun dalam peperangan ( Ajhizatu ad-Daulah al-Khilâfah bab Amirul Jihad hal 141 -143)

Yang jadi masalah program bela negara ala militer dalam sistem negara yang tidak islami tentu efek negatifnya lebih besar dari pada efek positifnya. Indonesia yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis dimana sistem kapitalis ini lebih banyak menciptakan kemiskinan di masyarakat dari pada kesejahteraan, efek sosial dari kemiskinan adalah kriminalitas akan semakin tinggi. ini bisa kita saksikan di berita surat kabar maupun televisi banyak pelaku kriminal atas dasar dorongan ekonomi. bayangkan apabila orang - orang yang setelah mengikuti pendidikan bela negara ala militer kemudian atas alasan ekonomi melakukan tindakan kriminal tentu efek sosialnya nya akan semakin besar. disamping itu hukum di indonesia yang mengambil dari hukum Belanda juga tidak memberikan efek jera bagi pelaku kriminal.

Disamping itu mobilisasi warga negara dalam program semisal bela negara berpotensi diselewengkan untuk kepentingan pemerintah yang sedang berkuasa. Terutama untuk menjaga dan mengamankan kebijakan pemerintah berkuasa. Taruhlah sekarang. Pemerintah lagi getol memanggil investor untuk berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu saja, kehadiran investasi membutuhkan jaminan keamanan. Boleh dikatakan, mengamankan investasi menjadi politik pemerintah sekarang ini. Jangan sampai terjadi, kader bela negara dipakai untuk menghadapi warga yang menolak investasi yang notabene banyak merugikan masyarakat sekitar. Apalagi, sebelumnya sudah ada omongan dari Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan: “ada yang bikin gaduh, saya libas seperti di Papua.” Dan sudah jamak terjadi, kehadiran investasi selalu membutuhkan jaminan stabilitas politik dan keamanan.

Aneh juga, pemerintah menuntut warganya punya jiwa bela negara, sementara banyak kebijakan negara / pemerintah yang merugikan rakyat . Kita lihat, bagaimana negara ini begitu patuh dihadapan korporasi asing dan lembaga supra-nasional (IMF, Bank Dunia, WTO, dll). Bela negara seperti apa yang mau diajarkan oleh negara yang justru merombak hukumnya demi kepentingan investor asing. Program bela negara ala militer memang penting, tapi yang harus di dahulukan di Indonesia sekarang ini adalah mengenyahkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem islam yang akan menjadikan Indonesia negara super power di segala bidang. Maka Khilafah menjadi esensi penting bagi Indonesia. [Agung Sumartono (Pemerhati Militer di Surabaya)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Tak Perlu Bela Negara?"

close