Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Freeport dalam Bayang-bayang Kekuasaan


Pertemuan keluarga JK (Aksa Mahmud) dengan Chairman Freeport Mc Moran James Robert Moffett, Surat Sudirman Said kepada Freeport tentang sense perpanjangan kontrak karya dan pengunduran diri Setyo Novanto benar-benar menjelaskan fakta-fakta politik seperti yang digambarkan oleh Rizal Ramli sebagai Perang Antar Geng. Semuanya menguatkan dugaan bahwa arah kebijakan politik atas Freeport adalah diperpanjang kontrak karyanya. Wacana untuk membentuk Pansus Investigasi, Petisi dan Stop kontrak karya Freeport hanya sebatas pelipur lara untuk meredam kemarahan rakyat. Tidak muncul satu statementpun tegas keluar dari pejabat negara bahwa operasi Freeport akan dihentikan dan diambil alih oleh negara pasca habis kontrak karyanya. Bahkan alasan beberapa kewajiban yang belum dilaksanakan seperti pembangunan smelter, pembayaran deviden dan lain-lain digunakan sebagai alasan rasional tetap urgennya kehadiran Freeport dalam jangka panjang. Ada nuansa conflict of interest yang melatari menyeruaknya ke permukaan kasus Freeport ini. Dari kalangan terbatas, belakangan diketahui bahwa kelompok Novanto dan Reza gagal rebut saham FreePort Mc Moran. Tapi Kelompok JK (Aksa Machmud) mendapatkan tawaran 40% saham Smelter yang akan dibangun Freeport di Membramo, Papua dan Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) yang listriknya akan dijual ke Smelter. Geng Novanto & Reza rebutan saham Freeport Indonesia, sementara Geng JK bakal mendapatkan Smelter dan PLTA, nilainya sangat besar tapi tidak seheboh saham FI. Untuk itu, James Moffet menemui Aksa Machmud dan JK. Geng JK akan mendapatkan Smelter dan PLTA, jika bisa mengeluarkan perpanjangan kontrak Freeport. Itulah yg menjelaskan kenapa Sudirman Said, yang loyal kepada JK, terburu-buru menulis surat kepada James Moffett untuk memperpanjang kontrak Freeport. Geng JK lebih lihai dari Novanto-Reza. Ini semua yang menjelaskan mengapa JK ngotot perintahkan SS untuk lapor ke MKD, agar lawan bisnis dan politiknya bisa disingkirkan.

Gambaran perang antar Geng pada kasus Freeport tidak bisa dipisahkan juga dengan latar pertikaian antar pimpinan parpol untuk merebut aset-aset kekuasaan seperti secara cerdas diungkap oleh Kibul Hikayat PhD (peneliti Senior Melbourne University) dari hasil diskusi dengan mahasiswanya S2 dan S3, sebagai berikut bahwa semua ketua umum partai memiliki rencana dibalik pemilihan pos-pos dalam pemerintahan dan khususnya kabinet ? Kalau ada yang menganggap bahwa ini semua tanpa rencana dan tanpa niat jangka panjang maka sesungguhnya ia telah mengabaikan seluruh teori tentang politik dan kekuasaan. Dan rencana itu menjadi sempurna ketika Presiden sebagai pengendali utama politik justru tidak paham dan membiarkan rencana para God Father partai merajalela. Jokowi adalah masalah dalam konteks itu dan entah semua ini akan berakhir bagaimana.  Lihat peta ini, Partai Kalah Golkar (Aburizal Bakrie, mengamankan bisnis keluarga pakai apa ?), Gerindra (Prabowo Subianto, mempertahankan aset untuk maju lagi 2019 bagaimana ?), PKS (God Father lama, Hilmi Aminudin, belajar bisnis apa lagi ?), PPP (Suryadharma Ali yang kemudian diganti Djan Faridz setelah ditahan KPK), PAN (Hatta Rajasa yang gagal lalu Klan Amin Rais mau Kemana ?) Bagi KMP ini, tidak ada yang paling penting setelah kalah kecuali memegang kendali kekuasaan lain di luar eksekutif. Maka dikuasai lah parlemen dan kerja mereka nyaris sempurna. Jangan Lupa SBY dan Partai Demokrat ada di sini meski malu-malu.    Pemenangnya Siapa ? Jokowi, Jusuf Kalla, Megawati, Surya PALOH, Muhaminin, dan Wiranto adalah pemenang. Tetapi siapakah yang paling mengerti kuasa ? Siapakah pemain politik dan bisnis sebenarnya ? Jawabannya adalah, kecuali Joko Widodo sang Presiden. Dia tidak paham apa-apa. Tetapi yang lain, datang sejak hari pertama dengan rencana besar dan sekarang coba kita lihat apa rencana Nasdem dan Surya PALOH.  Membaca PALOH adalah paling menarik karena dialah yang menyodorkan 'catur permainan' dengan konfigurasi yang paling sempurna.   Coba periksa siapa yang diajukan dalam kabinet kerja ini; Menko Polhukam (Tejo Edhi, mantan ketua Nasdem Jawa Timur). Tugas utamanya adalah mengamankan operasi politik partai di seluruh bidang. Ada banyak fakta yang menunjukkan keterlibatan Menkopolhukam waktu itu dalam politik dan bisnis. Tapi yang membuat ia terpental adalah karena Menteri Kelautan Susi Pujiastuti melaporkan permainan Surya PALOH dan Nasdem dalam mengamankan kapal-kapal pencuri ikan.  Operasi Backing ini dilaporkan kepada Megawati dan Jokowi sehingga akhirnya Tedjo dipecat dan diganti Luhut Pandjaitan. Jaksa Agung (Prasetio, Mantan Anggota Komisi Hukum DPR fraksi Nasdem). Tugas utamanya adalah mengoperasikan kegiatan partai di bidang hukum khususnya untuk kegiatan mencari dana dan mengamankan figur partai secara hukum. Secara kasat mata sekarang ini nampak sekali kejaksaan di seluruh Indonesia bekerja untuk kepentingan uang dan politik. Prasetio bekerja dengan sempurna meskipun dalam kasus Sumatera Utara yang menjadi kelanjutan kasus OTT KPK terhadap gubernur Gatot Pudjo yang membuka adanya deal antara partai Nasdem dengan Pemda Sumut maka Jaksa Agung berjuang menutup jejak para petinggi termasuk dirinya sendiri. Ferry Mursyidan (Menteri Agraria dan Kepala Badan Pertanahan Nasional, Mantan Ketua Bapilu NASDEM). Tugas Ferry sederhana adalah bagaimana menguasai tanah sebanyak-banyaknya. Dalam koordinasinya banyak berhubungan dengan Jaksa Agung untuk membawa persoalan tanah ke ranah hukum. Siti Nurbaya (Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Mantan Ketua Partai Nasdem). Tugas Siti Nurbaya adalah menguasai peta kebun dan hutan di seluruh Indonesia dan dilaporkan kepada ketua umum untuk mendapatkan tindak lanjut. Dalam banyak pelanggaran yang ditangani tentu kartu Jaksa Agung juga dimainkan.  Tetapi, pesta berhenti ketika hutan dan kebun terbakar. Mereka takut kalau ini terungkap maka mereka bisa dipersalahkan.   Apakah hanya itu kekuatan Nasdem ? Jangan lupa, Surya PALOH memiliki jejaring media massa mulai metro TV sebagai stasiun TV berita tertua dan koran Media Indonesia tetapi juga portal Metrotvnews dan puluhan bahkan ratusan kekuatan mereka dengan cakupan pembaca dan penonton ratusan juta. Maka dengan kekuatan sebesar itu, sungguh apapun bisa mereka lakukan termasuk menjadi corong Pemerintah dan menikmati iklan yang luar biasa banyaknya.   Kasus Freeport dan Setya Novanto. Kasus Freeport bukanlah kasus yang membuat marah Surya PALOH kepada Setya Novanto via Jaksa Agung. Kemurkaan terjadi karena ada kesalahan SN yang kerap nampak menjadi penghalang operasi bisnis dan politik Pak Jenggot dan kelompoknya. Kasus terakhir sebelum Freeport adalah kasus malpraktek hukum Jaksa Agung kepada Victoria Securitas yang di dalamnya ada bisnis besar kelompok Pak Jenggot terkait tanah. Kita tahu bahwa demi merebut bisnis Victoria, Jaksa Agung memerintahkan penggeledahan dan penyitaan tanpa prosedur. Tapi setelah tiba-tiba pengacara Victoria (konon Lucas) yang bersurat dan melapor langsung kepada ketua DPR dan tanpa basa basi tiba-tiba SN mengundang Jaksa Agung dan semacam menegur kejaksaan dengan surat pengaduan Victoria. Kontan saja undangan yang mendadak itu mendatangkan kemarahan besar dan dendam jaksa Agung. Oleh sebab itu, ketika muncul kasus Freeport (Papa Minta Saham) maka kelompok yang diganggu oleh SN bertambah. Tidak tanggung-tanggung karena kelompok ini adalah kelompok JK yang telah terlebih dahulu melakukan deal dengan pihak pemilik Freeport US (Jim Bob Moffet). Surya PALOH sendiri adalah salah satu suplier besar dalam bisnis yang caleg per tahunnya mencapai 3 milyar USD itu. Khususnya dalam makanan.  Di sinilah kelompok SP, JK dan tentu Jaksa Agung bersatu dengan kelompok KMP yang mulai melirik ke KIH mengeroyok SN sampai habis. Kali ini kelompok Surya PALOH menang besar karena Jaksa Agung yang sedang dirundung kasus Bansos Sumatera Utara seperti mendapat momentum untuk meninggalkan opini publik.   Kesimpulannya  Niat bisnis dan politik Surya PALOH sungguh sangat sempurna. Hal ini bisa dirumuskan dalam kalimat : kuasai tanah, dan kuasai hutan, setelah itu pakai Jaksa Agung untuk mencari kasus hukumnya, ekspose dengan kekuatan media dan tekan oleh fraksi Nasdem di DPR dan DPRD. Lalu pungut hasilnya. Ini adalah cara bisnis yang paling sederhana sekarang. Tetapi sangat untung.

Gambaran seputar pertarungan kepentingan antar Geng yang direpresentasikan dari para God Father Parpol yang terkuak di antaranya atas kasus Freeport menunjukkan beberapa hal penting sebagai berikut :

Pertama, bahwa hampir semua keputusan politik yang dihasilkan dari proses politik demokrasi di negeri ini tidak bisa dipisahkan dengan kepentingan pimpinan parpolnya

Kedua, karena hampir semua keputusan politik itu berorientasi pada kekuasaan oleh pimpinan parpolnya maka jauh dari tujuan benar-benar untuk memenuhi kepentingan rakyat

Ketiga, setiap keputusan politik yang dihasilkan melalui proses politik demokrasi selalu melibatkan para kapitalis penguasa bahkan melibatkan para kapitalis internasional melalui Multi Nasional Corporation seperti Freeport

Keempat, bahwa kebijakan politik apapun yang lahir dari sistem demokrasi hanya menjadi alat bagi para elit politik, penguasa dan pengusaha yang bersindikasi dengan para kapitalis internasional beserta kekuatan negara penjajah baik kekuatan politik, ekonomi, militer maupun intelijennya

Lalu pertanyaan mendasarnya adalah apa yang bisa diharapkan dari praktik penyelenggaraan oleh rezim antek dengan sistem produk penjajah untuk merealisasikan kepentingan rakyat ? Tentu hanya akan mendatangkan kesia-siaan. Perlu sebuah kesadaran yang asas dan menyeluruh kembali kepada sistem dari Illahi Rabbi yang telah menurunkan Islam dibawa oleh Rasullullah SAW sebagai jawaban atas seluruh problematika kehidupan manusia. Islam yang memuat Syariah, Dakwah, Khilafah dan Jihad. Wallahu A’lam Bis Showab. [Adil Nugroho (Pemerhati Sosial Politik)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Freeport dalam Bayang-bayang Kekuasaan"

close