Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masyarakat Kapitalis dan Sosialis Meniscayakan Adanya Penyimpangan Seksual


Beberapa tahun terakhir, di negeri ini dihebohkan dengan fenomena ragam penyimpangan seksual. 

Sebut saja mulai dari kasus Jakarta Internatiaol School (JIS), Emon di Sukabumi, kawin sejenis di Bali dan beberapa daerah lain, sampai pada fenomena LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) yang kian marak di beberapa kampus di negeri ini. 

Yang membuat kita semakin miris, ide tersebut dikemas dalam forum-forum diskusi intelektual dan sejenisnya oleh SGRC (Support Group and Resource Center On Sexuality Studies). 

Fenonena ini harus ditelisik ke akar persoalan, dan memberikan solusi tuntas secara ideologis dan komprehensip. Jika tidak, men “share” fenomena “kaum Luth” ini tanpa solusi, sama saja ikut handil dalam mengiklankannya. Karena bagi iklan, kebenaran isi tidak penting, yang terpenting adalah rating “share”.

Kelainan seksual eksis di suatu zaman ketika zaman itu memberikan lingkungan baik untuk tumbuh kembangnya penyakit masyarakat ini. Al Qur’an mengabadikan perilaku menyimpang ini dalam kisah Nabi Luth as. 

Nabi Luth AS diutus oleh Allah kepada masyarakat Sadum yang sangat rendah tingkat moral, mental, dan agamanya. Maksiat yang paling menonjol di mereka adalah perilaku “liwath” di kalangan laki-lakinya, dan lesbian di perempuan mereka. Firman Allah SWT.

(وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ. أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ)

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika Dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (liwath dan lesbian) itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?". "Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)". (An Naml 54-55).

Fenomena ini kemudian tidak mendapat tempat dengan kehadiran peradaban Islam, dan kembali marak, bahkan menjadi sebuah keniscayaan di kehidupan Kapitalis Barat maupun Timur Sosialis. 

Fenomena LGBT bukanlah sekedar kelainan perilaku yang “inhern” pada seseorang. Sebagaimana “curahan terdalam” dari seorang LGBT sebagai contoh. Ini adalah penyakit sosial yang tumbuh dari prinsip ideologi yang salah. 

Persoalan ini berakar dari kesalahan pandangan Barat dan Sosialis terhadap “gharizah na’u”, yakni naluri seksual yang ada pada manusia, terkait hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah tatanan masyarakat.

Barat dan Sosialis memandang hubungan laki-laki dan wanita dengan pandangan yang bersifat seksual semata. Bukan dengan pandangan untuk melestarikan jenis keturunan sebagaimana dalam Islam. 

Adanya naluri seksual pada manusia menurut mereka tujuannya adalah untuk semaksimal mungkin dilampiaskan. Dengan cara dan metode apa pun. Kapan dan di mana pun. Mereka menganggap tidak segeranya terpenuhi naluri seksual ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik fisik, psikis, maupun akalnya (an-Nizham al-Ijtima’i fil Islam, Syekh Taqiyuddin an Nabhaniy). 

Sehingga hal yang wajar di dunia Barat maupun Timur kita akan temukan di cerita-cerita, syair-syair, buku-buku, dan karya-karya mereka tidak akan lepas dari eksploitasi hubungan laki-laki dan perempuan secara seksual semata. Film-film karya mereka seolah tidak akan “afdhol” jika tidak melibatkan adegan yang mengubar nafsu seksual laki-laki dan wanita.

Bahkan pandangan ini sampai pada titik, bahwa karena naluri seksual itu yang terpenting adalah pemuasan, --dan nyatanya mereka tidak pernah menemukan “kepuasan” itu--, mereka terus mencari cara-cara pemuasan seksual yang aneh-aneh menurut kita. Akhirnya perilaku homo seksual, lesbi dan lain sebagainya menjadi suatu keniscayaan. 

“Kepuasan seksual” yang terus mereka cari, didukung dengan ide kebebasan dan HAM Barat, menjadikan penyimpangan seksual ini semakin menjadi. “Penelusuran seksual” peradaban Barat bukan berhenti di tansgender, namun “transmakhluk”. Tidak sedikit dari peradaban sampah ini yang mencari pemenuhan seksual pada binatang. 

Dan apakah yang mereka katakan “kepuasan seksual” sebagai dasari dari terciptanya naluri seksual itu terwujud? Jawabannya jelas tidak. Yang pasti, perilaku demikian telah menghantarkan mereka ke peradaban lebih rendah daripada binatang. Firman Allah SWT. 

(وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُون)

“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raf 179). 

Kaum muslimin...

Tumbuh suburnya LGBT adalah keniscayaan dari Masyarakat Barat Kapitalis maupun Sosialis. Tidak ada jalan tuntas atas persoalan “peradaban binatang” ini kecuali kita keluar dari peradaban Barat tersebut. Dan marilah dengan tanpa keraguan kita terus memperjuangkan peradaban kita yang asli, “Khilafah Islamiyyah ala Minhaj Nubuwwah”. [Luthfi Hidayat] [VM]

Posting Komentar untuk "Masyarakat Kapitalis dan Sosialis Meniscayakan Adanya Penyimpangan Seksual"

close