Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LGBT, Buah Penerapan Kapitalisme - Sekuler


Oleh : Lilis Holisah
(Pendidik Generasi di Home Schooling Group Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary - Serang)

Aktivitas para pegiat LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) sungguh kian mengkhawatirkan. Mereka sekarang lebih berani untuk terbuka bahkan melakukan provokasi. Sosialisasi LGBT yang kian marak membagi masyarakat Indonesia menjadi dua kubu yang saling bertentangan, mendukung LGBT atau menolaknya. 

Pilihan mendukung ataupun menolak LGBT sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pola pikir serta orientasi hidup yang merupakan hasil dari pemahamannya tentang kehidupan, dan pemahaman tentang hidup sangat dipengaruhi oleh aqidah yang dianutnya. 

Para pegiat LGBT memandang bahwa pilihan hidup yang mereka tempuh merupakan hak asasi yang tidak boleh diganggu. Hubungan sejenis suka sama suka bukanlah sebuah pelanggaran apalagi kriminalitas. Oleh karena itu mereka berjuang mendapatkan pengakuan dan legalitas atas nama kebebasan dan HAM. 

Pegiat LGBT mendapatkan angin segar dan kemajuan setelah di 14 negara pernikahan sesama jenis dilegalkan. Bahkan euphoria mewarnai kehidupan LGBT setelah  Badan Kesehatan Dunia (WHO) menghapus LGBT dari kelainan jiwa dalam daftar Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM V). Bagi para pegiat LGBT, ini merupakan sebuah keberhasilan yang sangat besar. Keberhasilan besar ini kemudian mendorong kaum LGBT untuk menjadikannya sebagai Hari Gay Sedunia.

LGBT, Sebuah Penyakit

LGBT merupakan sebuah penyimpangan dan penyakit yang sangat berbahaya. Setidaknya ada dua bahaya LGBT, yang pertama dari sisi kesehatan, dan yang kedua dari sisi perilaku. 

Bahaya dari segi kesehatan, berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat pada 2010 menyatakan, dari 50 ribu infeksi HIV baru, ternyata dua per tiga dari mereka adalah kelompok gay-MLM (male sex male). Dan, yang mengejutkan, satu di antara lima gay yang terinfeksi HIV tidak peduli penyakit HIV-AIDS. Artinya, tidak ada usaha untuk mencegah HIV tertular ke orang lain dan berpotensi menular ke partner seks lainnya.

Data terbaru CDC pada 2013 lebih mengerikan. Dari hasil screening gay umur 13 tahun ke atas, didapatkan sebesar 81 persen terinfeksi HIV dan 55 persen terdiagnosis AIDS.

Data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional memaparkan terjadi peningkatan jumlah penderita HIV di kelompok homoseksual, dari enam persen (2008) menjadi delapan persen (2010) dan terus menjadi 12 persen (2014). 

Sementara bahaya dari segi perilaku, sesungguhnya LGBT adalah sebuah perilaku yang sangat kotor dan menjijikan. Namun setelah mendapat pengakuan dari badan PBB yaitu WHO  yang menghapus LGBT dari daftar penyakit mental, saat ini banyak kalangan yang menganggap bahwa LGBT bukanlah sebuah penyakit, bukan merupakan penyimpangan, namun LGBT adalah sebuah perilaku normal bukan kelainan mental dan legal. Tentu saja anggapan ini membahayakan. 

Apabila LGBT dipandang sebagai sebuah perilaku normal, maka akan banyak sekali para pegiat LGBT dan berperilaku seperti mereka. Maka bisa dibayangkan bagaimana kehancuran negeri ini jika hal ini terus dibiarkan. Kerusakan generasi, kepunahan umat manusia tak kan bisa dihindari. Bagaimana bisa tidak terjadi kepunahan, sementara mereka keluar dari fitrah penciptaan jenis manusia? Tujuan diciptakannya jenis manusia adalah untuk melestarikan keturunan. Sementara bagaimana bisa pegiat LGBT melestarikan keturunan manusia, jika perilaku mereka menyimpang jauh dari fitrah penciptaan manusia? Maka masuk akal jika kita katakan bahwa perilaku menyimpang LGBT adalah penyakit yang sangat berbahaya. 

Buah Kapitalisme

LGBT saat ini bukan lagi menjadi perilaku individu semata namun sudah menjadi gerakan global yang terorganisir. Untuk mendukung gerakan LGBT, sebuah badan PBB, United Nations Development Programme (UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID. Dana sebesar US$ 8 juta (sekitar Rp 108 miliar) pun dikucurkan dengan fokus ke empat negara: Indonesia, China, Filipina dan Thailand. Dalam keterangan di situsnya, UNDP menyebutkan bahwa proyek ini dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang. 

Dukungan dunia tidak sebatas hal itu, belum lama ini PBB menerbitkan sebuah perangko yang diresmikan Administrasi Pos PBB. Perangko ini hanya berlaku untuk surat yang dikirim dari kantor PBB di New York, Geneva atau Wina. Ini adalah pertama kalinya PBB mengeluarkan perangko dengan tema LGBT.

Dukungan terhadap LGBT juga datang dari ‘warung kopi’ raksasa, Starbucks mendukung mereka yang ingin melakukan pernikahan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Kampanye iklan tersebut berbunyi ‘Minum Kopi, Dukung Pernikahan Sesama Jenis’. Selain itu, Starbucks menyumbangkan separo dari pendapatan perusahaan untuk mendukung pernikahan sejenis. 

Dukungan terus mengalir dari perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Apple, Google,  e-Bay, MasterCard, produsen pakaian bermerek GAP, Banana Republic, Levi Strauss & Co., Perusahaan makanan Ben & Jerry’s, Jet Blue, AT&T, Johnson & Johnson, Ernst & Young, Mondelez International (Produsen Oreo), Marc Jacobs, UBS, Citi, Orbitz, Cisco, Goldman Sachs, Marriott International, Moody’s, dan Expedia.

Kompas TV, adalah media lokal yang sudah secara terang-terangan mendukung LGBT. Demikian pula media sosial. Tidak hanya Line, media sosial Facebook dan aplikasi pesan Whatsapp juga memiliki stiker atau emoticon pro-LGBT.

LGBT di Indonesia didukung oleh orang yang nyata-nyata berfaham Liberal, seperti Musadah Mulia, dan Ulil Absar Abdalla.

Selain itu, dukungan juga muncul dari kalangan akademik/intelektual. Universitas Indonesia (UI) misalnya, muncul lembaga pro LGBT yang bernama SGRC (Support Group and Resource Center on Sexuality Studies) bulan Januari 2016 yang lalu.

Arus opini LGBT yang begitu massif, adalah bentuk serangan peradaban Kapitalis Barat terhadap masyarakat muslim. Dukungan, legitimasi dan pembenaran atas perilaku LGBT ini berurat akar dari pemahaman ideologi Kapitalisme - Sekuler. Terlebih ditunjang oleh perangkat peradaban Kapitalis seperti PBB, perusahaan raksasa, media, yang sangat sistematis menopang kampanye LGBT ini. Dengan dana yang begitu besar tentu saja.

Terapkan Islam

LGBT dalam pandangan Islam dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian).   
Terhadap pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan tersebut. Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri hujanan batu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an.

Dalam rangka memelihara keturunan manusia dan nasabnya, Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah keturunan. Berkaitan dengan hukuman pagi para pelaku LGBT, beberapa ulama berbeda pendapat. Akan tetapi, kesimpulannya para pelaku tetap harus diberikan hukuman. 

Bagi para pelaku lesbian, hukumannya adalah ta’zir. Ta’zir ini bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya. Sanksi untuk homoseks adalah hukuman mati, Tak ada khilafiyah di antara para fuqoha.  Sabda Nabi SAW :

"Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya." (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).

Apa yang dipropagandakan oleh pegiat LGBT, harus kita lawan. Apalagi sebagai seorang muslim, memiliki kewajiban ‘amar ma’ruf nahi munkar. Kita tidak boleh berdiam diri terhadap kemaksyiatan yang terjadi. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang sempurna harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, agar persoalan LGBT terselesaikan. Dan kehidupan umat manusia berjalan harmoni sesuai misi dan visi penciptaannya. Semua itu hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara totalitas dalam Negara Khilafah. Wa Allahu ‘alam. [VM]

Posting Komentar untuk "LGBT, Buah Penerapan Kapitalisme - Sekuler"

close