Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akhir Hidup Sang Khalifah Terakhir Kaum Muslimin


Pada suatu malam di tengah malam yang suntuk, secerca cahaya memancar dari perpustakaan di Istana Dolmabahce. Seorang tua duduk tenang dan membaca Al-Qur'an, merenungkan keadaan umatnya (yaitu kaum Muslim). Namanya Abdul Majid II dan dia adalah Khalifah Islam ke-101.
Dua tahun sebelumnya, sepupunya Sultan Muhammad VI telah diasingkan ke Italia (di mana ia kemudian mati kelaparan) dan Kesultanan Utsmani telah ditekan oleh Majelis Nasional Agung Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal. Kekuatan nasionalis Turki akhirnya membawa Utsmani pada akhir sejarahnya, namun mereka ragu bisa menghapuskan kekhalifahan secara langsung, karena khawatir akan reaksi besar yang akan terjadi.

Mereka memulai kampanye dengan kekerasan dan intimidasi untuk memastikan bahwa semua orang yang mendukung Khalifah telah disingkirkan. Akhirnya, pada malam 3 Maret 1924, mereka memulai langkah bejatnya. Seorang utusan tentara muda membuka pintu perpustakaan. Khalifah terus membaca Al-Qur'an. utusan tersebut awalnya terkejut oleh pemandangan itu, tapi ia memaksa dirinya membacakan proklamasi dari Majelis Nasional Agung Turki.

Khalifah pun menolak meninggalkan Istanbul, tapi orang terdekatnya khawatir bahwa mereka semua akan dibunuh oleh tentara yang sekarang mengepung istana dan menangkap dia beserta keluarganya, termasuk perempuan dan anak-anak semua di bawah todongan senjata. Setelah menimbang beberapa pilihan yang ia miliki, dengan berat hati ia mengemas beberapa pakaian dan pergi ke pengasingan.

Sebelum Subuh, Khalifah dibawa ke stasiun kereta api utama di bawah todongan senjata di mana ia dan keluarganya ditempatkan di Orient Express menuju Swiss. Amplop berisi £ 2000 diberikan kepada orang yang meninggalkan seluruh istana penuh berlian, zamrud dan emas. Kepala stasiun bergegas membawa Khalifah dan keluarganya ke rumah yang kecil di sebelah stasiun kereta api untuk melindungi mereka dari dinginnya peron sementara mereka menunggu kereta yang akan mengantarkan mereka dalam perjalanan yang menyedihkan itu.

Saat meminum teh yang disuguhkan, Khalifah mengucapkan terima kasih atas keramahannya. Kepala stasiun, yang merupakan seorang Yahudi, mulai menangis. "Bagaimana Anda dapat berterima kasih padaku?" Tanyanya, terutama mengetahui bahwa itu adalah khalifah Islam yang telah menjamin kehidupan dan martabat orang-orang Yahudi setiap kali mereka dianiaya di tempat lain di dunia (misalnya Spanyol). Sebaliknya, ia mengucapkan terima kasih kepada Khalifah atas kesempatan yang sangat terhormat baginya karena bisa menjamu Khalifah walau hanya sebentar.

Di pagi hari, umat Islam terbangun dan mendengar berita yang sulit untuk mereka percayai sebelumnya bahwa Khilafah telah dihapuskan. Ada kerusuhan, demonstrasi dan pemberontakan di berbagai tempat, tapi tentara segera menghadapi semuanya dengan keras.

Khalifah terakhir menghabiskan hari-harinya berjalan di sepanjang geladak di Paris, Prancis. Di sana, ia menjalani kehidupan yang sederhana sampai ia meninggal pada tahun 1944 selama pendudukan Nazi di Perancis. Tidak pernah ada Khalifah yang dikubur di tanah non-Muslim, tubuh Abdul Majid II pun akhirnya diangkut dan dimakamkan di Jannah Al-Baqi pemakaman di Madinah al-Munawwarah. Di akhir hidup sang Khalifah maka disitu jugalah bersamaan berakhirnya kesatuan politik dan spiritual di negeri-negeri Muslim masa kini dan Timur Tengah khususnya. Mereka kehilangan persatuan, perdamaian dan kemakmuran yang pernah dimiliki sebelumnya.[VM]

Sumber: Ottoman Imperial Archives

Posting Komentar untuk "Akhir Hidup Sang Khalifah Terakhir Kaum Muslimin"

close