Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Jumpa Hati Perempuan Lintas Agama", Bentuk Gagal Paham Toleransi

Suasana pertemuan perempuan berkerudung Islam-Katolik di halaman Gereja Kristus Raja, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (9/3/2016) siang (Foto : Kompas Online/VM)
Oleh : Maya Ummu Azka (*)

Sebuah komunitas perempuan berkerudung dari kalangan Islam dan Katolik menggelar pertemuan bertajuk "Jumpa Hati Perempuan Lintas Agama" di halaman Gereja Kristus Raja, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (9/3/2016) siang. 

Ratusan perempuan berkerudung, tua dan muda, dari kalangan Muslimat, Fatayat dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU), serta para suster biarawati dan perempuan Katolik bermantila ataupun berpasmina, larut dalam suasana penuh keakraban dan sukacita itu. 

Sebuah pemandangan langka terjadi setelah lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dinyanyikan sebagai pembuka. Ayat suci Al Quran diikuti Kidung Magnificat Maria mengalun. (kompas online)

Apa yang ada di benak kita ketika membaca penggalan berita di atas? Sungguh naif bila sebuah kata toleransi dimaknai dengan berkumpul bersama di tempat ibadah agama lain dan bahkan menyandingkan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dengan kidung pujian Kristiani. 

Kerancuan pemikiran masyarakat tentang toleransi tak hanya menghinggapi rakyat awam, kalangan birokrat pun turut gagal paham. Ini terlihat dari perayaan Natal 2015 tingkat pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang digelar di Ghradhika lalu, ada duet antara Romo Aloysius Budi Purnomo Pr dengan Drs KH Amin Budi Harjono pengasuh pondok pesantren Al Ishlah Semarang yang memainkan lagu Malam Kudus melalui saxophone dipadukan nyanyian ‘sholawat’ (www.jatengprov.go.id)

Nampaknya ummat Islam mulai banyak yang terinfeksi paham pluralisme yang menyamakan semua agama, menganggap bahwa semua agama adalah benar. Atas nama toleransi ummat digiring dalam paham sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran dan ritual peribadatan agama. Dalam kasus ini jelas terlihat dengan menyandingkan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dan kidung kristiani. Jika dibiarkan tentu saja ummat akan semakin terjerumus, tak lagi meyakini keagungan agamanya dan mengakui kebenaran agama lain. Lambat laun perkawinan beda agama dan murtad tidak lagi dianggap sebuah kesalahan.

Diakui atau tidak, toleransi saat ini digunakan sebagai senjata oleh kalangan liberal dan non-Muslim untuk menyasar Islam dan umatnya. Sedikit-sedikit mereka menyebut kaum Muslim tak toleran jika ada masalah yang menyangkut komunitas non Muslim, tak toleran jika menolak memasuki tempat peribadatan agama lain, ekstrim jika enggan mengucapkan selamat untuk hari besar agama lain.

Apa Itu Toleransi

Toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hlm. 702, Pustaka Progresif, cet. 14). Toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).

Islam mengajarkan sikap toleransi, yaitu membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya, serta tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam. Adapun dalam konteks muamalah, Rasul saw. berjual-beli dengan non-Muslim secara adil. Rasul juga menjenguk non-Muslim tetangga beliau yang sedang sakit. Rasul juga bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim. 

Toleransi semacam ini telah memberikan contoh bagi masyarakat lain. Bahkan toleransi Islam tetap terasa hingga masa akhir Khilafah Utsmaniyah. TW Arnold dalam bukunya, The Preaching of Islam, menyatakan: “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman (Khilafah Turki Utsmani)—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa…”

Namun, toleransi dalam Islam itu bukan berarti menerima keyakinan yang bertentangan dengan Islam. Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadîr menyatakan: Abd ibn Humaid, Ibn al-Mundzir dan Ibn Mardawaih telah mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas bahwa orang Quraisy pernah berkata kepada Rasul saw., “Andai engkau menerima tuhan-tuhan kami, niscaya kami menyembah tuhanmu.” Menjawab itu, Allah SWT menurunkan firman-Nya, yakni surat al-Kafirun, hingga ayat terakhir:

… "untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku(TQS al-Kafirun [109]: 6)

Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim dan ath-Thabrani juga mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas, bahwa orang Quraisy pernah menyeru Rasul saw. seraya menawarkan tahta, harta dan wanita. Tujuannya agar Rasul berhenti menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan keburukan. Mereka juga menawarkan diri untuk menyembah Tuhan Muhammad asal berikutnya Rasul gantian menyembah tuhan mereka. Sebagai jawabannya, Allah SWT menurunkan surat al-Kafirun itu.

Dari sini jelas, umat Islam haram terlibat dalam peribadatan pemeluk agama lain. Umat Islam juga haram memakai atribut yang identik dengan kaum kafir karena berarti menyerupai mereka. Rasul saw. melarang tindakan demikian.

"Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka" (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Imam ash-Shan’ani menjelaskan, “Hadis ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa siapa pun yang menyerupai orang kafir, pada apa saja yang menjadi kekhususan mereka—baik pakaian, kendaraan maupun penampilan—maka dia termasuk golongan mereka.”

Akibat Tiada Penjaga

Lemahnya pemahaman kaum muslimin terhadap permasalahan ini tak lepas dari ketiadaan penjagaan terhadap akidah ummat. Penjagaan terhadap akidah adalah kewajiban negara, namun tentu saja tak mungkin berharap pada pemerintah saat ini yang jelas-jelas sekuler. 

Sudah saatnya bagi kita bersegera memperjuangkan tegaknya negara yang mau dan mampu melindungi akidah ummat. Namun tentu saja tetap mengayomi rakyatnya yang non muslim selama mereka tunduk patuh terhadap aturan negara. [VM]

(*) Aktivis Islam

Posting Komentar untuk ""Jumpa Hati Perempuan Lintas Agama", Bentuk Gagal Paham Toleransi"

close