Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sisi Gelap Perempuan dan Anak dalam Sistem Kapitalisme


Oleh: Rahmadinda Siregar (*)

''Pledge for Parity'' adalah tema besar yang diusung oleh WHO pada 8 Maret 2016 lalu. Dengan peringatan International Women Day ini diharapkan di seluruh dunia isu ‘keterjajahan wanita atas pria’ tidak terdengar lagi. Inipun merupakan lanjutan dari kampanye Internasional, ''Planet 50:50 pada 2030 : melangkah menuju Kesetaraan Gender'', yang diluncurkan organisasi WHO dengan tujuan memperbarui komitmen negara-negara untuk mengimplementasikan kebijakan kesetaraan gender di negara-negara mereka. Melalui peringatan Hari Perempuan Internasional ini diharapkan setiap orang baik laki-laki dan perempuan berikrar mewujudkan sebuah langkah konkret untuk ‘membantu’ tercapainya  kesetaraan gender dengan cepat. Wanita diharapkan mampu melanjutkan kontribusinya dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan prestasi politik. Namun, akankah pemberdayaan wanita ini akan mensejahterakan mereka.? 

Sejak 2006 Bank Dunia sudah mengakui bahwa memberdayakan perempuan adalah “smart economics”. Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, menyatakan pada tahun 2012 lebih dari 80 persen pinjaman dan dana hibah Bank, atau sebesar lebih dari 28 miliar dolar AS, dialokasikan untuk proyek terkait gender. Artinya, dana besar yang digelontorka oleh Bank Dunia tersebut bukan semata-mata untuk mensejahterakan wanita, tetapi ada ‘target politik’ pencapaian ekonomi para Kapitalis. 

Direktur Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (Kapal), Misiyah, dalam diskusi mengenai Hari Perempuan Internasional di Cikini, 6 Maret 2016 mengatakan bahwa masih banyak ketimpangan dan juga kekerasan yang sering dialami oleh perempuan, padahal dalam tujuan Millenium Develovment Goals (MDG’s) ada slogan ‘no one left behind’. Bahkan salah satu isu ketimpangan yang nyata adalah persoalan ekonomi yang 77 persen dari pembangunan di Indonesia hanya dinikmati segelintir orang yaitu sekitar 10 persen. Ketimpangan tersebut menyebabkan perempuan menjadi korban ‘kesenjangan penghasilan’. Di sisi lain, duka dirasakan oleh perempuan Indonesia yaitu kemiskinan dan kebijakan pasar bebas. Kondisi kehidupan sosial yang sering dialami para perempuan yakni kekerasan dan penganiyaan. Di kawasan asia pasifik jumlah korban kerja paksa secara global sebanyak 11,55 juta perempuan  dengan presentase tertinggi sebanyak 56 persen (ILO,2012).

Isu keterjajahan secara gender dalam perspektif Kapitalisme sebenarnya bukan suatu hal yang ‘rahasia’ lagi. Keberadaan Kapitalisme dalam memandang wanita hanyalah sebagai komoditas ekonomi. suatu hal yang wajar jika berbagai problem ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan ini menjadi makanan sehari-hari. kesetaraan gender merupakan ide Barat yang lahir darisejarah panjang penindasan perempuan dalam sistem masyarakat sekuler. Menurut Dr. Nazreen Nawaz Direktur Divisi Muslimah, Central Media Office of Hizbut Tahrir.

Konsep kesetaraan gender yang ditegakkan dalam hukum internasional dan nasional, telah gagal secara nyata untuk mencegah 1 dari 3 perempuan menjadi korban kekerasan di seluruh dunia, atau 3 perempuan terbunuh setiap hari di USA di tangan pasangannya atau mantannya, atau 1 dari 10 perempuan di Eropa mengalami kekerasan seksual. Hukum ini jelas gagal melindungi ribuan muslimah yang dibunuh oleh Basyar Asad atau perang yang diprakarsai Barat di Irak dan Afghanistan.  Seruan kesetaraan gender bukanlah solusi praktis atas ketertindasan perempuan, karena sejatinya program kesetaraan gender tersebutpun di design hanya untuk kepentingan para Kapitalis. Saat ini, yang diperlukan oleh perempuan dan anak di seluruh dunia adalah perlindungan dan penjagaan terhadap kehormatan mereka. Penjagaan dan perlindungan tersebut tidak akan mungkin lahir dan hadir dari ideologi Kapitalisme apalgi sosialisme. Tentunya, hanya Syariat Islam dengan konsep Khilafah yang mampu mewujudkan junnah (perisai hakiki) bagi wanita dan anak. Satu-satunya solusi untuk menghapus ketertindasa itu hanya dengan menegakkan kembali institusi Khilafah Islamiyah ala minhajjin nubuwah dengan penerapan syariat Islam secara Kaffah. [VM]

(*) Mahasisiwi UIN SuKa

Posting Komentar untuk "Sisi Gelap Perempuan dan Anak dalam Sistem Kapitalisme"

close