Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Haruskah Kita Dukung Revisi UU Anti Terorisme?


Masih belum lekang ingatan kita terhadap kasus terduga teroris Siyono yang menjadi pembahasan hangat beberapa waktu lalu, dan bahkan mungkin hingga hari ini. Kasus ini terus menjadi sorotan publik dan semakin membesar bak bola salju. Ibarat kata pepatah, ‘senjata makan tuan’, kasus ini akan membongkar kebususkan Densus 88 juga UU Anti Terorisme sebagai payungnya.

Banyak desakan yang terus bermunculan dari barbagai pihak agar ada evaluasi atas kinerja Densus 88, termasuk terhadap kinerja kontra terorisme. Dahnil Anzar Simanjutak menilai selama ini Densus 88 sama sekali tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya atas terduga terorisme. Bahkan menurut dia, banyak terduga terorisme yang potensial membuka tabir gerakan radikalisme di Indonesia justru mati dibunuh Densus.

Di tengah kinerja dan profesionalitas Densus 88 dan penanggulangan terorisme yang terus dipertanyakan dan dikritik, mestinya peemerintah mengevaluasi, mengaudit atau bahkan membekukan Densus dan program kontra terorisme. Bukannya melakukan itu, Pemerintah justru akan menambah anggaran untuk Densus dengan menggelontorkan dana sebesar Rp. 1,9 triliun. Anggaran yang dimasukkan dalam APBN-P 2016 itu kabarnya untuk membentuk Tim Densus 88 di setiap Polda seluruh Indonesia (RMOL, 19/2/2016).

Selain itu pemerintah juga bernafsu sekali untuk merevisi UU Anti Terorisme, yang akan memudahkan aparat terkait alat bukti permulaan, memperpanjang masa penahanan hingga 300 hari (hampir satu tahun), memperluas definisi ancaman terorisme yang multitafsir, memasukkan soal hate speech (ujaran kebencian) yang juga multitafsir, dan banyak ketentuan multitafsir lainnya. Dengan semua itu, aparat semakin berpotensi besar menjadi alat represif, alat membungkam kritik dan alat kepentingan politik. Padahal dengan UU yang ada sekarang saja, perlakuan dalam kontra terorisme sudah sedemikian keterlaluan, apalagi kalau kewenangannya semakin diperkuat.

Aksi kekerasan dan terorisme apalagi menyebabkan orang terbunuh jelas tidak dibenarkan dalam syariah Islam sehingga harus ditolak. Namun, membunuh atau menyebabkan tewasnya orang (termasuk yang masih terduga teroris) dengan alasan untuk pemberantasan terorisme, juga tidak dibenarkan. Hal itu merupakan kedzaliman. Revisi UU Anti Terorisme juga kedzaliman. Sebab, revisi itu akan terus melanggengkan kedzaliman, bahkan bisa semakin memperbesar kedzaliman yang terjadi. 

Sesungguhnya Allah Swt telah mengingatkan kita, “Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang zalim yang meyebabkan kalian disentuh api neraka. Sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan”, (TQS Hud: 113).

Karena itu umat Islam tidak boleh cenderung apalagi mendukung kedzaliman dan pelakunya, apalagi jika pelaku kedzaliman itu adalah negara. Umat Islam tidak boleh diam saja dan harus menolak semua itu, karena hanya dengan itulah pertolonganNya akan segera turun. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [VM]

Oleh : Ilfa Adibah, di Bumi Allah

Posting Komentar untuk "Haruskah Kita Dukung Revisi UU Anti Terorisme?"

close