Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mempertanyakan Empati Wartawan yang Tersenyum Bersama Pembantai Umat Islam


Oleh: Kholila Ulin Ni’ma, M.Pd.I (*)

Hari Senin (28/3/2016) Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertemu dengan wartawan-wartawan senior Indonesia yang datang ke Israel atas undangan dan inisiatif dari Kementerian Luar Negeri Israel. Enam wartawan yang diundang pemerintah Israel itu berasal dari Tempo, Kompas, Bisnis Indonesia, Metro TV, Jawa Pos dan Jakarta Post. Kedatangan para wartawan ini ke Israel telah menuai banyak kontroversi. Ada yang menganggap hal ini wajar sebagai Jurnalis yang bersikap netral dan Pers Indonesia dianggap telah dewasa untuk menentukan sikap terhadap Israel. Namun kecaman dan ungkapan kekecewaan pun tak sedikit dilontarkan pada para wartawan senior Indonesia yang memenuhi undangan penguasa Israel Benyamin Netanyahu. Ada yang menyayangkan kunjungan tersebut karena sangat kontradiktif dengan konstitusi Indonesia yang menentang penjajahan, karena faktanya Israel masih menjajah Palestina. Bahkan ada pula yang menyebutkan bahwa kunjungan tersebut telah menjatuhkan harga diri Indonesia sebagai umat Islam terbesar di dunia. Kecuali jika Palestina telah merdeka dari penjajahan Israel, maka hubungan diplomatik dengan Israel bisa dibuka. 

Mempertanyakan Rasa Empati

Jika dikatakan ini adalah kunjungan yang wajar sebagai jurnalis, maka sebenarnya itu kurang tepat. Karena sesungguhnya sikap para wartawan ini sangat menyakitkan banyak umat. Ini sebenarnya soal bagaimana kita memiliki sikap empati terhadap penderitaan orang lain. Coba dibayangkan, bagaimana mereka bisa berjabat tangan mesra dengan orang yang menghancurkan rumahnya, menghancurkan desanya, menghancurkan kotanya, menghancurkan negaranya? Bagaimana mereka bisa tersenyum dengan orang yang telah membunuh istrinya, anaknya, ayahnya, ibunya, keluarga dan saudaranya? Padahal, umat Islam dimanapun berada (termasuk di Palestina) adalah saudara kita. Bagaimana mungkin seseorang bisa tersenyum dan berfoto bersama orang yang masih berlumuran darah saudaranya?

Rasulullah SAW telah jelas menyatakan:

الْمُسْلِمُ أَخُوالْمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ

“Seorang muslim saudara dengan muslim lain, ia tidak menganiayanya dan tidak akan menyerahkannya (pada musuh).” (HR Bukhari dan Muslim)

Jika dikatakan Wartawan adalah sebuah profesi yang harus terbuka kepada semua pihak yang terlibat dalam sebuah konflik. Andaikan itu liputan, tidak masalah. Masalahnya ini bukan liputan, tetapi ini pertemuan. Siapa bertemu siapa itu juga sudah sangat jelas. Ini pasti ada misi, baik misi dari lembaga pers yang mengutusnya maupun dari Israel yang mengundang, sebab mereka datang sebagai delegasi.
Jika kita mengingat kesepakatan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) yang diadakan di Indonesia beberapa waktu lalu, tampaknya ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para wartawan tersebut.

Yang Perlu diperhatikan

Selain tidak adanya empati, diunggahnya foto para wartawan Indonesia yang tersenyum dengan PM Israel tersebut oleh situs Israel mengungkapkan beberapa hal lainnya.

Pertama, ini merupakan penegasan yang kesekian kali, sebagian pers Indonesia itu cenderung semakin liberal, pragmatis dan berstandar ganda. Satu sisi mereka begitu getol bicara tentang pelanggaran HAM, mengutuk terorisme, menyerukan perdamaian, menyerukan adanya hukuman yang setimpal untuk para pelaku teroris. Tetapi di sisi lain, mereka dengan ringannya bertemu orang yang justru melakukan semua yang mereka kutuk.

Bicara HAM, negara mana yang sekarang paling banyak melanggar HAM? Israel. Siapa pemimpin Israel? Benjamin Netanyahu. Kalau mereka menyerukan bahwa pelaku teroris itu harus dihukum keras, maka yang di antaranya adalah orang yang sedang berdampingan dengan mereka di foto itu. Standar ganda itu bisa mereka lakukan, karena pragmatisme itu. Mengapa bisa pragmatis? Karena mereka memang liberal. Semakin liberal, semakin pragmatis.

Kedua, jelas ini bagian dari propaganda Israel. Israel tahu Indonesia adalah negeri mayoritas Muslim yang besar, yang tentu suaranya sangat berpengaruh. Sampai sekarang, Indonesia masih mendukung kemerdekaan Palestina. Sampai sekarang juga, Indonesia tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel. 

Hal ini jelas dikatakan oleh Netanyahu dalam pidatonya bahwa dia berharap kunjungan wartawan Indonesia tersebut dapat membantu dalam mengubah hubungan Indonesia dan Israel. Artinya dengan adanya pertemuan tersebut Israel menginginkan hubungan yang lebih mesra dengan Indonesia.

Situs Kementerian Luar Negeri Isreal dengan tegas juga memuat pernyataan perdana menteri Israel itu,“Telah tiba waktunya untuk menjalin hubungan resmi antara Indonesia dan Israel,” kata Netanyahu.

“Kita memiliki banyak kesempatan untuk bekerjasama di bidang air dan teknologi. Israel memiliki hubungan yang sangat baik dengan beberapa negara di Asia, khususnya Cina, Jepang, India dan Vietnam. Selain itu Israel juga memperdalam hubungan dengan Afrika, Amerika Latin dan Rusia,” terangnya.

Netanyahu juga mengklaim bahwa hubungan Israel dengan dunia Arab juga tengah berubah. Menurutnya keduanya merupakan sekutu dalam memerangi Islam radikal.

“Hubungan antara Israel dan Indonesia juga harus berubah. Saya memiliki lebih dari seorang teman Indonesia di Facebook. Telah tiba waktunya untuk mengubah hubungan kita, alasan yang mencegah ini tidak lagi relevan dan saya berharap bahwa kunjungan Anda akan membantu upaya ini,” pungkas Netanyahu.

Padahal Allah SWT berfirman:

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَتَّخِذوا بِطانَةً مِن دونِكُم لا يَألونَكُم خَبالًا وَدّوا ما عَنِتُّم قَد بَدَتِ البَغضاءُ مِن أَفوٰهِهِم وَما تُخفى صُدورُهُم أَكبَرُ ۚ قَد بَيَّنّا لَكُمُ الءايٰتِ ۖ إِن كُنتُم تَعقِلونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”.(Q.S. Ali Imran: 118)

Seperti diketahui, Israel telah berulangkali melakukan tindak kekerasan terhadap rakyat Palestina dan mencaplok wilayah mereka. Ketika muncul gerakan perlawanan dari Palestina, berulangkali Israel secara sepihak memberikan label teroris kepadanya. Oleh karena itu, status “kerjasama kemitraan” ini juga haram dilakukan, karena secara nyata digunakan untuk menguasai kaum Muslim:

وَلَن يَجعَلَ اللَّهُ لِلكٰفِرينَ عَلَى المُؤمِنينَ سَبيلًا

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.S. an-Nisa’ [04]: 141)

Menjalin kemitraan dengan Israel tidaklah akan menjadikan umat Islam mulia, maju dan berwibawa. Resep-resep ramuan kapitalisme seperti demokratisasi, HAM, liberalisme, dialog peradaban, kerjasama militer dan lain sebagainya hanya akan menjadikan penyakit yang telah menjangkiti negeri ini yakni berbagai goncangan politik dan ekonomi serta moral semakin parah dan akut sebagaimana negeri Islam lainnya yang berujung keporakporandaan dan kebinasaan.

Ketiga, Media memegang peran penting dan strategis dalam pembentukan pemikiran masyarakat. Menguasai media artinya menguasai dunia. Media adalah alat propaganda paling dahsyat setidaknya untuk era sekarang ini. Apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianngap penting pula oleh masyarakat. Apa yang diabaikan oleh media, maka akan diabaikan pula oleh masyarakat. Sehingga, secara imani seharusnya media saat ini tidak hanya bersikap netral, melainkan menunjukkan keberpihakannya pada kebenaran (Islam). Sangat disayangkan jika sampai media digunakan sebagai alat propaganda dalam kebatilan.

Maka pertemuan para wartawan Indonesia dengan penguasa Israel itu tidak selayaknya dilakukan. Inilah yang terjadi jika media terjebak dengan arus liberalisme di dunia. Bukan kerahmatan, akan tetapi justru kemadharatan yang didapatkan. Hanya dengan syari’ah Islam dalam Institusi Islam lah media bisa senantiasa berpihak dalam kebenaran. Allahu a’lam bish-shawaab [VM]

(*) Ko.Media Muslimah HTI DPD II Tulungagung, Dosen Tetap di STAI al-Fatah Pacitan Jatim

Posting Komentar untuk "Mempertanyakan Empati Wartawan yang Tersenyum Bersama Pembantai Umat Islam"

close