Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menggugat Demokrasi


Oleh : Umar Syarifudin 
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pernah mengeluarkan pernyataan pedas terkait praktik politik di Indonesia yang menganut demokrasi. Menurut dia, tak ada Partai Politik (Parpol) yang bersih di Indonesia. "Tidak ada partai kotor dan bersih, semuanya sama begitu juga kualitasnya sama. Ada tokoh-tokohnya yang bersih, tapi juga semua Parpol terlibat korupsi. Sehingga banyak tokoh-tokohnya yang masuk penjara, " ungkap Mahfud MD.

Sudah menjadi rahasia umum apabila praktik politik demokrasi  didominasi oleh trik, intrik dan konflik. Partai Politik seolah menjadi satu-satunya saluran resmi aspirasi rakyat untuk menentukan nasib kehidupannya sendiri. Namun harapan rakyat menitipkan nasib kehidupannya kepada partai politik menjadi pudar. Turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik menjadi bukti. Partai politik dalam sistem politik Demokrasi, apapun orientasi ideologisnya pasti terjebak permainan pragmatis.

Partai politik sudah pasti akan sibuk dan fokus untuk memperbesar asset dukungan dan akses kekuasaan melalui jalur parlemen penuh dengan permainan kotor. Partai Politik yang harusnya mengedukasi dan mencerdaskan rakyat dengan keteladanan.  Justeru menjadi problem maker yang semakin memberatkan kehidupan rakyat di tengah deraan kehidupan multi kompleks. Inilah gambaran sebenarnya kehidupan partai politik yang bobrok buah konsekuensi dari pilihan sistem Demokrasi. Dengan kata lain Demokrasi akan mencetak para elit penguasa dan elit politik yang korup dan penipu.

Inilah konsekuensi demokrasi yang dipraktikkan di semua negara. Politik menjadi mata pencaharian. Semua atas nama demokrasi. Jalan demokrasi melahirkan anarki pemerintah untuk mendholimi rakyatnya dengan berbagai legalisasi produk-produk UU liberal.  Dalam demokrasi, money politik sudah biasa. Parahnya, masyarakat kurang peduli dengan politik uang, bahkan terkesan malah mengharapkan sesuatu dari tokoh yang akan bertarung dalam proses demokrasi rakyat seperti pemilu. Hal ini dapat dibuktikan oleh survei dari Lembaga Survei Nasional (LSN) yang dilakukan pada 5 sampai 15 Maret 2014 di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Survei tersebut menyatakan pemilu 2014 rawan politik uang karena 69,1 persen mengaku bersedia menerima uang dari calon legislatif atau partai, sedangkan 30,9 persen menyatakan akan menolak pemberian uang dari calon legislatif atau partai manapun. 30,9 persen itu yang masih mengaku akan menolak uang, belum lagi banyak yang tidak jujur tentunya dari sebagian mereka. Setelah berkuasa, para penguasa tersebut seakan-akan tidak tampak lagi dan menghilang ditelan bumi.

Politisi yang mengandalkan materi yang berlimpah serta tampil kapabel agar menarik simpati dari masyarakat merupakan salah satu dari ciri politisi busuk. Dengan membagi "rejeki" kepada masyarakat, harapan mereka sangat besar untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya walaupun modalnya dari dana hutangan. Hanya ada 2 (dua) opsi yang akan mereka hadapi setelahnya. Jika gagal mereka akan stres karena banyak hutang, dan jika sukses harus berupaya keras untuk menutupi hutang. Rakyat selama puluhan tahun telah berpengalaman dengan kedustaan-kedustaan dan aib-aib rezim sekuler. Kerusakannya telah membuat rakyat muak dan telah menjadi pembicaraan semua orang baik kecil maupun besar.

Manifestasi yang dibawakan oleh politisi sebenarnya hanya mengincar dan menumpuk investasi materi. Saat tampil sebagai orang yang berkuasa, mereka akan duduk sebagai orang terhormat. Di sisi lain, mereka tetap harus mengembalikan modal yang keluar saat kampanye pada prapemilu. Tidak ada lagi didapati politisi yang mengartikan kekuasaan sebagai manajerial yang akan selalu memperhatikan aspirasi dari bawah sebagai sumber masukan dan komponen manajemen itu sendiri. Yang ada adalah politisi busuk yang meraup materi sebanyak-banyaknya untuk menutupi modal dan menambah kekayaan sehingga terjadilah korupsi.Ini termasuk salah satu cacat bawaan sistem dan negara penganut sistem demokrasi. 

Sistem republik ini dengan rejim sekuler demokratis, selalu mati-matian menyembunyikan wajah celanya yang sebenarnya anti penerapan syariah Islam.  Disamping itu, sistem itu sendiri adalah sistem sama yang menimpakan bencana kepada kita dengan agenda swastanisasi dan liberalisasi segala lini kehidupan, bahkan menjerumuskan semua orang yang hidup di negeri kaum muslim ke jurang kerendahan dan ketundukan kepada barat kafir melalui tangan para anteknya.

Apakah belum tiba waktunya bagi kita berdiri dengan sikap yang membuat Allah ridha. Memperhatikan keridhaan Allah tidak bisa dilakukan dengan memperhatikan apa yang diperintahkan oleh gembong sistem dengan memantapkan demokrasi baik secara kultural maupun perilaku. Demokrasi telah menjadikan hak membuat hukum sebagai milik manusia dengan mengesampingkan Tuhannya manusia. Demokrasi itu bertolak belakang secara diametral dengan Islam. Demokrasi itu merupakan pangkal bencana di negeri ini. Demokrasi yang dijadikan oleh Obama dan Jokowi dan pemimpin-pemimpin barat sebagai misi mereka yang mereka sebarkan dan mereka pasarkan kepada rakyat Indonesia agar meyakininya. Demokrasi itulah pandangan hidup mereka dan sekaligus alat penjajahan mereka. Demokrasi itu berasal dari sistem kapitalisme yang hanya mendatangkan bencana, kehancuran, musibah dan pertumpahan darah bagi dunia. [VM]

Posting Komentar untuk "Menggugat Demokrasi"

close