Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ada Cina di Kereta Cepat Jakarta-Surabaya


Oleh : Umar Syarifudin
Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri

Jepang dan Cina menjadi rival sejati dalam hal persaingan pembangunan kereta cepat di dunia. Kedua negara berlomba-lomba menawarkan teknologi “kereta peluru” mereka ke berbagai benua. Jepang dan Cina bersaing di proyek kereta cepat AS untuk rute Los Angeles–San Francisco sepanjang 559 km dengan investasi USD 68 miliar. Kedua negara juga bersaing di proyek serupa di banyak negara. Jepang telah melakukan beberapa studi kereta cepat di India, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan Cina, belum lama ini meresmikan proyek kereta cepatnya di luar negaranya yaitu Turki sepanjang 530 km yang menghubungkan Kota Istanbul dengan Ankara.

Pembangunan kereta api cepat ini bisa disebut proyek mercusuar Jokowi, yang dibantu teknologi dan pendanaan dari perusahaan Tiongkok. Ini menandai era baru investasi Tiongkok di Indonesia yang selama ini menuai kritik akibat kualitas rendah.

Hari ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan Pemerintah Jepang menawarkan untuk mengerjakan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya. JK mengatakan pemerintah mengupayakan untuk memulai proyek pembangunan pada tahun depan. "Ya tergantung nanti persetujuan. Kita usahakan tahun depan mulai," katanya di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (27/5). 

Direktur Transportasi Kementerian PPN/Bappenas Bambang Prihartono menjelaskan pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya ini sangat penting dilaksanakan untuk mempercepat atau memotong waktu transportasi dari Jakarta ke Surabaya. Proyek kereta cepat Jakarta-Suarabaya merupakan proyek jangka panjang pemerintah untuk moda transportasi mutakhir, di mana bagian pertamanya adalah rute Jakarta-Bandung yang dikerjakan secara antarbisnis (business to business).

Menurunya, rute kereta cepat itu didesain dari Jakarta melewati Bandung, karena trayek tersebut memiliki sisi ekonomis yang tinggi, sehingga memungkinkan partisipasi swasta. Selanjutnya, setelah melewati Bandung, kereta tersebut akan melaju melalui Cirebon, termasuk menjadi sarana transportasi untuk Bandara Internasional Kertajati, Majalengka. Setelah dari Cirebon, kereta cepat itu akan melewati jalur trayek pantai utara menuju Surabaya.

Proyek kereta cepat di Indonesia digagas pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2008, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merancang proyek kereta cepat jurusan Jakarta – Surabaya. Japan Internasional Corporation Agency (JICA) ditunjuk untuk melakukan studi kereta cepat sepanjang 700 km itu. Dana yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 2,1 triliun yen atau sekitar Rp245 triliun.

Hasil studi JICA memunculkan alternatif rute prioritas kereta cepat Jakarta-Surabaya yaitu rute pantai utara melalui Jakarta-Cirebon sepanjang 207,3 km atau Jakarta-Bandung-Cirebon sepanjang 256 km. Untuk Jakarta-Bandung-Gedebage panjangnya 144,6 km, jika dilanjutkan ke Cirebon mencapai 256 km. 

Ide proyek kereta api cepat terus bergaung di era kepemimpinan Jokowi. Hanya saja, peta proyek berubah seiring dengan masuknya Cina. Negeri Tirai Bambu itu mencoba menarik perhatian Indonesia ketika Jokowi hadir pada pertemuan ke-22 KTT APEC di Beijing 10-11 November 2014. Dalam kunjungan tersebut, Jokowi sempat merasakan langsung kereta cepat Beijing-Tianjin sepanjang 120 km yang ditempuh hanya 33 menit.

Pada kesempatan itu, ada penandatanganan nota kesepahaman kereta cepat Jakarta-Surabaya 800 km antara China Railway Construction Corporation Limited dengan PT Resteel Industry Indonesia. Penandatanganan kerja sama itu dilaksanakan pada acara Indonesia-China Trade Investment and Economic Forum di Beijing.

“Tiongkok sangat antusias dengan proyek yang diperebutkan banyak negara ini,” kata Ketua Komite Penyelenggara Indonesia-China Trade Investment and Economic Forum Didi Suwondo dikutip dari Antara.

Berselang dua pekan, investor kereta cepat Cina langsung datang ke Indonesia untuk menindaklanjuti nota kesepahaman. Pada Maret 2015, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan ke Presiden Cina XI Jinping di Cina. Berbarengan dengan kunjungan tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dengan Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi Cina. Sejak saat itu, Cina resmi menjadi penantang Jepang di proyek kereta cepat di Indonesia.

Bercermin di Proyek Sebelumnya

Cina tergolong pendatang baru dalam industri kereta cepat di dunia. Perkembangannya industri kereta cepat Cina sangat pesat. Namun, perkembangan pesat industri kereta cepat Cina dinodai oleh sejumlah catatan kecelakaan yang menewaskan puluhan orang. Jumlah korban meninggal dalam kecelakaan kereta api di Cina pada Sabtu 23 Juli 2011 mencapai 32 orang. Kereta ekspress D3115 dari Hangzhou ke Wenzhou di provinsi Zhejiang, Cina Timur kehilangan tenaga akibat tersambar petir. Insiden terjadi ketika kereta api lainnya D301 dari Kota Shuangyu, Wenzhou, menabrak kereta D3115.

Proyek kereta cepat (high speed train/HST) rute Jakarta-Bandung yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), tengah pekan kemarin kembali dipertanyakan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon menilai pembangunan kereta cepat tidak masuk akal.

Bahkan Dia mendesak pemerintah menghentikan proyek pembangunan tersebut lantaran akan menimbulkan masalah. Menurutnya ada banyak alasan sehingga pembangunan itu harus dihentikan. Pertama dijelaskan jarak Jakarta-Bandung yang hanya 142 km dan akan dibangun empat pemberhentian, dianggap tidak sesuai. 

Karena menurutnya kereta yang memiliki kecepatan maksimum 400 km/jam tidak akan mungkin bisa dimanfaatkan secara maksimal sesuai kegunaannya. "Kereta cepat sebelum berlari dengan kecepatan  maksimum butuh percepatan dan untuk berhenti juga ada perlambatannya. Tidak mungkin kereta dipicut dengan kecepatan maksimal jika pemberhentiannya terlalu banyak. Jadi untuk apa membangun kereta api cepat?" jelasnya kepada wartawan, Minggu (24/1/2016). 

Alasan bahwa pembangunan ini tidak memberatkan keuangan negara karena tidak menggunakan APBN, menurutnya juga adalah alasan yang bodoh karena bagaimanapun BUMN yang sahamnya dimiliki oleh negara dilibatkan dalam pembangunan ini.

"Dari sisi keuangan kita seperti gampang dibodohi dengan alasan tidak menggunakan APBN. Iya betul, tapi BUMN ikut serta dan BUMN punya negara. Sehingga kalau BUMN ikut membiayai, negara ikut membiayai dan menanggung bebannya," tandasnya.

Proyek kereta cepat Jakarta Bandung hanya “sejengkal” dari skenario besar Cina untuk membangun jaringan kereta cepat secara masif di seluruh dunia. Cina punya ambisi menghubungkan daratan Inggris dengan Cina antara Beijing-London, melalui jaringan transportasi kereta cepat antara benua, demi kepentingan ekonominya termasuk untuk mendapatkan sumberdaya alam. Di Indonesia, Cina juga mengincar pembangunan proyek kereta cepat hingga Surabaya. Sedangkan di Asia, Cina juga mengincar proyek serupa di Malaysia-Singapura, Myanmar, Vietnam, hingga India.

Semua rangkaian persiapan proyek kereta cepat ini berlangsung cepat, termasuk persiapan studi kelayakan oleh Cina yang hanya berlangsung Mei-Agustus 2015. Padahal, proyek kereta cepat itu tak masuk dalam RIPNas 2030 Kemenhub. Proyek ini benar-benar disiapkan untuk selesai di 2019. Jalur kereta cepat Jakarta-Bandung jadi prioritas meski “memakan” jalur sepanjang 5 km rencana jalur proyek transportasi perkotaan light rail transit (LRT) Jabodetabek. Adhi Karya selaku pengembang LRT harus mengalah, dan mengubah jalur LRT demi kereta cepat Jakarta-Bandung.

Pemerintah resmi menggandeng Cina untuk menggarap proyek yang tidak sesuai dengan RIPNas 2030 ini. Perjalanan proyek ini sepertinya masih akan panjang. Pertarungan-pertarungan baru telah menanti konsorsium Cina dan BUMN Indonesia, mulai dari masalah pendanaan hingga teknologi. 

Proses menerobos perizinan yang biasanya lambat menjadi sangat cepat juga, seperti kereta api cepat disambut positif oleh Tiongkok yang menganggap pemerintahan Jokowi memenuhi janjinya.

Kedekatan personal dalam mewujudkan sinergi ditunjukkan dengan empat kali pertemuan antara Xi dan Jokowi, serta dua kali pembicaraan telepon. Dalam setiap kesempatan komunikasi, selalu disinggung bagaimana mewujudkan kerjasama pragmatis terkait Jalur Sutra dan Poros Maritim. 

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sempat menganggap proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung belum diperlukan. Jonan, mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia itu beralasan, lebih mendesak membangun kereta api di luar Pulau Jawa. 

PT KAI sempat tidak terlibat dalam pembicaraan awal. Tapi, Presiden Joko Widodo sejak awal kepincut, dan ingin merealisasikan proyek transportasi berteknologi tinggi di era pemerintahnya, yaitu kereta api cepat (high speed railway), atau HSR Jakarta-Bandung. Jokowi pun memilih Tiongkok merealisasikan impiannya. 

Indonesia Jadi Mesin Uang Cina

Indonesia saat ini telah menjadi kancah peperangan komoditi yang berbasis ideologi Kapitalisme antara dua negara , Amerika Serikat dan Cina. Membahas dominasi Cina jelas bukan membicarakan tentang etnis. tapi apa yang mendasari semua ini. Dan ternyata ideologi Kapitalisme lah yang merupakan pangkal dari segala macam permasalahan ini.

Melalui perangkap utang, Indonesia jatuh berkali-kali dan harus menerima kerjasama dengan arahan negara pendonor. Pada tanggal 16 September 2015 lalu, tiga bank milik negara yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI, mendapatkan pinjaman senilai total 3 miliar dolar AS dari China Development Bank (CDB). Masing-masing bank BUMN tersebut, menerima pinjaman sebesar satu miliar dolar AS yang tiga puluh persennya dalam mata uang Renminbi dengan jangka waktu 10 tahun. Tingkat bunga pinjaman tersebut sebesar 3,4% untuk mata uang dolar AS dan 6,7% untuk mata uang Renminbi. Sebagian besar utang tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai infrastruktur.

Pemberian utang tersebut sejatinya merupakan realisasi komitmen Cina untuk memberikan utang kepada Indonesia. Di sela-sela pelaksanaan Konferensi Asia Afrika di Jakarta (24/4/15), Pemerintah yang diwakili oleh Menteri BUMN, Rini Sumarno, telah menandatangai MoU dengan Pemerintah Cina melalui CDB dan ICBC. Kedua bank Cina tersebut akan memberikan pinjaman senilai 50 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 700 triliun dengan kurs 14 ribu. Utang tersebut akan digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur nasional seperti pembangkit listrik, bandara, kereta cepat dan kereta api ringan (light rail transit).

Pepatah ‘tidak ada makan siang gratis’ tentu berlaku pada utang-utang yang diberikan Cina. Pinjaman yang diberikan diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke Cina hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari Cina. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government-Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina.

Selain oleh tingginya motif politik dan ekonomi dari Cina, faktor penarik datangnya investasi Cina ke negara ini adalah mentalitas Pemerintah Indonesia yang hingga saat ini tidak berubah: bergantung pada kekuatan asing untuk membangun negara ini. [VM]

Posting Komentar untuk "Ada Cina di Kereta Cepat Jakarta-Surabaya"

close