Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembantaian Suriah, Dimanakah Kita?


 Oleh : dr. Ima Kartikasari (*)

Perang Suriah telah memasuki tahun kelima. Perang, atau yang lebih tepatnya dinamakan pembantaian terhadap kaum Muslimin disana telah memakan korban jiwa mendekati angka 500.000 jiwa dan jutaan yang lainnya telah mengungsi keluar dari Suriah. Data yang dilansir PBB baru-baru ini menyebutkan bahwa setiap 25 menit, satu nyawa melayang. Negeri yang dulunya dikenal sebagai tanah yang subur, penuh dengan bangunan bersejarah peninggalan kejayaan Islam selama berabad-abad, jalanan bahkan rumah sakit, kini mayoritas telah rata dengan tanah. Suriah berbeda dengan perlawanan Arab Spring lainnya, dimana perjuangan rakyat di Libya, Mesir, dan lainnya telah berhasil dibajak oleh Barat dan anteknya untuk dialihkan pada kepentingan asing, sedang kan Suriah tidak. Subhanallah, rakyat Suriah terus bertempur dengan gigih untuk melawan rezim diktator yang ada dan menolak beragam perundingan-perundingan jebakan yang ditawarkan oleh Barat dan PBB. Karena yang mereka inginkan bukan perubahan semu, namun perubahan hakiki berlandaskan Islam semata.

Yang terkini, sudah hampir dua minggu ini rezim diltator Suriah telah melancarkan serangan besar-besaran dan mencapai puncaknya, khususnya dikota Aleppo. Segala fasilitas publik mereka hancurkan, dengan bom barrel yang mematikan. Mulai dari pasar, kamp pengungsian bahkan rumah sakitpun mereka serang. Darah membanjiri hingga sudut-sudut kota dan jalanan. Tidak salah jika Bassar al Asad dituding sedang melancarkan genosida terhadap rakyatnya sendiri, karena mayoritas yang menjadi korban bukan para pejuang, melainkan penduduk sipil, warga lansia, perempuan bahkan anak-anak. Sungguh biadab. Terjadinya pemusnahan massal rakyat Aleppo sebagaimana yang terjadi dalam hari-hari ini, menjadi gambaran betapa biadabnya mereka yang dusta terhadap ummat dunia saat ini. Di satu sisi, mereka berkata bahwa mereka sedang berupaya untuk menghancurkan ‘teroris’. Rusia menyerang, pemerintah Suriah menyerang, AS menyerang, dan semuanya menyerang dalam rangka melawan ‘teroris’. Lantas, mengapa korban-korban tewas adalah banyak rakyat sipil yang tidak bersalah ? Hingga melayang ratusan jiwa-jiwa yang tidak berdosa, hanya dalam waktu kurang dari dua minggu.

Seperti biasa, dunia diam, sepi, senyap. Tidak ada satupun media mainstream yang menayangkan peristiwa tesebut, melainkan hanya ala kadarnya, sekedar mengabarkan bahwa telah terjadi serangan di kamp pengungsi dan rumah sakit. Titik. Banjir darah dan ceceran potongan tubuh dimana-mana tidak nampak. Tidak ada kecaman, apalagi analisa yang mencoba untuk memahami, mengapa sampai hari ini Suriah diluluh lantakkan. Tidak hanya oleh pemerintahnya, tapi juga Rusia, Amerika dan aliansinya. Seandainya peristiwa ini terjadi di Paris, Berlin, London, tentu akan beda ceritanya. Media tidak henti-hentinya menayangkan dengan duka mendalam, sehari semalam, mengingatkan masyarakat dunia akan bahaya terorisme dan menjadikan peristiwa Charlie Hebdo, Bom Berlin sebagai duka bersama, meskipun yang menjadi korban hanya terhitung jari saja.

Mengapa demikian? Karena dalam pandangan Barat dan anteknya, yang menjadi korban di Suriah hanyalah Muslim. Hanyalah mereka yang memang seharusnya dimusnahkan. Dari semua gelombang pergolakan Arab Spring, hanya di Suriahlah yang sulit ditunggangi oleh Barat. Keinginan rakyat Suriah untuk hidup dibawah sistem dan pemerintahan Islam sejati, bukan abal-abal, demikian deras mengalir di seluruh penjuru, tidak bisa dikalahkan oleh bujuk rayu perundingan dan ‘bantuan kemanusiaan’ yang ditawarkan Barat dan PBB.  Inilah mengapa dunia diam dan menutup mata, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Sementara disisi lain, umat dibelahan dunia lainnya tidak berdaya menyaksikan saudara-saudaranya dibantai, dengan pilu dan linangan air mata, mereka hanya bisa mendoakan dan memberikan bantuan kemanusiaan sebatas yang bisa dilakukan. Tidak ada mobilisasi tentara yang bisa mereka kirimkan, apalagi senjata dan pesawat tempur, melainkan hanya personil yang siap berjihad membantu saudara-saudara mereka. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh umat Nabi yang mulia selain hanya meratapi ujian yang menimpa saudara mereka, karena sekat Nation State telah membatasi pertolongan mereka.  

Kesekian kalinya, inilah bukti bahwa umat butuh Khilafah. Institusi yang akan menyatukan potensi dan kekuatan seluruh umat, bersatu melawan semua kedzoliman. Dan inilah bukti yang terjadi, ketika Kaum Muslimin tidak memilki seorang khalifah, maka darah, harta dan kehormatan mereka yang seharusnya terlindungi, demikian mudahnya dicabik-cabik dan ditumpahkan oleh musuh-musuhnya. Untuk itu, marilah kita memperjuang tegaknya Khilafah bersama. Marilah kita wujudkan persatuan umat yang hakiki, wujud ukhuwwah Islamiyah sejati, tanpa dibatasi sekat-sekat nasionalisme. Karena dengan inilah persoalan Suriah akan bisa kita tuntaskan bersama. Wallaahu a’lam bishshowab. [VM]

(*) Praktisi kesehatan tinggal di Ngawi Jatim

Posting Komentar untuk "Pembantaian Suriah, Dimanakah Kita?"

close