Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sultan Nuruddin Zanky dan Kebijakan Strategis di Suriah


Oleh : Dhana Rosaeri (Aktivis Dakwah HTI)

Tak banyak orang mengenal sosok Pahlawan besar Islam yang satu ini. Berkat Kiprahnya memimpin, Mesir dan Tanah Syam menyatu dalam Kepemimpinan Islam, yang pada saat itu tercerai berai oleh Pasukan Salib dan Syiah di Mesir (Bani Fathimiyyah). Berkat jasa besarnya, pintu Penaklukan Kedua atas Palestina oleh penerus sekaligus muridnya, Sholahuddin Al Ayyubi menjadi terbuka lebar. Dengan penerapan Islam secara Kaffah (menyeluruh), keadilan, dan kesejahteraan menjadi kunci pembuka bagi kegemilangan pasukan militer dalam melawan kezaliman, mengusir musuh pasukan Salib dan membuat Pondasi negara kokoh tak tergoyahkan.

Sultan Terbaik Setelah Umar Bin Abdul Aziz

Sultan Nuruddin Zanky, nama lengkapnya adalah Al-Malik Al-Adil Nuruddin Abul Qasim Mahmud bin Imaduddin Zanki, lahir pada tahun 1118 M. Beliau adalah putra kedua dari Imam Ad-Din Zanki. Imam Ad-Din Zanki merupakan gubernur Aleppo, Suriah pada masa itu. Ayahnya dibunuh musuh pada tahun 1146 M. Kemudian Nuruddin dan kakaknya Saif ad-Din Ghazi I membagi wilayah kekuasaan menjadi dua. Nuruddin mengendalikan separuh wilayah dari Aleppo, dan kakaknya mengendalikan separuh lagi dari wilayah Mosul, Irak. Pada akhirnya kedua wilayah ini bersatu di bawah kepemimpinan Sultan Nuruddin Zanky.

Nuruddin Zanky terkenal sebagai pemimpin yang saleh dan adil. Ibnu al-Athir, seorang sejarawan Muslim, penulis kitab Al-Kamil fi-l-Tarikh, mendudukkan beliau pada urutan ketiga pemimpin paling adil setelah Khulafaur Rasyidin dan Khalifah ‘Umar bin Abdul Azis Rahimahullah.

Tentang ini Ibn al-Athir menerangkan, “Di antara bukti keadilan Nuruddin adalah ia tidak pernah menjatuhkan suatu hukuman berdasarkan dugaan atau tuduhan melainkan meminta dihadirkan beberapa saksi atas tindakan yang dilakukan oleh terdakwa. Kemudian jika memang ia terbukti salah, maka Nuruddin akan menghukumnya dengan hukuman yang pantas dan tidak berlebih-lebihan. Dengan keadilan ini, Allah menghilangkan sekian banyak kejahatan di negerinya. Sedangkan di negeri lain kejahatan begitu merajalela karena para penguasanya menerapkan kebijakan represif, hukuman yang berlebihan, dan memutuskan suatu hukuman berdasarkan dugaan. Wilayah kesultanan Nuruddin yang begitu luas terasa aman dan tidak banyak orang yang jahat disebabkan oleh keadilan dan komitmen dalam menjalankan tuntunan syariah yang suci.”

Langkah Strategis Di Bidang Politik dan Ekonomi

Untuk menjadi Negara yang kuat, ada dua kunci utama adalah Pertama, Penerapan Syariah dan Kedua, penyatuan negeri Islam dalam Satu Kepemimpinan. Dalam Hal Ekonomi. Restrukturisasi kebijakan Ekonomi dalam hal penerimaan negara dilakukan secara radikal dan fundamental. Pada saat sebelum Sultan Nuruddin Zanky berkuasa, pajak yang berlaku saat itu mencapai 45 persen untuk rakyatnya. Sultan mencabut kebijakan pajak tersebut dan mencari sumber pendapatan lain yang sesuai Syari’ah agar mendapat berkah. Kebijakan pajak membuat rakyat tercekik dan susah mengembangkan hartanya. Ibnu Khaldun berkata : pajak tidak membuat negeri kaya, pajak membuat pembangunan terhenti, gedung tidak berkembang, pengusaha menyembunyikan hartanya. Sultan meminta kepada para ulama dalam setiap khutbah Jum’at agar menyampaikan permintaan ma’af kepada seluruh kaum muslimin atas pajak yang sebelumnya telah diberlakukan. Penerimaan negara yang sah dan syar’i adalah dari zakat, infaq, shodaqah, jizyah, kharaj, fai, ghanimah, ‘usyur dan khumus. (Lihat : Sistem Keuangan Negara Khilafah, karya Syekh Abdul Qadim Zallum). Adapun Pajak (dharibah), diterapkan jika negara dalam kondisi paceklik, kas negara kosong, dengan dua syarat obyek dan wajib pajak, yakni muslim dan kaya. Non muslim dan tidak kaya, bebas dari beban pajak! Pajak dalam hal ini bersifat Insidental.

Lihatlah negeri kita Indonesia, pajak mencapai 75 persen dari Penerimaan APBN, namun negeri kita tak pernah kaya, pembangunan terhambat, bahkan banyak hutang luar negeri, dan banyak konglomerat menyembunyikan hartanya di luar negeri, seperti kasus Panama Papers belakangan ini. Kebijakan radikal dalam bidang Ekonomi hanya bisa dilakukan jika dengan Konsep Syari’ah dalam naungan Khilafah.

Berkat strategi radikal dan strategis di bidang ekonomi inilah, keadilan dan kesejahteraan di Syam menjadi meroket. Dan dampaknya berpengaruh pada infrastruktur dan militer. Pasukannya merupakan yang paling kuat di Suriah pada masa itu. Tentang ini Ibn al-Qalanisi berkata, ”Tidak ada yang pernah melihat tentara yang lebih baik daripada tentaranya … (baik) dalam hal penampilan, perlengkapan, maupun jumlahnya.” 

Dalam hal politik dan kekuasaan, kebijakan ekonomi dan kesejahteraan menjadi magnet bagi persatuan umat Islam dan kunci kekuatan dalam penaklukan. 52 kota di tanah Syam kembali ke tangan kaum muslimin. Dan puncaknya seluruh tanah Syam menyatu dan berpusat di Damaskus. Kebijakan bengis dan menindas Negara Romawi berbanding terbalik dengan Kebijakan Syariah Sultan Nuruddin Zanky, sehingga berbagai wilayah di sekitar Suriah bergejolak dan mendukung kepemimpinan Islam di bawah Sultan Nuruddin Zanky.

Suriah : Pintu Penaklukan Palestina 

Keagungan, dan kemuliaan Kepemimpinan Islam oleh Sultan Nuruddin Zanky menjadi inspirasi bagi penerusnya Sholahuddin Al Ayyubi Rahimahullah. Untuk menaklukkan Palestina, tanah Syam harus bersatu terlebih dahulu, dan hal itu telah dilakukan dengan cemerlang dan berani oleh Sultan Nuruddin Zanky. Perkembangan teknologi, IPTEK dan militer bekembang pesat pada masa itu. Pedang Damaskus misalnya. Dia adalah pedang terkuat dan legendaris hingga hari ini. Mereka menggunakan teknologi Nanotubes dalam materi pembuatan pedang. Pedang ini lebih kuat dan tangguh daripada Pedang Katana milik Samurai Jepang apalagi Keris Indonesia. Pedang ini menggabungkan kekuatan dan kelenturan dalam materialnya. Dan sampai saat ini belum ada scientists yang bisa menemukan bagaimana cara membuat carbon nanotubes dalam struktur mikro baja. Termasuk bagaimana membuat pedang Damaskus dengan struktur yang sama seperti aslinya. Pelajaran penting dan mencengangkan lainnya adalah, dengan Khilafah ternyata suatu masyarakat bisa menciptakan sesuatu karya yang spektakuler, bahkan bisa dibilang melebihi sejarah pengetahuan itu sendiri. Luar biasa!

Dengan pedang Damaskus itulah, pasukan Salib morat marit, lari tunggang langgang, tameng dan baju perisai besi tak ada guna. Kehebatan teknologi pedang saat itu, sebagaimana kehebatan teknologi perang saat ini, penuh rahasia, strategi, dan kekuatan pendukungnya yakni EKONOMI DAN POLITIK. Dan keberkahan Kepemimpinan yang bisa menghasilkan kekuatan politik, ekonomi dan militer, hanya dengan penerapan Syari’ah secara Kaffah, dan penyatuan Dunia Islam dalam Naungan Khilafah.

Tanah Syam Kunci Penaklukan Afrika dan Eropa

Melalui Suriah, maka Penaklukan Palestina dan Mesir akan menjadi terbuka. Melalui Mesir pulalah, Afrika akan berpeluang besar untuk disatukan dalam satu kepemimpinan. Dan Melalui Afrika itulah penaklukan Eropa Barat semakin terbuka sebagaimana yang dilakukan oleh Abdurrahman ad Dakhil yang sukses menyeberang melalui Maroko dan membuat kekuasaan di Andalusia, Spanyol. Dan melalui Suriah pula, Pintu penaklukan Eropa Timur menjadi terbuka melewati Turki (Konstantinopel) seperti yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Al Fatih. Suriah wilayah paling strategis secara teritorial, dan merupakan daerah yang diberkahi secara normatif karena sering dipuji oleh Rasulullah Saw. Letak strategis Suriah inilah, menjadikan daerah ini wilayah yang diperebutkan oleh siapapun yang ingin menguasai Dunia. Apa yang dilakukan oleh Sultan Nuruddin Zanki dengan menguasai bumi Kinanah, meliputi tanah Syam dan Mesir (Suriah, Yordania dan Libanon, belum Palestina), dan menyatukan kepemimpinan Islam dalam satu naungan Khilafah dengan penerapan Syariah, merupakan pengalaman sejarah yang menjadi momok bagi Dunia Barat dan Timur, khususnya Israel. [VM] 

Posting Komentar untuk "Sultan Nuruddin Zanky dan Kebijakan Strategis di Suriah"

close