Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Reshuffle Kabinet dan Level Kebangkitan Negeri


Oleh : Yodhi Setiawan
(Mahasiswa Ekonomi Islam Surabaya)

Diterima atau tidak, masyarakat kini kembali dipertontonkan atraksi politik pemerintah Era Jokowi. 2 tahun menjabat presiden, 2 kali pula terjadi Reshufle Kabinet. 

Alih alih memperbaiki komposisi menteri agar lebih daulat negeri, nyatanya, komposisi baru semakin mengukuhkan Neolib sejati.

"Inilah masalah yang harus kita percepat penyelesaiannya. Kita harus memperkuat ekonomi nasional untuk menghadapi tantangan-tantangan ekonomi global, tantangan eknomi dunia yang sedang melambat, dan sekaligus penuh persaingan, penuh kompetisi," kata Jokowi. (pikiran-rakyat.com, 27/7/2016).

Salah satu menteri yang dicopot adalah Rizal Ramli, Menko maritim yang dikenal paling keras suaranya menentang Proyek Reklamasi. Dalam acara ILC beberapa waktu lalu, Rizal Ramli sempat membongkar rahasia umum dikalangan Pemerintah daerah dengan cukong pengusaha. Dengan tegasnya ia berani menantang Ahok selaku pemberi izin atas proyek tersebut. 

Tak Ayal simsalabim, siapapun yang menentang kebijakan dan perintah 'pemodal' bakal ditendang. Jabatan Rizal Ramli Tamat, Ahok diprediksi akan Selamat. 

Fakta tersebut hanyalah satu titik kecil yang menjadi bukti rusaknya sistem Demokrasi Liberal dari akarnya. Dengan rezim Neoliberal ini, semakin meminimalkan peran pemerintah dalam mengatur urusan rakyat. Pengelolaan dan kepemilikan sektor publik, serta pengaturan umum akan banyak diserahkan kepada pengusaha (swasta)

Hal ini, tentu sangat bertentangan dengan aturan Islam. Bahwa, tugas utama dari penguasa (pemerintah) adalah mengurusi urusan umat, dengan BAIK & BENAR. Baik dan Benar menurut Allah Swt.

Dengan kacamata pemikiran, Semua orang tentu menginginkan agar persoalan-persoalan itu segera terselesaikan. Hanya saja, tidak semua orang memiliki cara pandang atau kesadaran dengan level atau tingkatan yang sama.

Di LEVEL PERTAMA, Perspektif TEKNIS. utamanya para ekonom, memandang dengan perspektif teknis ekonomi. Kata mereka, persoalan (ekonomi) itu terjadi oleh karena lemahnya fundamental ekonomi, hutang luar negeri yang luar biasa besar, defisit neraca transaksi berjalan dan sebagainya. Karena itu solusinya juga tidak keluar dari perspektif ini, di antaranya: tingkatkan ekspor, restrukturisasi hutang, dan sebagainya.

Ketika semua solusi teknis ekonomi sudah ditempuh, sementara persoalan tak kunjung selesai. Orang kemudian berpikir pada level berikutnya.

LEVEL KEDUA, Sebutlah perspektif POLITIS. Di level ini, berbagai persoalan tadi dipandang bukan sekadar masalah teknis ekonomi, tetapi lebih karena masalah politik, yakni berkuasanya rezim yang korup dengan tatanan yang tidak demokratis. Karena itu, menurut mereka, harus dilakukan proses demokratisasi di segala bidang hingga pergantian rezim. Itu pun sudah berulang terjadi.

Jadi, ketika berbagai persoalan tak juga kunjung selesai, ujungnya selalu pergantian rezim. Karena itu ketika Jokowi tampil sebagai capres, dukungan rakyat membuncah karena mereka sangat yakin, Jokowi yang tampil sederhana dan tampak sangat merakyat itu pasti nantinya akan memimpin negara ini dengan baik dan akan sangat memperhatikan kepentingan rakyat. Namun, ketika rezim telah benar-benar berganti, seperti yang terjadi saat ini, ternyata persoalan tetap saja bertumpuk.

Ini menunjukkan bahwa solusi di Level 1 dan Level 2 tidaklah mencukupi. Sayang, pada umumnya orang berpikir hanya sampai pada Level 2. Orang lupa, bahwa sesederhana dan semerakyat kayak apapun, presiden tidak bisa memimpin negara ini dan mengambil keputusan-keputusan sekehendak hatinya. Ia harus tunduk patuh pada peraturan perundangan yang ada. Bahkan juga harus berbagi porsi kekuasaan dengan pihak legislatif dan yudikatif, serta harus pula memperhatikan partai-partai pendukungnya. Belum lagi ia mungkin juga harus memperhatikan kepentingan negara-negara besar tertentu yang telah memberikan dukungan kepada dia.

Rakyat pada umumnya melupakan satu lagi level yang paling vital dalam ikhtiar menyelesaikan persoalan.

Inilah LEVEL KETIGA. Sebutlah sebagai persepektif IDEOLOGIS. Dalam perspektif ini, semua persoalan yang ada dipandang bukan semata-mata karena faktor politis apalagi sekadar teknis ekonomi, tetapi lebih karena faktor ideologis; yakni penerapan sistem dan ideologi sekularisme-kapitalisme-liberal yang memang sudah cacat sejak awal.

Dalam Islam, cara pandang Level 3 ini mempunyai landasan yang sangat kokoh. Islam dengan akidah dan syariahnya, jika diterapkan, pasti bakal membawa rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin). Jika ini diabaikan maka pasti akan menimbulkan kerusakan ataufasad.

Karena itu, dalam perspektif ini sesungguhnya berbagai persoalan tadi merupakan fasad(kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena penyimpangan terhadap aturan Islam. Hubungan antara penyimpangan tindakan manusia dari ajaran Islam dan fasad disebutkan dengan sangat gamblang dalam al-Quran (yang artinya):

Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia (QS ar-Rum : 41). [VM]

Posting Komentar untuk "Reshuffle Kabinet dan Level Kebangkitan Negeri"

close