Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Reshuffle Kabinet Solusi Semu Demokrasi


Oleh : Sri Indrianti
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung)

Reshuffle Kabinet Kerja memasuki Jilid II.   Presiden Joko Widodo memiliki alasan melakukan perombakan susunan kabinet menjelang dua tahun masa pemerintahannya. Alasan ini dikemukakan sebelum membacakan nama-nama menteri yang digeser dan nama-nama menteri yang baru di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 27 Juli 2016.

"Inilah masalah yang harus kita percepat penyelesaiannya. Kita harus memperkuat ekonomi nasional untuk menghadapi tantangan-tantangan ekonomi global, tantangan eknomi dunia yang sedang melambat, dan sekaligus penuh persaingan, penuh kompetisi," kata Jokowi. (pikiran-rakyat.com, 27/7/2016)

Perombakan kabinet (reshuffle) disambut oleh sebagian pihak. Mereka percaya, perombakan kabinet sudah tepat dan akan berdampak positif. Di antara alasannya kembalinya menteri keuangan Ibu Sri Mulyani yang digadang-gadang  akan memberikan harapan baru bagi perekonomian Indonesia.

Namun, perombakan kabinet itu menunjukkan ada yang salah dalam manajemen pemerintahan Jokowi-JK. Boleh jadi yang paling mendasar adalah pemilihan orang yang tak tepat; sekadar memenuhi tuntutan partai koalisi dan pihak-pihak yang telah berjasa dalam pemenangan Jokowi-JK dalam Pilpres lalu. Itu merupakan karakter bawaan dari sistem politik Demokrasi. Karena itu, dalam perombakan kabinet pun, kompromi dengan sejumlah pihak pendukung Jokowi-JK tak bisa dihindari. Itu artinya, masalahnya tetap masih sama.

Sesungguhnya, perubahan susunan kabinet (reshuffle) bukanlah hal mendasar dalam konteks perbaikan negeri ini. Pemerintah—bukan hanya pada masa Jokowi—sebetulnya pernah beberapa kali melakukan reshuffle. Faktanya, reshuffle kabinet tidak banyak memberikan dampak positif bagi perbaikan kondisi bangsa dan negara ini. Pasalnya, dalam konteks pemerintahan, problem mendasar negara ini sebetulnya ada dua: problem personal dan problem sistemik. Terkait problem personal, adanya pergantian sebagian anggota kabinet oleh orang-orang yang dianggap lebih kredibel mungkin sedikit akan bisa menghasilkan perbaikan. Namun, jangan lupa, problem sistemik berupa penerapan sistem Kapitalisme sekular yang mengarah pada neroliberalisme saat ini, itulah yang menjadi pangkal mendasar persoalan bangsa ini. Apa artinya Menteri ESDM dan Menteri BUMN diganti, misalnya, sementara UU SDA, UU Migas, UU Minerba, atau UU Penanaman Modal—yang nyata-nyata memberikan keluasaan pihak asing untuk menguasai sumber-sumberdaya alam milik rakyat—tidak segera dicabut. Padahal keberadaan UU tersebutlah yang menjadikan negeri ini kehilangan banyak sumberdaya alam. Walhasil, selama UU berbau neoliberal ini tidak segera dicabut dan digantikan dengan UU yang bisa mengembalikan semua sumberdaya alam milik rakyat ke pemiliknya, maka tak mungkin terjadi perbaikan di negeri ini meski beberapa kali terjadi reshuffle.
.
Jelas, peran Pemerintah memang sulit diharapkan secara langsung. Pasalnya, dalam sistem neoliberal, peran Pemerintah sengaja makin dipinggirkan khususnya di bidang ekonomi, terutama di sektor-sektor vital yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Alhasil, semua keruwetan ini berakar pada kebijakan dan sistem ekonomi neoliberal. Karena itu perombakan kabinet saja tidak akan cukup mengatasi persoalan jika Pemerintah tidak segera mencampakkan kebijakan dan sistem ekonomi neoliberal yang menjadi biangnya.

Perubahan yang berarti adalah perubahan yang bisa menyelamatkan negara termasuk dari keterpurukan ekonomi, tidak akan berpengaruh terhadap rakyat.  Karena masalahnya itu bukan hanya dapat diselesaikan dengan sekedar mengganti orang. Ganti menteri seperti apa pun bila tetap menggunakan neoliberalisme maka di sektor keuangan pun  uang tetap berbasis kertas, uang dijadikan komoditas dengan diperjualbelikan di pasar saham, dan tetap menerapkan riba. Mengganti orang yang berkinerja buruk di pemerintahan dengan yang lebih baik tentu penting. Tujuannya adalah agar berbagai urusan benar-benar dijalankan oleh orang yang memang layak secara syar’i, yaitu orang yang bertakwa, amanah serta memiliki kemampuan dan keahlian. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kehancuran. 

Karena itu untuk mewujudkan kehidupan yang baik harus dilakukan penggantian sistem sehingga sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Caranya adalah dengan mencampakkan sistem yang ada, lalu menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.

Alhasil, mewujudkan perubahan yang berarti haruslah dengan cara mengganti orang sekaligus mengganti sistemnya. Caranya adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah yang dijalankan oleh Khalifah dan aparatur negara yang bertakwa, amanah serta memiliki kemampuan dan keahlian. Itulah yang menjadi tanggung jawab seluruh kaum Muslim saat ini, yang harus diwujudkan sesegera mungkin. [VM]

Posting Komentar untuk "Reshuffle Kabinet Solusi Semu Demokrasi"

close