Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hiruk Pikuk JFC dan Nasib Generasi


Oleh: Puput Hariyani, S.Si
(Koordinator Lajnah Khusus Sekolah MHTI Jember)

Kegiatan akbar JFC Internasional Exhibition 2016 kembali menyapa masyarakat Jember dan sekitarnya bahkan dunia Internasional. Pasalnya JFC resmi sebagai icon karnaval terbesar ke-4 dunia (rri.co.id). Maka tak ayal jika event ini sukses menginspirasi sebagian besar karnaval baik di level desa yang terpencil sekalipun, atau di kota-kota besar Indonesia bahkan level dunia. Dengan nama besar dan predikat Internasional yang dimilikinya, menjadikan JFC event yang paling diburu oleh para pelaku bisnis untuk turut berperan serta dalam bagian JFC melalui ajang promosi produk dan jasa mereka. Event yang dijadwalkan pada tanggal 24-28 Agustus 2016  dengan tema utama “Revival” kebangkitan Indonesia di berbagai bidang, dihadiri oleh beragam pengunjung, ribuan wisatawan serta ratusan media lokal maupun Internasional. Para pejabat tinggi negarapun menjadi target pengunjung JFC Internasional Exhibition 2016 ini, termasuk para Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota se-Indonesia, Pimpinan BUMN se-Indonesia, Perwakilan dagang Negara ASEAN, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, dll. 

Kemegahan acaranya pun sudah pasti bisa kita bayangkan. Dengan acara yang sedemikian besar tentu terselip sebuah pertanyaan, berapa besar dana yang dihabiskan? Ditambah pada saat yang sama, Jember menjadi tuan rumah program talkshow unggulan “Mata Najwa On Stage” yang kabarnya akan memecahkan “Rekor Muri” dengan pengunjung terbanyak, dan mentargetkan 50.000 pengunjung. Untuk itu, Bupati Jember mengajak seluruh masyarakat Jember dan sekitarnya (Lumajang, Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, dan daerah lain) untuk ikut serta dan hadir dalam acara yang dimulai dari pagi hari, dan puncak acaranya jam 19.00, kira-kira selesai jam 23.00 wib. 

Ironi Di balik Gebyar Event JFC

Akan tetapi di balik hiruk pikuk kemegahan acara JFC yang digelar setiap tahun ini, menjadi sebuah ironi yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak coba kita pikirkan bersama, pada saat JFC tahun ini mendapat bantuan dana dari Pemkab Jember dengan bilangan yang sangat fantastis yakni sebesar 1 milyar, yang disampaikan langsung oleh vice President JFC, Suyanto usai rapat bersama dengan DPRD, Satlantas Polres Jember, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP di DPRD Jember, Jumat (19/8) (Bangsaonline.com). Sementara program pendidikan gratis yang menjadi salah satu dari 22 janji saat kampanye Bupati belum terealisasi. Di tahun yang sama dan masih hangat dalam ingatan kita bahkan hingga hari ini masih menjadi polemik yang berkepanjangan, program pendidikan gratis yang awalnya menjadi angin segar, kini memupus harapan masyarakat karena pada akhirnya Bupati Jember justru menganulir pernyataannya ‘pendidikan gratis tit tis tis’ urung dilaksanakan’. 

Hal tersebut dikemukakan Bupati menjawab pertanyaan wartawan, kamis (28/7/2016). “Pendidikan gratis sejatinya bukan tanpa berbayar”, pendidikannya yang gratis, tapi item-item keterlibatan orang tua akan diatur dalam petunjuk teknis, bukan untuk operasional, tapi untuk investasi, masih diperkenankan orang tua, dan itu tidak dilibatkan dalam pendaftaran murid baru, kenaikan kelas, daftar ulang dan diatur dalam program tersendiri, kata Bupati Faida seperti yang termuat dalam laman beritajatim.com. Perlu kita garis bawahi bahwa istilah investasi disini boleh untuk perbaikan gedung dan sebagainya. Apa makna dari pergantian sebuah istilah dari membayar kemudian diganti menjadi investasi jika pada hakikatnya tetap membayar, bukankah ini sama saja?, pendidikan gratis akhirnya hanya mimpi, masyarakat akan tetap dibebani biaya pendidikan yang telah berubah nama menjadi “INVESTASI”. Seharusnya masyarakat semakin cerdas menyikapi sebuah kebijakan, terlebih lagi program pendidikan gratis ini menjadikan banyak kegiatan sekolah macet karena minimnya dana. Seperti penuturan salah seorang pelajar di sekolah menengah yang tidak berkenan disebutkan namanya, mengatakan bahwa banyak kegiatan ekstrakurikuler tidak berjalan karena tidak adanya dana, dan ini justru semakin merepotkan. Belum lagi kualitas pendidikan akan menjadi taruhannya. 

Dengan demikian dana sebesar 1 milyar yang dikucurkan Pemkab Jember secara cuma-cuma untuk JFC, seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat, salah satunya adalah di bidang pendidikan. Pendidikanlah yang lebih pantas mendapat dana besar karena untuk mencerdaskan anak bangsa yang akan memimpin negeri ini di masa yang akan datang. Bahkan diusianya yang memasuki tahun ke-15 pada faktanya JFC juga belum mampu mewujudkan visi-misinya. Bagi dunia pendidikan dan budaya kita, JFC justru menjadi ajang yang semakin meliberalkan generasi, hidup serba permissive, berlebih-lebihan, menggandrungi gaya hidup barat, kerusakan moral, dll. Sementara dalam perkembangan perekonomian, JFC juga belum mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Jember, terbukti tingkat kemiskinan masih sangat tinggi dan terus meroket. Berdasarkan kuota penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Program Bantuan Iuran (PBI) yang diterima Jember mencapai hampir 1 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, berarti warga miskin mencapai 40% dari total jumlah penduduk Jember. Padahal, angka kemiskinan sebelumnya lebih rendah dari angka tersebut (Koran-Sindo.com). Dari sini jelas tampak, bahwa manfaat yang selama ini ditonjolkan tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Bahkan tahun lalu JFC juga mengalami defisit. Akankah kita mengulangi hal yang sama?? Tentu tidak, kita harus bangkit, kita harus melakukan penyadaran kepada masyarakat, meng-edukasi mereka serta berpikir kritis untuk melakukan perbaikan sebagai investasi kita kelak baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu’alam bi ash-showab. [VM]

Posting Komentar untuk "Hiruk Pikuk JFC dan Nasib Generasi"

close