Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jati Diri Kita adalah Islam, dengan Segala Konsekuensinya


Oleh : Umar Syarifudin 
(Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)

Mari duduk bersama, menjernihkan cakrawala pemikiran, menghayati kenyataan, membuka mata batin bahwa kita sedang di masa krisis yang semakin memuncak di ujung kemarau panjang peradaban Kapitalisme yang rusak saat ini. Berpikir dengan bening terhadap berbagai persoalan kita, masyarakat, dan dunia seperti pemiskinan, krisis politik, krisis keamanan, kriminalitas yang melonjak, krisis spritual, depresi sosial, yang muncul akibat penerapan ideologi Kapitalisme.

Dua tahun terlewati setelah pemilu demokratis tahun 2014, ketika suksesi kepemimpinan demokratis silih berganti. Hari demi hari, rejim Jokowi  tidak memelihara urusan-urusan rakyat dan tidak memberikan hak-hak yang telah diberikan oleh Rabb mereka. Meskipun Indonesia kaya akan berbagai sumber kekayaan alam, baik minyak bumi, emas, gas,tembaga, timah, batubara, kekayaan hayati dan hewani, namun rejim itu mengurangi hak masyarakat dengan menerapkan sistem kapitalisme yang memusatkan kepemilikan atas kekayaan kepada segelintir orang. Hal ini menyebabkan masyarakat didera kesempitan ekonomi yang mencekik dan melambungkan harga-harga kebutuhan pokok baik barang maupun jasa.

Masyarakat Indonesia sangat mencintai Islam dan telah membela dan mempertahankannya selama berabad-abad. Namun rejim sekuler menipu masyarakat berkaitan dengan identitas dan nilai-nilai mereka. Rejim sekuler justru mensuport dan mempromosikan liberalisme dan nilai-nilai barat yang rusak, serta membuka negeri seluas-luasnya untuk intervensi secara total oleh Amerika. Melalui jebakan hutang yang sangat besar yang dirancang oleh Barat, pribadi-pribadi yang rusak, perusahaan-perusahaan multi nasional dan organisasi-organisasi kultural justru direkrut untuk menyerang nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi Islam. Dan ketika masyarakat menentang kerusakan itu rejim justru makin mempromosikan konsepsi-konsepsi barat yang rusak dengan jalan mencampuraduk kebenaran dengan kebatilan.

Mencermati pernyatan Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia perlu terus memperkuat jati diri bangsa dengan mengembangkan kearifan lokal yang ada. "Jangan tinggalkan jati diri bangsa. Generasi penerus perlu mengembangkan inovasi yang berasal dari dalam negeri untuk memperkuat jati diri bangsa," kata Try dalam sambutannya pada acara Launching dan Bedah Buku berjudul "Jati Diri, Doktrin, dan Strategi TNI karya Marsekal Muda TNI (Purn) Teddy Rusdy di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia Depok, Kamis (28/8).

Perlu digarisbawahi sesungguhnya bicara sejarah dan kembali ke jati diri Indonesia pada dasarnya adalah mengkaji perjuangan umat Islam. Pasalnya, tidak ada satu penggal pun dari garis panjang lintasan sejarah Indonesia yang tidak terkait dengan umat Islam. Umat Islam bukan hanya menjadi penduduk mayoritas (88.2 persen) di negeri ini, tetapi juga pemain utama dalam perjuangan untuk menyelamatkan negeri ini. Pada sejarahnya yang cukup panjang, umat Islam Indonesia senantiasa berjuang bahu-membahu membangun kekuatan yang tidak pernah lekang oleh zaman. Meskipun selalu ada arus yang berupaya memecah-belah dan membenturkan sesama umat Islam, benteng persatuan yang bertumpu pada pondasi akidah selalu mampu dibangun dan ditata kembali.

Di saat seruan untuk syariah sebagai sistem alternatif sedang tumbuh di tengah umat Islam di sini, Anda juga merasakan bahwa kampanye ketakutan melawan Islam dan umat Islam yang diciptakan pemerintah dan media Barat telah memberikan dampak negatif pada kaum Muslim dan sebagai akibatnya menciptakan tantangan untuk pengemban dakwah yang mencoba mendiskusikan ide-ide dan isu-isu tentang politik dan Islam. Sebagai hasilnya, umat Islam merasa takut untuk menghadapi isu-isu politik yang biasa dibahas di berita dan lebih memilih untuk fokus pada hal-hal yang sifatnya individual dan keruhanian saja. Perbincangan tentang terorisme, ekstremisme dan moderasi menciptakan ketakutan pada sebagian umat Islam yang membuat mereka tunduk pada agenda pemerintah Barat dengan cara tidak membicarakan isu-isu politik ini karena merasa terintimidasi.

Sikap apatis, dan berkembangnya toleransi tanpa menyuarakan sikap atas tindakan yang menjadikan umat Islam sebagai korban dalam media dan masyarakat merupakan trend mengkhawatirkan yang hanya akan melemahkan kondisi umat Islam Indonesia. Pemerintahan sekular ini tidak memperhatikan urusan Islam dan tidak mempedulikan para ulama. Pemerintah ini hanya mencari fatwa yang dimintanya agar dikeluarkan oleh ulama untuk mengikuti hawa nafsu dan kepentingan Amerika, dan berikutnya untuk membungkam mulut masyarakat.

Bicara perjuangan, maka kita perlu memperhatikan dua hal, Pertama: kesamaan pemikiran mengenai tujuan sebuah perjuangan merupakan hal paling strategis. Secara historis, persatuan umat yang begitu kuat sejak menghalau Portugis, Spanyol, Belanda, Jepang hingga upaya menerapkan syariah Islam melalui jalur Konstituante pada dasarnya bersandar pada kesamaan pemikiran, bahwa penjajah harus dilenyapkan dari setiap jengkal tanah Muslim, serta kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus bertumpu pada Islam. Kedua: selalu ada upaya secara sistematis yang dilakukan untuk memecah-belah persatuan umat karena hanya dengan cara inilah umat Islam bisa dikalahkan.

Hal yang sangat bagus keluar pernyataan dari ‘sebagian tokoh-tokoh muslim di Indonesia’ adalah bahwa problem Indonesia Muslim adalah jati diri. Akan tetapi yang patut disayangkan, pernyataan itu kosong dari solusi Islami. Seharusnya para tokoh muslim bersama para ulama yang menyatakan dengan lugas bahwa Umat Islam adalah satu dalam hal agenda, damai dan perangnya, tidak bisa dipisahkan oleh barier dan perbatasan ataupun oleh rezim-rezim yang ditanam untuk memecah belah Umat Islam demi kepentingan negara-negara barat yang berkelahi satu sama lain memperebutkan kita layaknya serigala yang memperebutkan domba.

Militer Indonesia memikul bagian besar dari tanggungjawab untuk melepaskan penjajahan Negara-negara kapitalis ini. Sebab TNI memiliki kekuatan untuk menghalangi kemungkaran ini terjadi. Bagi TNI pilihannya hanyalah antara menghalangi hegemoni asing ini atau termasuk orang yang melakukannya. Maka hendaknya TNI menjadi tentara umat seutuhnya. Demikian pula, partai-partai dan gerakan-gerakan dengan seluruh garis perjuangan dan mazhabnya, juga memikul tanggung jawab besar dalam melepaskan kejahatan penerapan ideologi kapitalisme demokrasi ini. 

Umat Islam Indonesia juga memikul bagian besar dari perjuangan menegakkan Islam, maka hendaknya pro-aktif melakukan muhasabah kepada pembuat kebijakan agar tidak berbuat zalim kepada kita semua. Ingatlah, Allah akan meminta pertanggungjawaban kita. Hanya keimanan kepada Allah SWT sajalah yang mewujudkan kemampuan luar biasa untuk menanggung pengorbanan ini. Dengan bekal tekad kuat untuk melakukan perubahan rezim dan sistem kapitalisme itu telah menolak setiap upaya untuk menindasnya. Penolakan itu direpresentasikan dengan sikap “Kami hanya sujud kepada Allah, Kami hanya mau diatur dengan penerapan hukum-hukum Allah secara total”. [VM]

Posting Komentar untuk "Jati Diri Kita adalah Islam, dengan Segala Konsekuensinya"

close