Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemerdekaan yang Semu


Oleh : Yani Suryani 
(Pengajar di MIS Al-Ikhlas Tigaraksa)

Tanggal 17 Agustus 2016, Indonesia genap merayakan  hari kemerdekaan yang ke- 71. Ibarat manusia usia 71 merupakan usia yang begitu dewasa dan matang. Memang bukan waktu yang singkat tentunya, tapi merupakan rentang umur yang begitu panjang sejak diprolamirkan pada tahun 1945 oleh Soekarno-Hatta.

Merdeka dalam kamus besar Bahasa Indonesia berati bebas (dari penghambaan, penjajahan) berdiri sendiri. Sedangkan kemerdekaan berarti keadaan yang tidak terjajah (kebebasan).Arti sempit dari kata merdeka adalah bebas. Yah bebas dari penghambaan pada siapa pun dan oleh siapa pun. Namun ternyata Indonesia baru bebas dari penjajahan fisik saja. Namun secara non fisik belum merdeka. 

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya. Lihat saja apa yang tidak ada di Indonesia,  Laut yang menghampar dengan kandungan ikan begitu melimpah, daratan yang banyak mengandung begitu banyak kandungan metal, minyak, gas yang membuat orang asing begitu terpesona. Bahkan ingin memilikinya. Bagaimana mungkin mengaku sudah merdeka tapi masyarakat begitu sulit untuk mendapatkan yang seharusnya menjadi miliknya. 

PT. Freeport Papua menjadi bukti bahwa Indonesia belum merdeka, dan asing (baca Amerika) dengan  terbuka mengusainya. Keberadaan PT. Freefort Indonesia semenjak 1967 merupakan tambang emas terbesar di dunia bahkan mengandung pula tembaga dan perak. Tahun ini pun diperpanjang kontraknya untuk masa 40 tahun ke depan. Yang paling baru, PT. Freeport yang telah mengeruk kekayaan emas di bumi Papua baru saja diberi perpanjangan khusus ijin mengekspor kosentrat tembaga sebanyak 775 ribu ton.  Selain PT Freeport,  Shell yang merupakan milik Inggris, Petronas milik Malaysia  juga ikut andil dalam rangka menguasai sumber daya alam Indonesia.

Dilihat dari berbagai undang-undang dan kebijakan yang berlaku di Indonesia, semakin menguatkan bahwa Indonesia  jelas belum merdeka.  Melalui lembaga donor IMF, Word bank, ADB, USAID menjadikan pihak asing semakin kuat mencengkeram Indonesia. Utang merupakan cara jitu pihak asing untuk ikut campur dalam berbagai kebijakan, baik berskala daerah ataupun nasional.

Di bidang  kelistrikan saja dapat kita lihat, hampir setiap tahun kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terjadi. Padahal masyarakat lebih bergantung pada kepada listrik, dan kebanyakan adalah masyarakat menengah ke bawah untuk menjalankan usahanya. Kita harus membayar dengan uang yang tidak murah untuk membayar listrik tersebut, padahal ini hakikatnya milik umat.  

Lalu, layakkah kita mengaku sebagai negara yang merdeka?

Dalam Islam sangat jelas bahwa merupakan bentuk keharaman jika memberikan pengelolaan bahkan menjual asset umat kepada asing. Sabda Rosulullah Saw, kaum muslim berserikat dalam tiga hal padang rumput, air dan api. Air berarti danau, laut sungai dan sumber air lainnya . Padang rumput seluruh daratan. Sedangkan api adalah seluruh sumber daya alam berupa minyak, gas, barang tambang yang didapat dari perut bumi Indonesia.

Memang Indonesia tidak dijajah secara fisik, tidak mengangkat senjata, tidak berperang, tidak ada pasukan yang bersenjata menyerang Indonesia, seperti dulu para pahlawan berperang melawan belanda, Jepang, Amerika dan negara-negara lain . Namun penjajahan yang ada sekarang lebih halus, tidak melukai fisik tapi dampak yang diakibatkan jauh hebat dari penjajahan fisik. Buktinya pemerintah rela membantu asing ketimbang rakyatnya sendiri dengan penggunan bahasa yang santun, yakni privatisasi. Namun sejatinya adalah penjualan aset negara kepada asing.

Belum lagi dari aspek yang lain, misalnya mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan semakin memperjelas bahwa kita belum mereka, belum bebas menikmati yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya. Pendidikan yang bermutu dan berkualitas hanya impian banyak orang, tidak terkecuali saya. Pendidikan yang hanya menghasilkan siswa yang kurang mandiri, apalgi beriman dan bertakwa. Selanjutnya dari sisi mana kita mengatakan kita sudah merdeka di  tahun 2016 ini, perlu pengkajian ulang dalam menggunakan kata “ merdeka”. 

Hanya dengan syariat Islam, kata ‘merdeka’ bukan hanya sebagai impian dan khayalan. Sejarah mencatat hampir 14 abad lamanya Islam mampu menjadi pusat peradaban dunia, terhitung semenjak Rasulullah hijrah ke Madinah dan menegakkan sistem pemerintahan Islam di sana. Sejak itulah, Islam menjadi sebuah peradaban yang mampu melahirkan para mujtahid sehebat Imam Ghozali, Imam syafi’i, Ibnu Sina (Avicena) dan banyak lagi mujtahid  lainnya. 

Sepertinya tidak ada alasan lagi untuk kita menolak  hukum Islam untuk mengatur kehidupan. Hingga kita bisa menjadi bangsa yang merdeka. Bangsa yang dapat merasakan kemerdekaan sesungguhnya, bukan hanya semu dan mengatasnamakan kemerdekaan saja. 

Negara yang mampu menjadi negara nomor satu dan adidaya hingga bisa menguasai duapertiga dunia. Akan kah kita ragu dengan hukum dari Allah untuk meraih kemerdekaan yang hakiki. Manakah yang lebih baik hukum yang datang dari yang hak atau hukum yang berasaldari manusia. “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin”. (Al-Maidah:50), Mudah-mudahan kita menjadi orang yang yakin. [VM]

Posting Komentar untuk "Kemerdekaan yang Semu"

close