Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memaknai Kemerdekaan


71 tahun sudah Indonesia menjadi negara yang bebas dan merdeka secara fisik. Terlepas dari belenggu penjajahan negara-negara yang sudah lama ingin menguasai kekayaan negeri zamrud khatulistiwa.

Dianugerahi letak strategis di lintang 0°, negara kepulauan yang diapit oleh dua benua sekaligus dua samudera membuat Indonesia memiliki keragaman hayati yang luar biasa. Dilintasi jalur pegunungan api yang masih aktif menambah perbendaharaan sumber daya alam di perut bumi negara ini.

Tak terhitung semua potensi kekayaan alam indonesia. Hingga terbersit di benak rakyat bahwa sudah sepantasnya negara ini menjadi negara yang maju dan sejahtera.

Tapi di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini angka kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan kriminalitas sangat tinggi. Eksploitasi sumberdaya alam diserahkan kepada asing. Perusahaan strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak diswastanisasi untuk mengeruk keuntungan. Rakyat harus kerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan. Rakyat juga diperas jika ingin mendapatkan hak kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara bahkan menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama.

Sungguh ironi yang memilukan di antara semarak memperingati hari kemerdekaan, banyak "PR" kita semua selaku anak negeri ini. Di tengah hingar bingar bentuk perayaan, perlu ada kesadaran yang cermat bahwa Indonesia memang telah merdeka dari segala bentuk penjajahan fisik. Tapi bentuk penjajahan masa kini telah bertransformasi ke penjajahan non fisik (pemikiran). Penjajahan ini memberi dampak yang sangat buruk.

Jadi, perjuangan belumlah usai. Perjuangan yang sebenarnya harus segera dimulai untuk benar-benar mewujudkan negeri ini merdeka yang tidak hanya terbebas dari penjajah fisik namun juga non fisik. [VM]

Pengirim : Tita Oktavia, S.Si dari Bandung

Posting Komentar untuk "Memaknai Kemerdekaan"

close