Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muslimah dalam Jeratan Mode


Oleh : Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Kota Tangerang)

Di era kekinian kondisi sebagian besar perempuan muslim sungguh memprihatinkan. Arus fashion style yang begitu deras telah sukses menyeret mereka ke dalam pusaran mode yang jauh dari ketentuan syariat Islam. Bukankah sudah menjadi pemandangan biasa jika di sistem kehidupan sekarang kaum perempuan tak malu-malu mempertontonkan kecantikannya? Ya, leher, dada, punggung dan paha tak lagi tabu menjadi konsumsi publik. Sebaliknya mereka bangga oleh decak kagum atas kemolekan tubuhnya.

Fenomena tersebut nyatanya memunculkan banyak permasalahan seperti pelecehan seksual, pemerkosaan dan aneka kejahatan lainnya. Menurut Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, pada tahun 2015 dinyatakan bahwa kejahatan seksual menempati urutan ke-2 setelah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Namun ternyata angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya. Bentuk kekerasan seksual tinggi adalah perkosaan 72 persen atau 2.399 kasus,pencabulan 18% atau 601 kasus ,dan pelecehan seksual 5% atau 166 kasus. Yang perlu dicatat bahwa angka- angka tersebut juga merupakan fenomena gunung es ,kasus-kasus yang tidak terlaporkan lebih banyak dari yang terlapor. (poskotanews.com/15-05-2016)

Bagaimana tidak? Kecantikan yang seharusnya ditutupi dan dijaga, justru diumbar dengan kerelaan diri. Syahwat siapa yang tak bangkit melihat pemandangan demikian di depan mata? Ya, benar. Bahwa bukan melulu salah perempuan. Laki-laki pun memiliki kewajiban untuk menundukan pandangan terhadap sesuatu yang dapat membangkitkan syahwatnya. Menundukkan pandangan di sini bukan semata mengarahkan penglihatan ke bawah, namun juga membentengi hati dengan iman agar tak mudah tergoda oleh syahwat. 

Lelaki menundukan pandangan, sementara perempuan menutup aurat dengan sempurna. Itulah bentuk penjagaan Islam terhadap kemuliaan dan kehormatan manusia. Menutup aurat bagi seorang muslimah merupakan kewajiban mutlak yang tak bisa ditawar lagi. Sebab premempuan  adalah perhiasan. Keindahannya haanya layak memancar bagi mereka yang berhak saja, misalnya suaminya. 

Namun fakta hari ini tak berpihak pada kemuliaan kaum perempuan. Mereka terpedaya oleh dunia hingga tanpa sadar kecantikan mereka tereksploitasi demi materi atau sekadar kebanggaan.

Memahami Hijab Syari

Perkembangan hijab saat ini memang patut kita apresiasi, mengingat sudah semakin banyak muslimah yang memutuskan untuk berhijab. Suatu arus positif menuju keadaan.yang lebih baik lagi. Namun, meski begitu patut pula kita cermati bahwa tren hijab masa kita tak sedikit yang menyimpang dari standar syariat Islam. Hijab bukan lagi penutup kecantikan perempuan, melainkan pembungkus kepala dan badan yang tetap menonjolkan kecantikan. 

Ya. Maraknya penggunaan aksesoria hijab yang bisa dikatakan ‘heboh’ membuat para perempuan lebih terlihat menonjolkan kecantikan ketimbang menutupinya. Belum lagi model hijab yang beraneka ragam dan warna serta motif yang banyak semuanya memberikan peluang bagi muslimah untuk berhijab namun tetap terlihat stylish. 

Tentu sebagai muslim kita harus prihatin. Sebab Islam sesungguhnya telah menetapkan hijab sebagai pakaian penutup aurat dan kecantikan mereka. Islam juga telah melarang tabaruj atau berlebih-lebihan dalam berdandan. Menurut bahasa, tabarruj adalah wanita yang memamerkan keindahan dan perhiasannya kepada laki-laki (Ibnu Manzhur di Lisanul Arab). Tabarrajatil mar’ah artinya wanita yang menampakkan kecantikannya, lehernya, dan wajahnya. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah wanita yang menampakkan perhiasannya, wajahnya, kecantikannya kepada laki-laki dengan maksud untuk membangkitkan nafsu syahwatnya. Rasulullah saw bersabda, “Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat sekarang ini. Satu kaum yang bersama mereka cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk memukul orang. Wanita-wanita mereka berpakaian namun telanjang, bergaya pundak mereka dan berpaling dari kebenaran. Kepala mereka seperti punuk unta kurus, mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya. Padahal baunya tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (H.R. Muslim)

Tak dipungkiri bahwa sistem kapitalistik yang berkuasa di negeri ini telah menciptakan tren mode bagi muslimah tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan standar hukum syara. Yang penting laris, yang penting menghasilkan uang. Dampaknya banyak muslimah yang terjerat di dalamnya. Berhijab tapi lekuk tubuh masih tampak nyata. Menonjol sana-sini. Bahkan tak jarang pakaian yang dikenakan pun tipis sehingga masih memperlihatkan warna kulit. Apakah ini masih bisa dikatakan syari? Lalu yang seperti apa hijab syari itu?

Seorang muslimah tentu harus memahami hakikat pakaian syari yang wajib dikenannya. Karena ilmu akan memengaruhi kualitas amal. Jika amal di dasari pada ilmu yang benar, maka tentu amal tersebut akan berbuah pahala dan kebaikan baginya. Begitu pun dengan berhijab, tak cukup hanya mengikuti mode yang sedang berkembang. Tapi harus merujuk pada syariat.

Allah swt telah memerintahkan kepada setiap muslimah yang sudah mencapai usia baligh untuk menutup auratnya dengan jilbab dan kerudung. Jilbab artinya pakaian yang lurus, tidak berpotongan atau di Indonesia biasa disebut gamis. (Al-Ahzab:56) 

Allah swt pun mewajibkan muslimah untuk menggunakan khimar(kerudung) , yakni kain penutup kepala, rambut, leher, hingga mengulur ke dada.(An-Nur:31). Jilbab dan Khimar ini merupak hijab syari yang wajib dikenakan muslimah apabila berada di kehidupan umum, misalnya di jalan-jalan, pasar, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain.

Muslimah sejati tentu akan menyederhanakan penampilan agar tak terjerumus ke dalam hal-hal yang menyimpang dari syariah. Muslimah sejati takkan ikut hanyut dalam arus mode yang kian deras di sekitarnya. Melainkan ia memilih mode berbusana yang telah ditetapkan Allah semata. Niscaya kebaikan dan keberkahan akan menyelimutinya, sebab identitas seorang muslimah akan tercermin dari caranya berpakaian. Wallahu’alam. [VM]

Posting Komentar untuk "Muslimah dalam Jeratan Mode"

close