Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

‘Pokoknya’ Reklamasi Jalan Terus… Demi Siapa?


Oleh : Ainun Dawaun Nufus – Muslimah HTI Kediri

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan seluruh permasalahan terkait reklamasi sudah dirampungkan. Termasuk masalah Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Pernyataan tersebut menyusul keputusan pemerintah yang memberikan izin untuk dilanjutkannya kembali kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta.

"Sampai sekarang semua sudah beres," kata Luhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2016). "Semua persyaratan yang diminta KLHK kepada pengembang untuk dipenuhi itu mereka penuhi sesuai jadwal waktu yang ada," lanjutnya. (kompas.com, 14/9/16)

Reklamasi pantai Jakarta adalah bisnis yang menggiurkan. Liberalisasi telah terjadi berupa pengalihan hak rakyat kepada segelintir orang. Hal lain reklamasi pantai juga menyangkut kedaulatan/pertahanan karena dari banyak perusahaan itu tidak hanya di dalam negeri saja melainkan masuknya asing. Masalahnya ada sebuah ideologi yang dibawa oleh mereka.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan tiga alasan mendasar di balik keputusan dilanjutkannya proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Pertama, kelanjutan reklamasi dianggap sebagai kepentingan DKI Jakarta dan kepentingan nasional. "Karena kalau tidak dilanjutkan, yang sudah dibuat dari zaman Pak Soeharto itu, Jakarta setiap tahun turun 7,5 cm. Itu giant sea wall-nya," ujar Luhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2016).

Kedua, mengantisipasi sumber air yang semakin berkurang. Bendungan yang nantinya akan dibuat, kata Luhut, dapat menambah sumber air. "Dari hasil penelitian, 2 meter di bawahnya air asin dan sisanya di atas, air yang bisa diproses jadi air minum. 45 meter kubik per detik akan bisa dipompa dasarnya. Kira-kira setara 40 persen kebutuhan air kita," tutur Luhut.

Adapun pertimbangan ketiga adalah menghindari rob atau banjir air laut. "Ini masalah teknik profesional. Tidak ada alasan untuk tidak meneruskan. Kalau ada masalah PLN, itu dikaji. Bisa rekayasa engineering. Temperatur air bisa dipertahankan antara 29-30 derajat celsius," kata Plt Menteri ESDM itu. Pemerintah memutuskan memberikan izin untuk dilanjutkannya kembali kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta.

Sementara Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati mengungkapkan dampak buruk yang terjadi akibat reklamasi teluk Jakarta. Menurut dia, ekosistem laut hingga sedimentasi bakal terganggu. Walhi menilai, apabila satu pulau reklamasi telah menimbulkan dampak yang sangat parah bagi ekosistem, jika akan di bangun 17 pulau reklamasi maka ekosistem laut akan rusak. "Kami melihat satu pulau saja menimbulkan dampak yang parah, apalagi kalau sudah di bangun ke 17-nya," imbuh Yaya (merdeka.com 15/9).

Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menilai, dampak dari adanya megaproyek reklamasi adalah negara akan terbebani untuk mengeluarkan anggaran secara periodik agar dapat membiayai dampak yang timbul berupa bencana lingkungan, khususnya di Pulau G. Hal ini, tambah Hermanto, tak ayal akan menjadi beban pemerintah mendatang.

"Anggaran itu setidaknya dikeluarkan untuk banjir yang lebih besar di Jakarta, merestorasi ekosistem laut yang rusak, dan memfasilitasi nelayan yang dirugikan karena berkurangnya akses dan lahan tangkap,” papar Hermanto, dalam keterangan persnya, Selasa (20/9).

Kalau negara mengeluarkan anggaran, lanjut Hermanto (sumber : republika.co.id), itu berarti yang dipakai uang rakyat. Jika rakyat tidak rela uangnya dipakai untuk membiayai bencana akibat ulah korporat, maka rakyat harus menentang kebijakan reklamasi.

Ia menambahkan, kerusakan lingkungan dan bencana banjir yang lebih besar akan menyengsarakan warga Jakarta dalam jangka panjang.  Selain itu, negara akan terus mengeluarkan anggaran untuk menanggulangi dampak dari kerusakan lingkungan dan bencana banjir tersebut.

Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia (UI), Tarsoen Waryono, mengatakan, reklamasi Teluk Jakarta lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada positif. Menurut dia, ada lima dampak negatif dari reklamasi pulau. "Pertama, membuat air laut menjadi naik, berarti akan menambah banjir rob, berarti akan membunuh pepohonan yang tidak mampu beradaptasi dengan air asin," katanya, di Jakarta, Rabu (6/5).

Kedua, sumur-sumur penduduk di sekitar pantai yang tadinya payau akan menjadi asin. Ketiga, tumbuh dan berkembangnya bakteri E coli. Bakteri E coli berkembang jika air tawar di Jakarta berkurang. Bakteri ini jika dilihat dengan perbesaran 300 kali mikroskop akan kelihatan sekali. "Misalkan diminum, dapat menyebabkan sakit perut, disentri, diare dan sebagainya," katanya.

Namun, jika dimasak dengan suhu 80 derajat, menurut dia, bakteri E coli dapat mati. Meski tidak jarang masyarakat menggunakan air tersebut untuk mandi dan mencuci pakaian. Keempat, warga yang tinggal di pulau reklamasi mungkin akan nyaman, tapi tidak masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Jika kanalnya tidak dibuat dengan baik, pengaruh bau akan besar sekali. Sebab, air asin akan mengendap, terkena panas, dan terjadi proses kontaminasi secara kimia.

"Hal tersebut tentu saja akan membuat wilayah sekitar menjadi bau, namun akan hilang dan muncul tergantung dari pasang-surut air laut," ucapnya.

Kelima, reklamasi berdampak buruk untuk mangrove. Sebab, pasang-surut air laut menyebabkan habitat dan kualitas tanah berubah sehingga jenis tanaman tertentu tidak dapat tumbuh, temasuk mangrove. 

Sejak tahun 1989 sebanyak 60.000 hektar areal lahan di Jabodetabek dikuasai oleh segelintir pengembang. Contoh konkritnya, Keppres No. 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri sebagai calon lokasi Ibu Kota terdiri dari 3 kecamatan dan 24 desa berbentuk Badan Pengendali Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri, tapi dananya dari swasta.

Bila dilihat skema yang dilakukan pemerintah dengan swasta menggunakan skema kerjasama jangka panjang konsekuensinya pemberian hak istimewa konsesi pada swasta untuk memiliki barang/pulau yang diberikan itu serta apapun yang terjadi didasarkan pada mekanisme pasar.

“Swasta berhak untuk mendesain tata kota didalamnya, menentukan harga baku airnya, utilitas seperti apa, keamanannya bagaimana. Jadi mereka (swasta) yang menguasai. Jadi sebenarnya yang sedang terjadi di reklamasi Jakarta itu adalah liberalisasi

Ini semua membuktikan, dalam sistem kapitalisme – demokrasi, pemegang kedaulatan di dongeng-kan sebagai wewenang dan milik rakyat. Rakyat dibius dengan slogan “dari, oleh dan untuk rakyat”.

Pada faktanya rakyat hanya dijadikan addres, tidak memiliki wewenang dan kuasa meskipun hanya seberat biji sawi untuk mengendalikan dan mengatur kepentingannya. Pemilik saham mayoritas yang memiliki kuasa tunggal dan otoritatif dalam sistem demokrasi adalah para pemilik modal.

Kaum kapitalis-lah yang mampu membiayai para politisi agar dapat menempuh suksesi politik hingga jenjang tampuk kekuasaan. Suksesi politik yang mahal dalam sistem demokrasi, meniscayakan hanya kaum bermodal atau para politisi yang telah melacurkan diri kepada kaum kapitalis saja yang mampu menduduki kursi kekuasaan.

Rakyat hanyalah objek sekaligus subjek penderita. Objek penderita, karena kebijakan dzalim yang digulirkan penguasa bukannya menyejahterakan malahan menambah beban di pundak rakyat. Subjek penderita, dimana seluruh keluh kesah dan penderitaan rakyat selalu di eksploitasi para pejabat dan politisi untuk meng-gol-kan kepentingan politik partai dan golongan dalam menjalankan pemerintahan.

Dalam pandangan Islam, danau, kawasan pesisir, dan laut merupakan harta milik umum seluruh rakyat secara berserikat. Harta milik umum itu dalam ketentuan syariah tidak boleh dikuasai atau dikuasakan kepada individu, kelompok individu atau korporasi. Menurut syariah, negara dengan pengaturan tertentu harus memberi kekungkinan kepada seluruh rakyat untuk bisa memanfaatkan atau mendapatkan manfaat dari harta milik umum. Negara juga harus mengelola langsung harta milik umum dan hasil pengelolaan itu seluruhnya dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung atau dalam bentuk berbagai pelayanan.

Dilihat dari ketentuan syariah itu, maka praktik pengaplingan reklamasi sebanyak 17 pulau buatan di teluk Jakarta atau kawasan pesisir Jakarta jelas tidak boleh. Sebab kawasan pesiri atau teluk adalah harta milik umu. Tidak boleh dikuasai atau dikuasakan atau diberikan konsesinya kepada individu, kelompok individu atau korporasi.

Adapun reklamasi kawasan pesisir, laut dan perairan yang termasuk milik umum, maka jika reklamasi itu dilakukan oleh individu, kelompok individu atau korporasi untuk kepentingan individu, kelompok individu atau korporasi itu sendiri maka dalam Islam dilarang. Sebab harta milik umum haram dikuasai, dikuasakan atau diberikan konsesinya kepada individu, kelompok individu atau korporasi.

Adapun jika dilakukan sendiri oleh negara untuk kepentingan tertentu diantara kepentingan negara dan kemaslahatan masyarakat maka reklamasi untuk semacam itu secara syar’iy dimungkinkan. Hal itu karena secara syar’iy negara memiliki wewenang untuk memproteksi sesuatu dari harta milik umum untuk tujuan tertentu.

Dengan demikian, reklamasi kawasan pesisir atau laut jika dilakukan oleh individu, kelompok individu atau korporasi untuk kepentingan individu, kelompok individu atau korporasi itu sendiri maka haram dilakukan. Negara haram memberikan kuasa, memberikan konsesi atau memberian izin kepada individu, kelompok individu atau korporasi untuk melakukan itu.

Adapun reklamasi atas kawasan pesisir atau laut atau kawasan perairan milik umum oleh negara untuk tujuan atau keperluan tertentu yang termasuk kepentingan negara dan atau kepentingan atau kemaslahatan rakyat maka reklamasi itu boleh dilakukan. Namun dalam melakukan itu tetap negara harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah terkait, termasuk tidak boleh membahayakan.

Walhasil, Indonesia ketika melaksanakan kebijakan reklamasi, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat umum tentu saja harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan hal tersebut tidak akan terwujud jika Islam tidak diadopsi secara menyeluruh sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Jika tidak mengikuti kaidah syar’iyah, maka batalkan! [VM]

Posting Komentar untuk "‘Pokoknya’ Reklamasi Jalan Terus… Demi Siapa?"

close