Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Acakadul Pendidikan Indonesia


Oleh : Luluk Ummu Fatih 
(Pedagang tinggal di Kediri)

Kenakalan remaja yang semakin menjadi saat ini, disambut oleh Menteri Pendidikan yang baru Muhajir Efendi dengan wacana pendidikan sehari penuh. Diharapkan dengan kebijakanm tersebut anak-anak sendiri dapat lebih aman berada di lingkungan sekolah sampai sore. Jadi anak sekolah dari tingkat SD-SMU berada disekolah dari pagi sampai sore. Dengan anggapan akan menekan angka kenakalan remaja karena disekolah akan diisi dengan pendidikan karakter kebangsaan yang pastinya minus pendidikan agama.

Bisa jadi niat tersebut sangat baik, karena kalau anak pulang sekolah di rumah tidak ada orangtuanya karena bekerja, bisa sangat tidak aman. Akan tetapi jika disekolah hanya sekedar mengisi waktu luang juga akan sia-sia, tidakakan berdampak pada meningkatnya moral seseorang. Yang seharusnya dilakukan adalah dengan menerapkan pendidikan berbasis aqidah islam. Pemberian ilmu terapan pun tidak boleh bertentangan dengan islam. Contohnya ilmu sains yang dalam teori Darwin bahwa penciptaan makhluk hidup dari materi. Hal ini sangat bertentangan dengan islam, bahwa makhluk hidup ada karena ada yang menciptakan yaitu Allah SWT. Jadi meskipunditerapkan sistem pendidikan sehari penuh, tetapi berbasisi pendidikan sekuler, agama hanya sebagai pelengkap saja akan tetap menetak generasi yang rusak. Maka hanya dengan diterapkanyya syariah islam secara kaffah dalam segala bidang termasuk pendidikan akan mencetak generasi gemilang.

Masalahnya persoalan dunia pendidikan di tanah air terus menerus bertambah. Bukan saja dari perilaku para siswa yang tidak mencerminkan generasi terdidik dengan perilaku tidak terpuji seperti bolos sekolah, pergaulan bebas, tawuran, hingga peredaran narkoba. Tapi keburukan itu juga ditampilkan oleh sosok para pendidiknya. Para guru yang semestinya memberikan keteladanan dan pengasuhan kepada murid-murid mereka justru ibarat pagar makan tanaman. Beberapa oknum pengajar dan pejabat sekolah justru terbukti melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak didik mereka.

Rangkaian peristiwa memalukan dan memilukan ini patut untuk dikaji karena terjadi di institusi pendidikan yang semestinya terhormat dan mulia. Kejadian ini menunjukkan ada kesalahan mendasar yakni falsafah dan tujuannya. Dunia pendidikan di tanah air berdiri di atas falsafah sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan sedangkan tujuannya tidak jelas. Meski dicantumkan kalimat ‘bertakwa kepada Allah’ akan tetapi semua tahu bahwa hal itu hanyalah lips service. Prakteknya tuntunan agama tidaklah dijadikan aturan dalam dunia pendidikan. Bahkan ia hanya menjadi pelengkap saja. Perhatikan saja mata pelajaran agama yang di SD hingga SMU yang hanya berjumlah 2 jam. Sedangkan di perguruan tinggi hanya ada di satu semester dengan beban 2 SKS. Suasana keagamaan (baca: keislaman) tidak tampak dalam kehidupan di sekolah apalagi di kampus-kampus. Baik dalam pergaulan antar siswa, guru dengan siswa maupun antarguru pun jauh dari aturan Islam.
Yang memprihatinkan perselingkuhan di kalangan tenaga pengajar juga kerap terjadi. Hal ini diakui oleh Direktur Aksara, lembaga pembela hak-hak perempuan Daerah Istimewa Yogyakarta (tempo.co, 24/1/ 2013). Perselingkuhan di kalangan guru terjadi terutama setelah adanya uang sertifikasi. Sedangkan pada tahun 2008, Dinas Pendidikan Bondowoso mengatakan bahwa perselingkuhan di tingkat guru meningkat 100 persen.

Sebenarnya sejak dulu Negeri ini telah terjangkit penyakit “awkarin” dimana mereka mengagung-agungkan kebebasan, berpesta pora, pergaulan bebas, dll. Tetapi sejak fenomena ini timbul di sosmed maka makin rame dibicarakan apalagi pengikutnya adalah remaja ABG yang sangat rentan dan mudah sekali meniru.

Dengan melihat banyaknya Awkarin-awkarin saat ini maka Mendikbud Muhajir Effendi menggagas ide Full day school untuk SD, SMP bahkan SMA negeri atau swasta. Diharapkan agar anak terkontrol di lingkungan sekolah, tidak bergaul dengan anak lain yang akan menimbulkan efek buruk dll. Serta untuk anak- anak yang orangtuanya bekerja tidak akan merasa sendiri di rumah dan tak akan liar walau tanpa pengawasan ortu.

Tetapi banyak terjadi pro dan kontra di masyarakat. Mereka yang pro dengan ide full day school merasa tertolong apalagi yang kedua orangtuanya sibuk dengan segala macam pekerjaan yang menuntut tidak berada di rumah. Namun banyak pula yang tidak setuju dengan ide ini karena melihat fakta ditengah masyarakat banyak yang anak anak mereka mudak sekali stress karena berada di lingkungan yang sama sepanjang hari dan pelajaran yang monoton. Bukan itu saja full day school akan menimbulkan masalah baru dimana anak-anak bercampur baur cewek/cowok.mereka bertemu setiap hari dengan watktu yang panjang di sekolahan, dan akan terjadi yang namanya pacaran,dll.

Akar masalahnya tidak lain yaitu sekuler dimana disekolah apapun itu dipisahkan dengan agama. Entah itu pelajarannya, perilakunya, ataupun kurikulumya jauh dari kata / bagaimana kehidupan harus sejalan dengan aqidah islam, serta di zaman yang sulit ini orang akan dituntut untuk mencari uang sebanyak banyaknya walaupun harus mengorbankan tanggung jawab terhadap anak ( kapitalisme).

Dari keadaan semacam ini semakin berat rasanya mengharapkan akan bermunculan intelektual muslim yang handal dalam iptek sekaligus berkepribadian baik. Dunia pendidikan semakin tenggelam dalam berbagai skandal selain persoalan kurikulum, korupsi ditambah dengan perilaku asusila para tenaga pendidiknya. Inilah hasil menerapkan sekulerisme dan demokrasi di tanah air dengan menyingkirkan ajaran Islam yang mulia

Jangan Diam 
  1. Memberikan pendidikan yang baik dan benar dengan berdasarkan aqidak islam adalah kewajiban orangtua terhadap anak. Bila aqidah yang tertanam menancap kuat pada diri anak, anak akan terkontrol dimanapun berada.
  2. Kewajiban member nafkah adalah seorang suami, dengan demikian seorang ibu tetap berada untuk senantiasa member pelajaran kepada anak. Anak pun tidak akan terbengkalai dengan orang lain diluar rumah.
  3. Kembali kesistem  islam, pendidikan untuk anak sesuai syariat islam pasti akan mencetak generasi islam yang handal tanggunh dan beraqidah islam.

Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syari’at Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola pendidikan Islami diantaranya :

Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.  

Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Menyajikan content pendidikan dengan prinsip al Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya. 

Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.

“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar) [VM]

Posting Komentar untuk "Acakadul Pendidikan Indonesia"

close