Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bengkulu DARURAT Zina “HIV/AIDS”


Oleh :Nining Tri Satria, S.Si
(Ko. Media MHTI Bengkulu)

Kasus HIV/AIDS seakan tak ada habisnya hingga hari ini. Angka penularan HIV/AIDS semakin melesat.  Pertumbuhan epidemi HIV Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Penularan HIV di Indonesia terjadi peningkatan sebesar 162% sejak tahun 2001. Kita ketahui bahwa AIDS adalah penyakit yang timbul akibat penyimpangan perilaku seksual, ditandai dengan menurunnya imunitas tubuh penderitanya. 

Penyakit AIDS ini merupakan jenis penyakit berbahaya, mematikan, dan menular. Penularan penyakit ini bisa melalui berbagai cara. Bisa melalui oral, antara penderita dengan pasangannya yang sehat. Bisa melalui hubungan badan. Bisa melalui jarum suntik bekas yang pernah digunakan oleh penderita, kemudian digunakan oleh orang sehat. Karena itu, penyebaran penyakit ini mengalami peningkatan yang signifikan, bukan hanya menimpa orang dewasa, tetapi juga anak-anak, bahkan janin yang masih dalam kandungan.

Penyakit AIDS ini, diakui atau tidak, berawal dari perilaku seksual yang menyimpang, akibat berganti-ganti pasangan seks (heteroseksual). Dengan kata lain, penyakit ini muncul karena perilaku zina yang merajalela di tengah masyarakat. Ditambah tidak adanya punishment (sanksi) yang bisa menghentikan perilaku menyimpang ini, beserta dampak ikutannya.

Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan kepada Kemenkes pada tahun 2012 mencapai 21.511 orang dan pada tahun 2013 sekitar 29.037 orang. Perkiraan infeksi baru pada tahun-tahun tersebut berkisar 60.000 orang. Dan masih akan terjadi peningkatan jumlah infeksi baru bila tidak ada penambahan dan peningkatan intervensi. Diperkirakan tahun 2015 jumlah ODHA akan meningkat menjadi 1 juta penderita dan akan ada 350.000 kematian akibat AIDS. 

Dari banyaknya Orang yang terkena HIV/AIDS di Indonesia, tragisnya ibu rumah tangga menempati peringkat teratas. Jumlahnya mencapai 6.539 di tahun 2014. Data ini dikumpulkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di tahun 2007-2014. Mereka adalah korban dari suami mereka yang tertular HIV/AIDS akibat perilaku seks kotor; gonta-ganti pasangan, mendatangi pelacuran, atau penggunaan narkoba dengan jarum suntik.

Berbanding lurus dengan kasus yang terjadi di Indonesia pada umumnya, maka di Provinsi Bengkulu sendiri terbukti dari sekitar 800 warga yang dicurigai mengidap penyakit mematikan itu, sudah tercatat 716 orang positif penderita, bahkan perkembangan terbaru 21 orang diantaranya meninggal dunia. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Drs. H. Amin Kurnia, SKM, MM mengatakan, paling tinggi di wilayah Kota Bengkulu sudah mencapai 523 kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Kemudian disusul dari Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 96 kasus, Seluma 20 kasus, Bengkulu Selatan 16 kasus, Benteng dan Lebong masing-masing 7 kasus, Kepahiang 9 kasus dan Kaur 6 kasus.. Padahal sebelumnya penderita masih sekitar 600 orang. Sehingga cukup tinggi peningkatannya. Mirisnya lagi penderita itu mulai dari kalangan bayi hingga orang dewasa. Artinya, di tingkat pelajar, mahasiswa sudah banyak yang tertular penyakit mematikan ini. Penularan cukup cepat itu mayoritas diawali melalui hubungan seks. Selain itu juga melalui alat cukur rambut. Untuk bayi tersebut tertular dari orangtuanya. Menurut Amin, pantauan yang diduga sudah terkena HIV/AIDS itu sudah mencapai 800 orang se Provinsi Bengkulu. Akan tetapi, yang sudah terdata dari 10 kabupaten/kota baru 716 orang (Sumber: Harian RB).

Mengatasi masalah AIDS ini tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terkait dengan akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ini. Maka, menyelesaikan wabah AIDS ini tidak bisa hanya dengan mengatasi AIDS-nya saja, sementara sumber penyakitnya tidak ditutup. Sumber penyakit AIDS ini jelas, yaitu gonta-ganti pasangan seks, atau perzinaan, dan seks bebas (free sex dan free love). Maka, pintu ini harus ditutup rapat-rapat. Karena itu, dengan tegas Islam mengharamkan perzinaan dan seks bebas. Allah SWT berfirman: “Janganlah kalian mendekati perzinaan, karena sesungguhnya perzinaan itu merupakan perbuatan yang keji, dan cara yang buruk (untuk memenuhi naluri seks).” (QS al-Isra’: 32). Islam bukan hanya mengharamkan perzinaan, tetapi semua jalan menuju perzinahaan pun diharamkan. Misalnya, mengharamkan pria dan wanita berkhalwat (menyendiri/berduaan). Sebagaimana sabda Nabi saw, “Hendaknya salah seorang di antara kalian tidak berdua-duaan dengan seorang wanita, tanpa disertai mahram, karena pihak yang ketiga adalah setan.” (HR Ahmad dan an-Nasa’i)

Tidak hanya berduaan, memandang lawan jenis dengan syahwat juga dilarang. Dengan tegas Nabi menyatakan, bahwa zina mata adalah melihat (HR. Ahmad). Nabi juga melarang pandangan kedua (pandangan yang disertai dengan syahwat) (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan Abu Dawud). Bahkan, Nabi pernah memalingkan kepala Fadhal bin Abbas ketika memandangi wajah perempuan Khas’amiyah, seraya bersabda, “Pandangan yang bersumber dari syahwat itu merupakan busur panah setan.” Dalam riwayat lain Nabi menyatakan, “Dua mata berzina, ketika keduanya sama-sama melihat. Dua tangan berzina, ketika keduanya meraba..” (as-Sarakhshi, al-Mabsuth, X/145).

Islam juga mengharamkan pria dan wanita menampakkan auratnya. Dengan tegas Allah menyatakan, “Dan hendaknya para wanita itu tidak menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang boleh nampak darinya (wajah dan kedua telapak tangan).” (QS an-Nur: 31). Dengan tegas ayat ini mengharamkan wanita menampakkan auratnya, yaitu seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan bagi pria, Islam mengharamkan pria memperlihatkan pahanya, melihat paha orang hidup maupun mayit (HR ar- Razi, Tafsir ar-Razi, XXIII/371)

Jika seluruh hukum dan ketentuan di atas diterapkan, maka praktis pintu zina telah tertutup rapat. Dengan begitu, orang yang melakukan zina, bisa dianggap sebagai orang-orang yang benar-benar nekat. Maka terhadap orang-orang seperti ini, Islam memberlakukan tindakan tegas. Bagi yang telah menikah (muhshan), maka Islam memberlakukan sanksi rajam (dilempari batu) hingga mati. Ketika Maiz al-Aslami dan al-Ghamidiyyah melakukan zina, maka keduanya di-rajam oleh Nabi SAW hingga mati. Bagi yang belum menikah (ghair muhshan), Islam memberlakukan sanksi jild (cambuk) hingga 100 kali. Dengan tegas Allah menyatakan, “Pezina perempuan dan laki-laki, cambuklah masing-masing di antara mereka dengan 100 kali cambukan.” (QS an-Nur: 2) 

Hari ini banyak solusi yang menyesatkan, banyak pihak sepakat bahwa semua kasus di atas mesti segera dihentikan. Sayangnya, kebanyakan solusi yang ditawarkan berpijak pada ide kebebasan dan ide hak reproduksi. Ide ini menuntun siapa saja untuk memandang bahwa aktivitas seksual adalah hak yang tidak bisa dilarang. Selama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran sendiri, tanpa paksaan, hubungan seks, termasuk seks bebas (zina), tak bisa disalahkan. Akibatnya, seks di luar nikah alias zina lantas tidak dianggap salah. Pandangan seperti itu akhirnya melahirkan solusi yang menyesatkan seperti: ‘pacaran sehat’, ‘pekan kondom nasional’, ‘setia pada pasangan’ (termasuk pasangan zina), dll.

Dasar pemikiran itu pula yang diadopsi di dalam hukum yang berlaku di negeri ini. Hukum yang berlaku di negeri ini memandang zina bukan tindakan kriminal yang bisa diperkarakan selama dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan dan selama tidak ada yang mengadukan. Karena itu berbagai program dan solusi yang dijalankan selama ini tidak bisa menghentikan zina di masyarakat, khususnya kalangan remaja. Artinya, semua bencana yang menjadi akibatnya juga tak akan pernah bisa dihentikan.

Larangan mendekati zina berarti juga larangan atas segala perkara yang bisa mendorong, mengarahkan dan menyerukan ke arah perzinaan di masyarakat. Karena itu berbagai materi cetak, audio, visual dan bentuk apapun yang memuat unsur pornografi haram beredar dan harus dijauhkan dari masyarakat. Pelakunya harus ditindak tegas. Sebelum semua itu, Islam mewajibkan negara untuk menanamkan dan memupuk keimanan dan ketakwaan pada diri rakyat sejak dini.

Palang pintu terakhir adalah penerapan sanksi yang tegas dan keras terhadap para pezina. Pezina yang ghayr muhshan (belum menikah) dicambuk seratus kali. Pezina yang muhshan (sudah pernah menikah) dirajam hingga mati. Tentu semua itu dilakukan setelah perzinaan terbukti dengan pembuktian yang syar’i. Pelaksanaan hukuman itu pun harus disaksikan oleh masyarakat (QS an-Nur: 2). Para pelaku yang mempropagandakan kebebasan seks alias zina juga wajib ditindak tegas. Dengan hukuman yang tegas, efek jeranya benar-benar efektif mencegah orang melakukan perzinaan ataupun mepropagandakan perzinaan.

Dengan semua itu dan dengan pelaksanaan sistem Islam lainnya, umat bisa terlindungi dari perilaku seks bebas alias zina dan berbagai bencana yang menjadi akibatnya. Semua itu hanya mungkin terwujud jika syariah Islam diterapkan secara total. Ini hanya bisa diwujudkan di bawah naungan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah yang segera harus diwujudkan di tengah-tengah umat saat ini. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [VM]

Posting Komentar untuk "Bengkulu DARURAT Zina “HIV/AIDS”"

close