Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proxy War Amerika Serikat vs Inggris di Yaman Melalui Alat-Alat Lokal


Oleh : Umar Syarifudin 
(Pengamat Politik Internasional)
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Jatim)

Selama Perang Yaman yang menyebar luas, puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang telah terusir, terbunuh dan terluka. Kini Amerika Serikat (AS) dan Inggris menyerukan agar gencatan senjata segera dilakukan di Yaman. Seruan itu untuk mengakhiri kekerasan antara kelompok Houthi yang didukung Iran dan Pemerintah Yaman yang didukung negara-negara Teluk. Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan jika kedua belah pihak menerima usulan gencatan senjata, maka PBB akan mengirim utusan khusus Ismail Ould Cheikh Ahmed. Ia akan bekerja memberikan rincian proses gencatan senjata dan mengumumkan kapan dan bagaimana gencatan senjata tersebut akan berlaku.

Negosiasi yang alot telah gagal untuk mengakhiri konflik antara pasukan pemerintah, yang didukung oleh koalisi Arab, dan pemberontak Houthi, yang didukung oleh Iran. Yaman jatuh ke dalam kekacauan setelah mantan Presiden Ali Abdullah Saleh digulingkan, dimana pasukannya sekarang berjuang bersama Houthi. Saudi yang memimpin militer koalisi Arab memulai serangan udara terhadap Houthi untuk mendukung pemerintah Presiden Abd-rabbu Mansour Hadi pada bulan Maret 2015 lalu.

Siapa saja yang mengamati konflik di Yaman, pasti memahami bahwa berbagai negosiasi dan resolusi sebagai kedok untuk menyembunyikan wajah politik AS dan Inggris yang sebenarnya, termasuk upaya mengelabuhi berbagai situasi yang terjadi. Dan juga rekayasa politik untuk menyembunyikan negara-negara yang memiliki pengaruh dan kepentingan atas Yaman.

Geopolitik

Tidak bisa dinafikan, invasi Barat terhadap kaum Muslim baik secara militer maupun politik atau ekonomi, sosial keduanya menyebabkan konflik internasional menimpa Yaman pada beberapa tahun lalu. Inggris dan Amerika akhirnya menggerakkan Yaman menjadi negara Yaman. Hilangnya kekuasaan Yaman terjadi setelah jatuhnya Khilafah Islamiyyah. Berapa banyak dari negara-negara Islam yang harus dimusnahkan. dan berapa banyak anak-anak yang harus mati, sebelum kaum Muslim menyadari bahwa sistem politik saat ini harus diganti dengan Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah? Namun, langkah pertama dalam proses ini adalah  kaum Muslim harus bergerak daripada tetap mati rasa secara politik, sementara para pemimpin mereka melaksanakan rencana-rencana Barat.

Yaman menjadi ajang rebutan pengaruh imperialisme internasional adalah faktor pelabuhan yang dimiliki Yaman. Kota Aden di Yaman selatan telah lama menjadi pelabuhan penting di persimpangan dari beberapa jalur laut tersibuk di dunia. Aden dibangun sebagai stasiun batubara untuk kapal dagang Inggris yang menuju ke Lautan India, dan pelabuhan besar yang alami itu berhasil membuat hubungan regional. Namun, kurangnya investasi dan ketidakstabilan politik telah menghambat perkembangannya. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kondisi tersebut sengaja diciptakan agar Yaman tidak bisa bangkit dan ‘menguasai’ geopolitik di negara-negara Teluk. Tampaknya Amerika menggunakan ketidakmampuan rezim Yaman untuk menangani masalah-masalah dalam negeri untuk ikut campur dalam urusan negeri itu dan kemudian mendirikan kehadiran permanen di perairan strategis di Aden.

Teluk Aden, yang berada di lepas pantai Yaman, menjadi tempat pengapalan barang-barang yang menuju ke pelabuhan-pelabuhan dunia, dan sangat penting di bidang pelayaran. Setiap hari, 3 juta barel minyak melewati perairan Yaman. Di sebelah utara adalah Terusan Suez dan kilang di pelabuhan Saudi Yanbu. Ke selatan adalah Samudra Hindia dan pengiriman jalur untuk pasar Asia yang haus energi.

Bagi Amerika dan bagi siapapun, Laut Merah dan Teluk Aden akan selalu merupakan sebuah kawasan terusan yang strategis. Lebih dari 30% semua minyak mentah dan lebih dari 10% perdagangan global melewati daerah ini.  Amerika juga telah gagal untuk mendapatkan kemenangan di Somalia – yang berada di seberang Negara Yaman dan memiliki garis pantai dengan Teluk Aden dan sebagai akibatnya memfokuskan penguasaan wilayah itu melalui laut. Terlihat tampak kehadiran kapal-kapal perang asing di Teluk Aden dan di sepanjang garis pantai Somalia. Ada kapal-kapal perang dari Armada Kelima Angkatan Laut AS di kawasan itu, yang pada akhir-akhir ini menjadi pusat pembajakan atas sejumlah kapal internasional. Menariknya sebagian besar kapal-kapal yang dibajak adalah kapal-kapal Eropa, dan tidak ada kapal-kapal Amerika, yang hadir di sana dalam jumlah yang besar, yang pada kenyataannya, di bawah kendali Amerika-lah serangan-serangan itu dilakukan.

Komando Sentral Amerika Serikat mendirikan Wilayah Patroli Keamanan Laut (MSPA), suatu wilayah zona patroli tertentu di Teluk Aden pada bulan Agustus 2008. Walaupun perbatasan-perbatasannya adalah wilayah yang  sempit, yang berbentuk persegi panjang antara Somalia dan Yaman, dan berada di dalam kawasan Utara teluk. Dari hal ini tampaknya Amerika sedang membangun sebuah pangkalan militer permanen di Teluk Aden untuk melindungi kepentingannya di Afrika dan menggunakan ketidakmampuan rezim Yaman untuk menangani isu-isu dalam negeri untuk membenarkan kehadirannya di jalur terusan yang sangat penting itu. Seorang pejabat senior militer Perancis yang namanya tercantum dalam Asharq Alawsat pada tanggal 28 Oktober 2008 mengatakan “dengan mengerahkan pasukannya di Jibouti, Amerika bertujuan untuk memastikan kehadiran permanennya di tanduk Afrika di pusat konflik di Yaman, Somalia dan bahkan Sudan.”

Sejak pengaruh Inggris bercokol di Yaman hingga hari ini, khususnya pada masa rezim sekarang, Amerika terus berupaya menciptakan guncangan terhadap situasi yang sedang berlangsung dan berusaha menerapkan pandangan lamanya yang kembali dipakai, bahwa Amerika adalah pewaris Barat di daerah-daerah koloni mereka. Karena itu, pengaruh Amerika harus bercokol di Yaman, bukan pengaruh Inggris yang sebenarnya sudah renta. 

Inggris dan kepentingannya berupaya untuk mempertahankan kesatuan, dan mencegah infiltrasi Amerika ke Yaman melalui Iran dan Syiah Yaman, dan melalui Ali Salim al-Baidh. Sementara Amerika berusaha menjatuhkan rezim reformasi, dan memecah-belah Yaman seperti apa yang sedang terjadi di Sudan. Namun, apakah penduduk Yaman menyadari apa yang sedang direncanakan terhadap mereka, dan apa yang sedang disusun oleh para musuh mereka, sehingga mereka memiliki sikap yang sama untuk menghentikan semua rencana jahat penjajah Barat, dan jika tidak, maka nasib mereka akan sama dengan nasib Somalia, Afghanistan, dan Sudan.

Untuk itu, aktivitas-aktivitas Amerika di Yaman terfokus pada dua hal: misi intimidasi terhadap rezim Yaman dan pelatihan untuk innercircle (lingkaran kecil) politik yang loyal kepada Amerika. Untuk “misi intimidasi”, Amerika menggunakan Iran untuk mendukung Kelompok al-Houthy. Mereka bisa menjadi bom waktu yang siap diledakkan di utara Yaman dan perbatasan dengan Saudi ketika diperlukan. Adapun “misi pelatihan” untuk ‘lingkaran kecil’ politik yang loyal kepada Amerika itu adalah pergerakan yang berlangsung terus-menerus di selatan dengan tujuan untuk memisahkannya. Lalu akan dilakukan pemisahan wilayah selatan dari wilayah utara Yaman sebagai langkah pertama. Setelah semuanya itu, langkah berikutnya, Amerika bisa mulai memasukkan pengaruhnya ke Yaman secara menyeluruh. 

Yaman juga menjadi tempat “check point” pengawasan kapal-kapal yang akan menuju Selat Hormuz di ujung Teluk Persia. Pada lintasan laut yang sempit, seperti Bab el Mandeb, selat yang lebarnya hanya 12 mil dengan Yaman di satu sisi dan Djibouti di sisi lain. Tak heran Djibouti telah menjadi pos penting bagi militer AS dan Prancis.

Al-Houthi yang menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh dan juga menundukkan Presiden penggantinya, Mansour Hadi yang ‘sesuai’ dengan pesanan Barat serta negara-negara Arab, akhir-akhir ini menjadi ‘alat legitimasi’ bagi Saudi dan koalisinya menyerang habis Yaman. Akibat serangan ini terjadi perang fisik yang menelan banyak korban sipil dan anak-anak. Dalam mengatasi hal ini, dari sejak awal perlawanan yang dilakukan oleh Houthi ke Pemerintah Yaman, menjadikan Sana’a dan Riyadh melakukan kerjasama. Pemerintah Saudi rela menyuntikkan dana ke Sana’a setiap tahunnya sebesar 2 Milyar USD, dengan target menjamin keamanan wilayah perbatasan Saudi-Yaman.

Kronologis

Baik Pemerintah Arab Saudi maupun Pemerintah Yaman telah berusaha untuk mengkaitkan Kaum Houthi  dengan Iran,  dengan memberikan bukti-bukti bahwa keduanya adalah Shi’ah walaupun Syi’ah Yaman adalah Zaydi, sementara Syi’ah Iran sebagian besar adalah Itsna Asyar’i (Dua Belas Imam). Arab Saudi telah lama terganggu oleh meningkatnya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Yaman, perbatasan dimana dengan mudahnya orang keluar-masuk, dan kemampuan penduduk setempat untuk menyeberang perbatasan semaunya. Arab Saudi pada saat ini memaksakan adanya suatu zona penyangga perbatasan (buffer zone) selebar 10 km yang berada di dalam perbatasan Yaman.

Setelah mengebom Yaman menjadi berkeping-keping, yang menjadi perhatian saat ini adalah invasi pasukan darat. Pasukan koalisi negara-negara Muslim pimpinan Saudi yang bertindak di bawah arahan Amerika telah gagal total dalam menghentikan pasukan Houthi dan sekutunya.

Konflik di Yaman membesar buah dari gejolak sebelumnya yang terjadi selama bertahun-tahun. Konflik ini dipantik dari gelombang Arab Spring yang terjadi pada akhir 2010.  Gelombang Arab Spring yang melanda negara-negara Timur Tengah bermula dari ketidakpuasan warga negara-negara Arab terhadap pemerintah mereka. Gelombang protes yang pertama pecah di Tunisia pada Desember 2010, kemudian menyebar ke negara Arab lainnya.

Ketidakstabilan politik di Yaman yang terjadi selama upaya penggulingan Ali Abdullah Saleh menjadi celah bagi kelompok pemberontak Houthi yang beraliran Syiah untuk coba merebut kekuasaan dari pemerintah. Konflik antara Pemerintah Yaman dengan Kelompok Houthi sebenarnya berlangsung jauh sebelum gelombang Arab Spring melanda. Konflik ini disebabkan perbedaan perlakuan pemerintah terhadap warga Syiah Yaman. Keadaan Yaman makin memanas dengan memuncaknya konflik Sektarian Syiah yang diwakili oleh Kelompok Houthi dengan kaum Sunni yang berada di pihak Pemerintah Yaman. 

17 September 2014, pertempuran antara pasukan Pemerintah Yaman dengan Kelompok Houthi berlangsung di tepi ibu kota Sanaa. Pasukan pemberontak menghujani Sanaa dengan serangan mortir. 

20 September 2014, gedung stasiun televisi milik Pemerintah Yaman dibakar setelah konflik antara mereka dengan Kelompok Houthi semakin panas. Beberapa gedung lain juga menjadi rusak parah. Televisi Yaman telah meminta bantuan internasional dan nasional untuk melakukan evakuasi. 

24 September 2014, Perdana Menteri Yaman Salem Basindwa mengundurkan diri sebagai syarat pembicaraan gencatan senjata yang diajukan oleh Kelompok Houthi. PM Salem digantikan oleh Khaled Bahhah. 

20 Januari 2015, Kelompok Houthi menyerang Istana PM Yaman setelah sehari sebelumnya menyerang istana kepresidenan. Serangan ini diakhiri dengan gencatan senajata oleh kedua belah pihak. 

23 Januari 2015, Abd Rabbo Mansour Hadi menyatakan mundur dari jabatan Presiden Yaman. Mundurnya Hadi membuat kekuasaan di Yaman lowong. Pemerintahan bentukan Kelompok Houthi tidak mendapat dukungan dari warga Yaman. 

Februari 2015, Beberapa negara menutup kedutaan mereka di Yaman karena mengetahui situasi di Sanaa semakin buruk. 

22 Februari 2015, Presiden Hadi berhasil melarikan diri ibu kota Sanaa dengan bantuan Dewan Keamanan PBB. 

24 Februari 2015, Presiden Hadi menarik pengunduran dirinya. Dia kemudian mengumumkan Aden sebagai ibu kota sementara Yaman. 

20 Maret 2015, dua bom bunuh diri mengguncang Yaman, menewaskan 142 orang dan melukai ratusan lainnya. Kelompok militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas kejadian ini, sekaligus mengumumkan keterlibatan mereka dalam konflik. 

23 Maret 2015, Presiden Hadi mengumumkan Aden sebagai ibu kota sementara Yaman, sekaligus meminta bantuan dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk untuk memulihkan kekuasaannya di sana. 
26 Maret 2015, Arab Saudi menyanggupi permintaan Presiden Hadi dan memulai serangan udara ke Yaman. (okezone, 28/3/2015)

Meskipun terjadi campur tangan berulang-ulang dan mengganggu dari kekuatan Barat dalam urusan negara-negara Muslim, para pemimpin dunia Islam terus menyediakan  mereka banyak kesempatan untuk mengkonsolidasikan cengkeraman mereka. Yang terbaru dari kegilaan ini adalah para pemimpin tidak kompeten yang merupakan sikap menyerah kepada Barat adalah permintaan Yaman kepada PBB untuk mendorong diturunkannya pasukan darat. PBB adalah alat kolonial untuk menjaga tatanan politik dan hegemoni Barat. Kita hanya perlu melihat apa yang terjadi pada Irak dan Afghanistan untuk mengetahui dengan jelas kerusakan parah yang telah dilakukan PBB kepada negara-negara tersebut.

Kesimpulan

Ideologi Kapitalisme yang rakus inilah yang menjadi dasar dari setiap kebijakan politik luar negeri AS maupun Inggris. Setiap kebijakan politik luar negeri AS pastilah bertujuan untuk kepentingan nasionalnya. Ditegaskan dalam dokumen The 2015 National Security Strategy (Strategi Keamanan Nasional 2015) Amerika Serikat yang di-publish Gedung Putih pada Februari 2015 kemarin., “Kami akan memimpin dengan tujuan, yang dipandu oleh kepentingan nasional yang abadi, nilai-nilai dan komitmen…”

Tidak aneh jika strategi keamanan AS selalu dalam kerangka mempertahankan dan mengokohkan ideologi Kapitalisme di dunia. Itu artinya, AS akan tetap menjadikan demokrasi sebagai panduan politik di negaranya dan akan terus dijaga pelaksanannya di negara-negara lain. Karena itu perubahan apapun yang terjadi di dunia, termasuk di Timur Tengah, tetap dalam kerangka mengokohkan sistem demokrasi. Sama halnya dengan Inggris.

Sudah saatnya bagi penduduk Yaman untuk menyadari, bahwa rezim Yaman dengan langkah-langkahnya yang zalim itu justru memudahkan pihak-pihak yang bertarung untuk berebut menguasai bumi Yaman, membunuh penduduknya. Sudah saatnya negeri-negeri kaum Muslim merdeka secara hakiki, menolak menjadi panggung bagi Barat dalam melakukan permainan untuk menumpahkan darah kaum Muslim dan merampok kekayaan negeri-negeri mereka. Konflik Yaman tidak akan selesai kecuali dengan satu solusi: Khilafah Rasyidah yang melindungi setiap jengkal tanah kaum muslim dan menyebarkan pengaruhnya hingga ke seluruh bumi. [VM]

Posting Komentar untuk "Proxy War Amerika Serikat vs Inggris di Yaman Melalui Alat-Alat Lokal"

close