Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aksi 212, What Next?


Oleh : Mahfud Abdullah 
(Analis PKDA)

Yang menarik dari sebuah peristiwa adalah "membicarakannya". Baik sebelum peristiwa dengan asumsi-asumsi atau prediksi prediksi, analisa, tapi setelah sebuah peristiwa terjadi seolah identik dengan panas setahun hujan sehari. Hal seperti ini tdk hanya pada peristiwa besar saja hampir  dari tingkat dunia sampai masalah tetangga. Sehingga kita bisa menilai bahwa semua yang berpolemik (menganalisa, berasumsi dst) berposisi tidak lebih sebagai penonton. Kita tentu faham penonton tidak berkontribusi pada jalannya sebuah "permainan" kecuali jika penonton "melibatkan diri" dalam permainan. Contoh pertandingan sepak bola,sehebat hebatnya penonton bahkan komentator tidak bisa menentukan permainan ,menetukan kalah menang tim lawan atau kawan. Kecuali jika penonton tersebut turun kelapangan, (baca : berkontribusi) pada permainan, maka akan menentukan keberlangsungan permainan,minimal permainan ini akan buyar jika semua penonton turtun ke lapangan.

Lalu apa hubunganya dengan aksi 212 ke depan? satu hal yang harus kita sadari peran apa yang kita mainkan dalam peristiwa tersebut. Pemain atau penonton? Dalam aksi tersebut bagi yang menyadari secara penuh akan jati dirinya sebagai muslim tentu akan merasa "ikhlas " menjadi pemain. Dan hal yang harus di sadari dalam sebuah permainan,adalah pertama menyadari siapa lawan dan siapa kawan,yang kedua adalah strategi yang jitu untuk mengalahkan lawan,ketiga timing waktu permainan dan yang terakhir poin apa saja yang harus kita raih agar kita menjadi pemenang.

Menyadari siapa kawan siapa lawan agar energi yang kita keluarkan tidak merugikan team,efektif,dan efisien. Sehingga juga harus di petakan siapa team inti dalam hal ini. Strategi sangat penting sehingga bergerak dengan sebuah bekal yang cukup dalam hal ini mengetahui seberapa kekuatan lawan,sehingga bisa menentukan cara paling efektif untuk mengalahkannya Timing waktu pertandingan ,sampai kapan pertandingan ini akan berakhir..dengan mengetahui timing maka seberapa ritme permainan dengan energi yg di miliki agar tempo permainan tetap bisa kita kuasai. Menjaga motivasi, semangat dan mengatur energi.

Poin apa yang harus kita raih agar kita keluar sebagai pemenang dengan mengumpulkan banyak poin.
Rencana aksi 212 ini, kaum muslim adalah pemain. Kita harus juga menyepakati siapa kapten team kita, apakah aksi 212 adalah puncak penentuan kemenangan? Aksi 212  adalah bagian dari sekian babak pertandingan sebelum puncak/grand final yang menentukan siapa pemenang, maka jika ini adalah bagian dari sekian babak kita harus "mencuri" poin. Karena Aksi 212  bukan puncak penentuan maka kita juga akan atur tempo permainan dengan menyesuaikan potensi kita. Menjaga semangat bertanding kita untuk meraih poin di babak selanjutnya. Maka semua anggota tim harus punya visi yang sama, tujuan yang sama dan komitmen yang sama.

Kenali Situasi

Tantangan kita saat ini adalah dominasi Barat. Bahkan secara khusus, keyakinan-keyakinan Islam tertentu sedang ditampilkan secara buruk di mata anak-anak muda Muslim oleh pemerintah dan lembaga-lembaga sekuler dalam upaya untuk menggoyahkan kepercayaan diri akan Dien mereka. Pada saat yang sama juga memaksa mereka untuk menerima reformasi Islam yang sesungguhnya malah sejalan dengan garis sekulerisme, atau memaksa mereka untuk meninggalkan cita-cita dan praktik keislaman tertentu dengan cara mengaitkan mereka dengan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Cita-cita ini termasuk tentang keyakinan bahwa Islam sebagai agama spiritual sekaligus politik; hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan perempuan; konsep persatuan umat global; dan penolakan terhadap demokrasi, sekularisme, dan nilai-nilai liberal; serta dukungan terhadap konsep Jihad dalam Islam; implementasi Syariah; dan penegakkan kembali negara Khilafah berdasarkan metode kenabian.

Krisis identitas dan krisis iman akhirnya ditumbuhkembangkan diantara banyak anak muda Muslim, menjadikan mereka terpikat dengan gaya hidup dan sistem liberal Barat sehingga membentuk pikiran, kecenderungan, aspirasi, dan kesetiaan mereka di atasnya. Banyak anak muda Muslim juga memandang Islam hanya sebagai seperangkat ritual dan aturan semata, karenanya tidak relevan dengan kehidupan mereka atau dengan isu-isu dunia modern. Sementara sebagian yang lain membenci atau merasa ragu dengan keyakinan Islam mereka, yang mengantarkan mereka untuk meninggalkan Dien ini.

Lebih jauh lagi, perang-perang kolonial Barat di negeri-negeri Muslim, dan sistem kekuasaan yang dipimpin oleh rezim, dan kediktatoran kapitalis yang cacat di dunia Muslim menciptakan ‘generasi yang hilang’ (lost generation), yang kehilangan harapan untuk menikmati kehidupan yang baik atau memenuhi cita-cita kesejahteraan dan pendidikan mereka akibat kekerasan, kemiskinan massal, dan pengangguran, serta sistem pendidikan yang di bawah standar. Tidak mengherankan, banyak pemuda meninggalkan negeri mereka untuk mencari perlindungan atau kehidupan yang lebih baik di Barat, menyebabkan fenomena brain drain atau kekosongan para ahli dan sekaligus terbuangnya energi, vitalitas, kreativitas, dan keterampilan kaum muda Muslim dari dunia Islam dengan sia-sia.

Maka perjuangan secara sistematis harus dikerjakan. Perjuangan yang panjang dan tidak kunjung membuahkan hasil yang diharapkan, akan bisa dirasa melelahkan. Akibatnya, metode yang telah diadopsi bisa mulai diragukan. Kebenaran metode tidaklah diukur dari cepat-tidaknya membuahkan hasil. Harus dipahami bahwa metode perjuangan adalah bagian dari hukum syariah. Metode itu harus digali dari nash syariah, yakni dengan mencontoh metode Rasul saw. Karenanya, kebenaran metode itu semata-mata dinilai dari kebenaran istinbâth-nya dan kesesuaiannya dengan metode Rasul saw. Jika ini terpenuhi, tidak ada alasan untuk meragukannya. 

Akibat lainnya adalah munculnya pesimisme dan keputusasaan. Dalam hal ini, harus dipahami bahwa kita tidak bertanggung jawab atas hasil. Yang dipertanggungjawabkan di sisi Allah adalah perjuangan itu, apakah sudah dilakukan sebaik mungkin dengan mengacu pada metode Rasul saw atau tidak. Umat harus senantiasa ingat, bahwa Allah melarang berputus asa dari rahmat-Nya. Sikap itu hanyalah sikap kaum kafir (QS 12: 87) atau orang yang sesat (QS 15: 55-56). Di sisi lain, Allah memerintahkan agar kita tetap mengharapkan rahmat Allah (QS 7: 56; 17: 57). Allah pun telah berjanji akan memberikan pertolongan kepada hambanya. Hendaknya ayat-ayat al-Quran dan hadis yang menjelaskan masalah ini senantiasa di-tadabbur-i untuk semakin menjauhkan keputusasaan dan sebaliknya semakin mengentalkan harapan serta optimisme dalam perjuangan.

Bisa juga muncul sikap pragmatis, menerima tawaran atau mengambil jalan yang diangankan atau diduga bisa lebih cepat membuahkan hasil. Sikap ini sering justru mengalihkan perjuangan dari garis yang seharusnya dan dari tuntunan ideologi Islam, juga bisa menjerumuskan ke dalam perangkap sistem yang tidak islami dan strategi musuh, bahkan bisa lebih menonjolkan adanya perselisihan dan perpecahan di tengah-tengah umat. Banyak fakta yang menunjukkan hal itu. Untuk itu, umat, khususnya para aktivis dakwah, harus semakin mengentalkan kesadaran ideologi Islamnya. Pelajaran dari Rasulullah saw. yang menolak tawaran tahta, harta dan wanita yang diajukan Walid bin Mughirah, utusan Quraisy, cukuplah menjadi pegangan.

Halangan berikutnya adalah sikap ingin menang sendiri, menganggap pendapat sendiri paling benar dan yang lain salah, fanatisme mazhab, serta tidak proporsional menyikapi perbedaan. Dalam hal ini, penting dipahami bahwa selama perbedaan itu secara syar’i memang diperbolehkan, yaitu perbedaan dalam masalah furû’, maka tidak boleh dikembangkan sikap menghujat, menyesatkan atau bahkan mengkafirkan dan memusuhi pihak lain yang pendapatnya berbeda. Sikap yang harus dikembangkan mestinya seperti sikap para Sahabat dan ulama terdahulu yang tidak menjadikan perbedaaan itu sebagai perpecahan, perselisihan dan pertikaian dengan mereka yang memiliki pendapat berbeda. Sikap yang dikedepankan hendaknya seperti sikap para imam mazhab, “Pendapatku benar, tetapi mungkin saja keliru. Pendapat yang lain keliru, tetapi mungkin saja benar.” 

Adanya perbedaaan itu mestinya justru menyadarkan dan semakin mendorong kita untuk mewujudkan seorang khalifah yang akan bisa menghilangkan perbedaan itu dalam tataran praktis. Kaidah syariah menyatakan: Amr al-Imâm yarfa’u al-khilâf (Perintah imam menghilangkan perselisihan). 

Kenali Visi

Memang memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam adalah persoalan yang berat. Tapi itulah konsekuensi dari cita-cita besar yang sangat penting. Tentu membutuhkan kerja yang besar , kecerdasan yang tinggi, pengorbanan yang besar sekaligus kesabaran yang super. Karena itu kita tidak boleh pesimis apalagi menganggap perjuangan ini utopis. Modal utama dari keberhasilan perjuangan ini adalah keyakinan yang kuat (aqidah Islam).

Kewajiban melanjutkan kehidupan Islam dengan tegaknya Khilafah adalah merupakan konsekuensi keimanan, sebab menegakkan syariah Islam adalah wujud keimanan seorang muslim. Tanpa Khilafah mustahil seluruh syariah Islam diterapkan. Apalagi , tidak akan mungkin Allah SWT mewajibkan kita bersatu dan menegakkan syariah Islam kalau perintah itu tidak mungkin kita laksanakan ! Bukankah Allah tidak akan membebani kita dalam perkara-perkara yang memang kita tidak sanggup.

Termasuk keyakinan akan janji kemenangan dari Allah SWT. Dalam QS An Nuur : 55 Allah telah menjanjikan kemenangan ini kepada mereka yang beriman dan beramal sholeh. Demikian juga banyak hadist yang menjanjikan akan kembalinya Khilafah ‘ala minhaj an Nubuwah.

Memang orang-orang kafir, musuh-musuh Allah tidak akan diam, mereka akan berbuat makar dengan berbagai cara menghalangi kemenangan ini. Tapi yakinlah mereka tidak akan pernah berhasil. Allah SWT telah memastikan kekalahan mereka dalam firman-Nya : ” Tipudaya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-siapa belaka” (QS al Mu’min : 25). Walhasil marilah kita meraih kemenangan yang hakiki dengan menegaskan visi yang sesungguhnya dalam aksi 212 ini dengan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah. [VM]

Posting Komentar untuk "Aksi 212, What Next?"

close