Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Korsel Hari Ini : Krisis Semenanjung, Skandal Korupsi Presiden, Intervensi AS


Oleh : Umar Syarifudin – Syabab HTI
 (pengamat politik Internasional)

Kepala Jaksa Distrik Pusat Seoul Lee Young-ryeol mengatakan, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye diduga terlibat dalam skandal korupsi yang mengguncang pemerintahannya. Pernyataan jaksa Lee tersebut menjadi pukulan baru bagi Presiden Park. Skandal tersebut memicu kemarahan publik. Ratusan ribu rakyat Korea Selatan turun ke jalan-jalan di Seoul pada Sabtu (19/11). Unjuk rasa itu merupakan unjuk rasa terbesar di negara itu sejak 1980-an. (http://www.republika.co.id/berita/koran/internasional-koran/16/11/21/ogzcs240-presiden-korsel-diduga-terlibat-skandal-korupsi)

Laporan media telah berspekulasi bahwa Choi menggunakan hubungan yang dekat dengan presiden untuk membujuk perusahaan-perusahaan agar menyumbang dana kepada dua organisasi amal presiden, dan menggunakan organisasi amal itu untuk kepentingan pribadinya. Park dituduh membiarkan teman kepercayaannya, Choi Soon-sil, mengakses dokumen pemerintah tanpa izin. Choi dituduh berupaya memeras uang dalam jumlah besar dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan kini ditahan atas tuduhan pemalsuan dan penyalahgunaan wewenang.

Partai Rakyat sebagai partai oposisi dalam Pemerintahan Korea Selatan (Korsel) mulai mengumpulkan tanda tangan dukungan untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Korsel, Park Geun-hye. Sementara Partai Demokrat masih akan meninjau kondisi terkini sebelum memutuskan mendukung pemakzulan.

Demokrasi : Krisis, Depresi dan Hubungan Gelap Penguasa-Pengusaha

Bukan rahasia lagi jika setiap kandidat presiden hingga parlemen di Negara-negara kapitalis senantiasa menjadikan korporasi sebagai sumber pendanaan kampanye mereka. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa regulasi terhadap sektor finasial di Negara-negara kapitalis tidak pernah mampu membatasi keserakahan para pemodal di Bursa Saham. Bahkan yang terjadi adalah deregulasi yang memberikan kebebasan kepada mereka untuk menciptakan dan mengembangkan produk dan model transaksi keuangan derivatif. Padahal kerap kali krisis ekonomi yang terjadi di negara tersebut justru bersumber dari Bursa Saham.

Para ahli mengatakan, kondisi ekonomi keluarga yang melorot seiring krisis finansial, menjadi pemicu utama tingginya angka bunuh diri. Berdasarkan data, penduduk di negara Asia termasuk paling tinggi melakukan bunuh diri. Situasi ekonomi yang suram dituding sebagai penyebab meningkatnya gelombang bunuhdiri di Korea Selatan.

Tingkat bunuh diri di Korea Selatan meningkat tajam sejak tahun 2000, sementara tren global menunjukkan penurunan selama dua dekade terakhir. Selain itu, hanya 35,1 persen dari warga Korea Selatan menganggap diri mereka sehat, namun angka rata-rata ini di negara-negara OECD mencapai 68,8 persen. Berdasarkan laporan ini, bunuh diri di tengah masyarakat Korea Selatan secara perlahan telah menjadi satu-satunya solusi untuk lari dari problema kehidupan. Menurut data kesehatan OECD 2015, rata-rata 29,1 persen dari 100 ribu orang di Korea Selatan memilih bunuh diri pada tahun 2012, jauh melebihi angka rata-rata di antara negara-negara OECD sebesar 12 persen. Demikian dikutip kantor berita Yonhap, Ahad (30/8/2015).

Tibalah skandal korupsi Presiden, memicu kemaran rakyat korsel yang intensitasnya meningkat pesat pada bulan ini yang mengarah pada pemakzulan Presiden. Dalam demokrasi, korupsi tidak sekadar dilakukan karena adanya peluang, melainkan didesain dengan memperalat kebijakan dan kekuasaan. Pemberantasan korupsi tidak akan bisa dilakukan total dan tuntas jika sistem politik demokrasi Korsel tetap dipertahankan dan tidak diganti. Sebab, sistem itulah yang menjadi salah satu akar persoalan korupsi. Karena itu komitmen total pemberantasan korupsi Korsel haruslah ditunjukkan dengan meninggalkan sistem politik demokrasi itu dan sistem kapitalisme pada umumnya.

Medan Proxy 

Keterlibatan Internasional di semenanjung Korea adalah masalah mendasar di wilayah ini dan terus memanaskan konflik. Berbagai sanksi dan manuver adalah kelanjutan dari cara-cara menakuti dan tipudaya, tekanan dan ancaman yang digunakan Amerika di kawasan Semenanjung Korea. Amerika memanfaatkan Korea Selatan dengan mengeksploitasi ketegangan yang memanas akibat berbagai kebijakan-kebijakan Korea Utara. Amerika mengeksploitasi Korsel untuk mencapai tujuan Amerika. Yaitu tujuan untuk mempercepat penyebaran penangkal rudal tanpa berbenturan dengan Rusia atau Cina, di mana Korea Utara terjebak untuk mengadakan justifikasi bagi Amerika untuk ekspansi eksistensi Amerika di kawasan.

Pada masa pemerintahan partai Republik, terutama pada masa Bush Jr. periode pertama, dengan menjadikan Korut sebagia negara poros setan. Korea Utara melakukan semacam apa yang telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan percobaan nuklir dan mengumumkan tidak terikat dengan gencatan senjata pada awal pemerintahan Obama periode I tahun 2009. Akan tetapi, pemerintaan Obama tidak membalas provokasi Korea Utara. Pemerintahan Obama justru menyeru dilanjutkannya perundingan dan mentolerir Korea Selatan melanjutkan pendekatan ke Korea Utara.

Cina adalah mitra dagang terbesar Korea Utara dan merupakan negara yang memegang pengaruh kekuasaan terbesar selama berkuasanya rezim Pyongyang yang penuh rahasia. Cina telah mendukung rezim itu sejak tahun 1950-an dan merupakan merupakan bagian dari pertemuan enam pihak yang terdiri Korea Utara & Selatan Korea, Amerika, Rusia dan Jepang yang melakukan negosiasi atas nama Amerika dengan Korea Utara untuk menemukan resolusi damai terhadap masalah-masalah keamanan sebagai akibat adanya program senjata nuklir Korea Utara. Cina bertambah kuat dalam menghadapi Amerika. Atas dasar itu, Mantan Presiden Obama menyatakan, “Amerika menghadapi ambisi-ambisi Cina bukan hanya secara regional.”

Ketika Amerika Serikat dan Korea Selatan memutuskan untuk melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning, memicu kemarahan Korut dan China. rencana AS untuk pengembangan ICBM (Intercontinental Balistic Missile atau ICBM) di Korea Selatan itu meningkatkan ketegangan militer di Semenanjung Korea, pada saat yang sama akan memancing Cina untuk meningkatkan eskalasi kekuatan dan kehadiran militernya di Semenanjung Korea, dan Asia Pasifik pada umumnya. Ini menjadi indikator semakin meningkatnya eskalasi persaingan global Amerika Serikat versus Republik Rakyat Cina (RRC) di kawasan Asia Pasifik.

Faktor terbaru yang mengukuhkan itu adalah konflik yang makin membuat suasana genting antara Korea Utara dan Korea Selatan. Ketegangan ini bukan ketegangan an-sich di antara kedua Korea. Tak akan sulit bagi Korsel meluluhlantakkan Korut, yang penduduknya saja kelaparan itu. Juga tak akan sulit secara militer bagi Korsel, apalagi dibantu AS, untuk melumat ”mulut besar” Korut. Ini adalah proksi dari perseteruan AS-China di kawasan. Tak mungkin Korut, yang mayoritas pasokan pangannya dari China, berani bertindak sendiri.

Pelajaran bagi kita, Indonesia tidak boleh berdiri di sisi Amerika ataupun Cina, betapapun upaya Amerika atau Cina untuk menarik Indonesia di sisi masing-masing di antara keduanya. Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang kuat dan mandiri kecuali jika bersandar kepada umatnya dalam akidah dan sistemnya, yaitu akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya. Walhasil, Jadi, ini bukan sekadar perang antar-Korea, Bung! [VM]

Posting Komentar untuk "Korsel Hari Ini : Krisis Semenanjung, Skandal Korupsi Presiden, Intervensi AS"

close