Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terorisme dalam Sorotan


Kita telah membaca berbagai informasi, tentang berbagai kejadian, hendaknya kita harus berhati-hati agar tidak sampai pada kesimpulan yang keliru atas informasi yang menyesatkan, begiti pula bagi media massa harus melihat hingga menghadirkan aspek jujur. ke depan media juga harus selektif dalam melaporkan kejadian.

Atas tragedi pemboman yang terjadi diberbagai wilayah, beberapa pihak sekali lagi menfokuskan perhatian mereka ke kelompok Islam. Sebagai Muslim kita seharusnya tidak didorong membela Islam dengan cara yang keliru. Kita juga harus waspada terhadap upaya pihak-pihak tertentu akan mengail di situasi keruh tragedi tersebut. Kita perlu menempatkannya dalam konteks yang benar. Serangan "Teror" tetap merupakan ancaman bagi masyarakat, meski ada media yang histeria dalam menyikapinya dan reaksi publik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang digulirkan pasca peristiwa demi peristiwa tersebut. 

Kaum Muslim mengeluarkan banyak energi untuk menjelaskan bahwa Islam bukan agama teror, Islam tidak membiarkan pembunuhan terhadap pria, wanita dan anak-anak yang tidak bersalah. Namun pemerintah AS dan Eropa masih membuang narasi bahwa ada masalah dengan ajaran Islam dan masyarakat seluruhnya perlu berbuat lebih banyak untuk mengatasi 'radikalisme'.

Perkembangan jaringan berita televisi 24-jam dan situs berita Internet di berbagai dunia memperbesar amlitudo pada tema terorisme ini. Kebutuhan untuk mengisi gelombang udara dan bersaing dengan sejumlah besar saluran media telah menyebabkan pelaporan dan kesalahpahaman buruk yang menghirup kasus ‘terorisme muslim’. Cerita terorisme yang aneh dan mengejutkan telah membawa penonton untuk terpengaruh oleh propaganda yang mengarah pada akta tersebut menjadi jauh lebih besar daripada sebenarnya. 

Pada tanggal 11 September 2001, jutaan orang di AS dan di seluruh dunia menyaksikan secara sangat dramatis atas tragedi World Trade Center. Publik menonton rangkaian peristiwa ini secara real time dan tentu sangat mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka. Serangan teatrikal semacam itu menguasai imajinasi manusia. Rasa teror yang mereka ciptakan bisa mengerdilkan reaksi atas imperialism jahat Amerika Serikat berkali-kali lebih besar besarnya. Namun serangan 9/11 menghasilkan kesan kuat teror global dan reaksi geopolitik yang memiliki dampak mendalam dan tak tertandingi terhadap peristiwa dunia selama dekade terakhir.

Mencegah radikalisme dan terorisme kekerasan seakan menjadi sihir diplomasi bagi Barat namun belum mampu 'mencegah' kengerian di dunia. Terorisme, penggunaan teror atau kekerasan adalah taktik yang dimanfaatkan oleh beragam individu, kelompok dan negara dan sesuatu yang telah ada sepanjang sejarah. Terorisme tidak ‘ujug-ujug’ muncul pada tanggal 11 September 2001. Terorisme atau kekerasan tidak bisa dimonopoli oleh satu kaum saja, ini melampaui berbagai segmen dan tidak ada satu kredo, etnisitas, persuasi politik atau kewarganegaraan yang bisa memonopoli terorisme. 

Sementara kita mencermati dasawarsa terakhir - Osama bin Laden, Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri dan Taliban telah terus-menerus disalahkan atas serangan teroris kenyataannya sebagai ancaman yang relatif lebih kecil dari kejahatan kemanusiaan Amerika sendiri. Kebijakan AS selama dasawarsa terakhir ini, melihat peningkatan besar-besaran jejak kaki militernya di seluruh dunia serta perluasan undang-undang keamanan dan pengawasan keamanan dalam negeri untuk menghadapi ancaman yang relatif kecil. Padahal terorisme dan ancaman terorisme telah digunakan untuk membenarkan tindakan Negara-negara Barat untuk melakukan ‘teror baru’ di seluruh dunia sehingga Barat bisa menancapkan hegemoninya sekaligus memantau kebangkitan kaum muslimin dan mengendalikan populasi kaum muslimin. Ini yang riil menarik perhatian bagi umat Islam dan menghasilkan ketakutan di berbagai negeri muslim. [VM]

Penulis : Umar Syarifudin (pengamat politik internasional)

Posting Komentar untuk "Terorisme dalam Sorotan "

close