Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Atmosfir Politik Proyek Kolonialisasi dan Sekulerisasi


Pengusung liberalisme semakin mengekspos kekosongan nilai-nilai yang dianut mereka. Para penguasa sekuler ingin agar Islam bisa "disesuaikan" dengan semangat liberalisasi. Sekularisme direkayasa sedemikian rupa agar nilai-nilainya dijiwai semua warganya. Liberalisme ditanamkan kepada kaum muslim secara sistematis melalui kurikulum maupun media, yang berarti bahwa tidak cukup seorang Muslim meninggalkan agamanya di rumah, namun sampai kepada tujuan mendukung nilai-nilai liberal sekuler dan setia kepada kebijakan kolonial Barat di dunia Muslim. 

Generasi muda adalah target terbesar mereka. Mereka bermaksud secara paksa mengubah kaum muda Muslim untuk menganut nilai-nilai sekuler. Ketika mempengaruhi pikiran anak-anak Muslim, penguasa hanya mengharapkan bahwa orang tua Muslim hanya diam dan diam menerima sejumlah nilai yang sempit untuk dipaksakan pada anak-anak mereka. Tekanan langsung pada umat Islam agar menyesuaikan nilai demokrasi dan kebebasan individual, di saat sama para penguasa ini anti debat terhadap argumentasi yang melawan kekeliruannya. 

Setelah mengadopsi dan mengoleksi pandangan tokoh muslim yang liberal secara sosial atau politis yang blak-blakan, pemerintah di negara-negara muslim berturut-turut telah menerbitkan kebijakan yang sangat menindas dan fanatik, dengan cara intimidasi gerakan Islam maupun tokoh-tokoh muslim yang ‘konsisten’ membela Islam, muslim dan negaranya dari proyek kolonialisasi Barat. 

Media pada gilirannya tidak menyia-nyiakan kesempatan mempromosikan seruannya untuk membumikan keyakinan dan nilai sekulernya kepada semua anak-anak muslim. Fakta bahwa jutaan masyarakat di dunia muslim menolak sekulerisasi tidak digubris, dan media massa sekuler konsisten memaksakan propaganda demokrasi dan liberalisme sebagai pemikiran mainstream untuk diikuti masyarakat. 

Para pendukung sekulerisme dan liberalisme mengklaim menegakkan hak asasi manusia dan berteriak bahwa tidak boleh terjadi diskriminasi antar manusia. Namun yang kita lihat sering bertentangan dan inkonsistensi. Tidak mengherankan kredo sekuler telah gagal, karena menjunjung hawa nafsu, semangat materialisme dan konsep kehidupan individualistik. Pemisahan historis antara agama dengan negara di Eropa – pada awalnya - telah menggantikan kediktatoran teokratis Eropa berubah menjadi kediktatoran elite, sebuah sistem yang benar-benar liar. Sistem ini dirancang untuk menjadi eksklusif, di mana kapitalis menjadi kuat dalam mempertahankan posisinya dengan mengorbankan orang lain.

Waktu bergulir, saat gelombang pemikiran Islam sebagai solusi inti sistemik dengan kembalinya Khilafah Islam menguat di dunia muslim, para penguasa itu panik, karena kembalinya khilafah ke dunia berarti petaka bagi proyek eksploitasi kolonial barat yang tidak adil dan tidak terkendali selama satu abad ini. Penyakit paranoia elit politikus sekuler tergambar dalam atmosfir politik yang semakin suram, terutama memusuhi Islam ideologis.

Umat Islam hidup bukan untuk menyerah pada intimidasi. Para penguasa sekuler menghasilkan serangkaian masalah sosial yang perlu diperbaiki, maka mereka harus menyadari ini - sebelum berpikir untuk memaksa umat Islam untuk meyakini cita-cita sekuler utopisnya.

Pada kesempatan inilah, para aktivis Islam menjaga masyarakat dengan terus bergerak menjelaskan kegagalan cara hidup kapitalis sekuler, Umat Islam harus menyadari untuk menolak diperlakukan dalam suasana intoleransi dan diskriminasi untuk menyuarakan dan menegakkan aqidah dan syariah Islam. Sementara para aktivis dakwah terus menyuarakan kritik dengan mengungkap irasional aqidah sekuler, bersamaan dengan kegagalan ideologinya yang telah membawa kesengsaraan kepada umat manusia.

Para aktivis dakwah telah bergerak dan tampak keberhasilannya dimana masyarakat telah melihat dalam Islam memiliki sistem yang berfungsi untuk memecahkan semua masalah, baik masyarakat miskin maupun masalah kelompok minoritas. Islam memiliki konsep gamblang untuk mengatur masyarakat, yang menciptakan rasa persaudaraan yang hakiki, berbeda dengan sekulerisme yang telah menghancurkan masyarakat. Islam mematikan rasisme 1400 tahun yang lalu - sedangkan penyakit rasisme yang tumbuh di peradaban sekuler telah membunuh minoritas saat ini. Islam telah melindungi dan mengentaskan masalah kemiskinan, ini berbeda  dengan kapitalisme yang mengeksploitasi sistem pajak atau sistem politik demi keuntungan mereka sendiri. [vm]

Penulis : Umar Syarifudin 

Posting Komentar untuk "Atmosfir Politik Proyek Kolonialisasi dan Sekulerisasi "

close