Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoroti “China Akan Menjadi Investor Asing Terbesar Di Indonesia Pada Tahun Ini”


Menteri Pariwisata Arief Yahya memberikan kesempatan kepada para investor dari China untuk menanamkan modalnya di 10 destinasi wisata Indonesia selain Pulau Bali.

"Saya rasa kewajiban China untuk masuk ke Indonesia," ujarnya di Beijing, Selasa (23/1) malam, menjawab pertanyaan awak media China mengenai kemungkinan masuknya investor dari daratan Tiongkok ke-10 destinasi wisata di Indonesia itu.

Ia menyebutkan bahwa pada 2016, investasi China di Indonesia hanya senilai 6,22 miliar dolar AS dan menduduki peringkat ke-16.

Namun pada 2017 nilai investasi China melonjak drastis dengan pencapaian 318 miliar dolar AS dan berada di peringkat kedua setelah Singapura yang mencapai 385 miliar dolar AS.

"Oleh karena itu, kami meyakini China akan menjadi investor asing terbesar di Indonesia pada tahun ini. Jangan ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia," katanya di sela-sela kampanye Bali Aman di Ibu Kota China itu. (https://www.antaranews.com/berita/680056/menpar-undang-investor-china-ke-10-destinasi)

Kritik

Pertama, Liberalisasi modal merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme. Konsekuensi kapitalisme dan pasar bebas akan makin mempercepat liberalisasi, hampir semua sektor telah terbuka untuk investor asing. Hambatan investasi akan terus dikurangi hingga seminimal mungkin. Liberalisasi ini makin meminggirkan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam sektor ekonomi dan pengurusan rakyat. Semuanya diserahkan kepada individu dan mekanisme pasar. 

Kedua, Liberalisasi ekonomi yang diterapkan pemerintah menjadi faktor mendasar rusaknya tatanan ekonomi negara dalam bingkai kapitalisme. Liberalisasi ekonomi yang berlangsung di negara ini juga telah terbukti gagal menciptakan ekonomi yang maju, mandiri, stabil dan menyejahterahkan. Kesenjangan makin lebar. Aset-aset penting dikuasai oleh investor asing. Barang-barang impor menggusur produk lokal. Sektor finansial rentan terdampak krisis. Nilai tukar rupiah pun naik-turun.

Ketiga, Aliran modal yang lebih bebas yang dianut Indonesia akan tercermin pada penggabungan pasar saham, penawaran surat utang, asuransi dan perbankan. Standarisasi aturan dan kualifikasi profesional di sektor keuangan akan menjadi terintegrasi, ditargetkan selesai tahun 2020. Dengan liberalisasi dan integrasi sektor finansial, dana investasi dari negeri ini akan lebih mudah tersedot keluar. Arus keluar-masuk investasi portofolio akan makin besar. Nilai tukar mata uang akan lebih mudah bergejolak. Krisis yang terjadi di suatu negara akan makin mudah merambat ke negara lain.Pengaruh bank luar akan makin dalam dan luas. Transfer modal ke negara asal dalam bentuk laba akan meningkat. Keterkaitan yang makin kuat membuat guncangan perbankan di suatu negara akan dengan cepat menular ke negara lain.

Keempat, Campur tangan ekonomi China ini merupakan bagian dari kerjasama Indonesia-China yang ditandatangani tahun 2015. Melalui China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Pemerintah China berkomitmen memberikan utang kepada Indonesia. Utang itu untuk pembangunan infrastruktur nasional seperti pembangkit listrik, bandara, pelabuhan, kereta cepat dan kereta api ringan (LRT-Light Rail Transit). Konsekuensi utang menjadikan penguasa pro investasi China. 

Kelima, Disadari atau tidak, keputusan pemerintah untuk membuka kran investasi di berbagai sektor seakan-akan kebijakan ini menjalankan kepentingan penjajahan ekonomi China. Dominasi Kapitalisme China dilakukan atas sektor-sektor yang selama ini belum disentuh oleh Kapitalisme Barat. Sehingga kita melihat hampir tidak ada sektor yang luput dari dominasi Kapitalisme Barat dan Timur. Tidak ada cara yang bisa ditempuh, kecuali dengan membebaskan negeri ini dari narasi politik dan ekonomi yang destruktif. [vm]

Penulis : Umar Syarifudin

Posting Komentar untuk "Menyoroti “China Akan Menjadi Investor Asing Terbesar Di Indonesia Pada Tahun Ini”"

close