Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diagnosis Alergi Politik


Alergi didefinisikan sebagai respon tubuh yang berlebihan terhadap bahan atau zat yang sebetulnya tidak berbahaya oleh tubuh. Fungsi hyperresponsive ini dijalankan oleh sistem kekebalan tubuh yang menganggap bahwa alergen yang masuk adalah zat yang membahayakan tubuh. Kita tentu sering mendengarkan istilah alergi susu sapi, alergi telur, alergi ikan laut, alergi udang dan alergi lainnya. Padahal bahan-bahan yang disebutkan tadi tidaklah berbahaya bagi tubuh secara umum, namun sebaliknya beberapa diantaranya malah bermanfaat karena kandungan protein yang tinggi. Lalu, bagaimana dengan Alergi politik? Politik dalam KBBI didefinisikan sebagai sesuatu (pengetahuan) yang berhubungan dengan kenegaraan, ketatanegaraan dan sistem pemerintahan. Tak ada yang salah sebetulnya dengan politik, justru kita perlu mengetahui, mempelajari dan mengikuti perkembangannya. Karena ia akan berhubungan dan mempengaruhi kehidupan kita secara langsung ataupun tidak langsung. Tingginya harga kebutuhan pokok makanan sehari-hari, kebijakan pendidikan untuk anak-anak kita, naiknya tarif listrik dan bahan bakar, carut-marut pelayanan kesehatan serta banyak faktor lainnya tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan dan lobi-lobi politik atasan. Lalu, mengapa sebagian masyarakat masih kita temui masih saja alergi politik?

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan terjadinya alergi pada seseorang.

Pertama, alergi dapat terjadi dikarenakan kondisi abnormal dari sistem kekebalan tubuh dalam merespon bahan alergen yang masuk. Dalam konteks politik, hal ini bisa dimaknai adanya kesalahan persepsi seseorang dalam menyikapi dan melihat politik. Pada beberapa orang dengan alergi politik, dalam persepsi mereka politik hanyalah tentang perebutan kekuasaan, apapun caranya. Politik hanyalah kegiatan yang menghalalkan segala cara  untuk mencapai ambisi. Tak ada kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan sejati. Hal ini membuat banyak orang menjadi apatis bahkan apolitis.

Kedua, faktor ini menjadi salah satu faktor yang penting. Yakni zat allergen itu sendiri. Ada beberapa bahan yang disebutkan sebagai high allergenic yang dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi alergi seperti antibiotic golongan penicillin dan cephalosporin yang dapat menimbulkan reaksi hebat kulit yang disebut steven johnshon syndrome. Prinsipnya, jika bahan-bahan tersebut masuk kedalam tubuh, maka akan meningkatkan potensi terjadinya alergi. Dalam konteks politik kita menganalogikannya dengan istilah sistem politik yang dianut. Sistem politik yang diterapkan inilah yang perlu dideteksi apakah ini tipe high allergenic atau non allergenic. Sistem politik demokrasi yang diterapkan di Indonesia saat ini bisa jadi termasuk yang pertama, high allergenic. Banyaknya korupsi yang menyeret gubernur hingga bupati, bagi-bagi kursi, barter kepentingan, politik pencitraan hingga janji-janji kampanya yang tak ditepati membuat masyarakat menjadi semakin antipati dan alergi. Sehingga tubuh menunjukkan respon perlawanan yang berlebihan yang kemudian tersebutlah Alergi Politik. Maka, bisa jadi tepat jika dalam pemahaman mereka yang menganggap bahwa politik itu sekedar ambisi meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Karena politik yang mereka lihat saat ini adalah politik demokrasi yang high allergenic. 

Tentu akan berbeda apabila kita melihat politik Islam. Politik dalam Islam berarti as-siyasiy yang didefiniskan sebagai upaya mengurusi urusan umat. Islam sebagai agama yang sempurna, mengatur berbagai aspek kehidupan termasuk politik. Penerapan Islam kaffah dalam berbagai bidang akan mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamin. Pemimpin yang amanah, rakyat yang sejahtera, ekonomi yang makmur semuanya hanya akan terwujud bila Islam diterapkan. Dalam teorinya, apabila suatu makanan dapat menyebabkan alergi, maka makanan tersebut harus kita singkirkan dan harus kita ganti dengan makanan yang lainnya. Jika anda alergi telur, maka jangan makan telur tapi makanlah sumber protein yang lainnya. Jika politik demokrasi sudah menimbulkan alergi, maka jangan gunakan lagi politik demokrasi dan carilah alternative solusi. Betul kan?

Lalu, pertanyaannya. Mengapa masih ada beberapa pihak yang masih alergi dengan Islam Politik? Wait, ini bukan Alergi Islam Politik, namun Phobia Islam Politik (sebagai bagian dari Islamophobia). Phobia dan Alergi tentu berbeda. Apa bedanya? Nantikan tulisan kami selanjutnya. [vm]

Regards,
To observe always, To cure often, To give solution.

Penulis : dr. Ahmad el-Hakim (Dokpol Institute)

Posting Komentar untuk "Diagnosis Alergi Politik"

close