Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Intoleran dan Diskriminatif! Melarang Simbol dan Ekspresi Islami


(Kebijakan Korosif Terhadap Cadar, Khilafah, dan Lainnya)

Umat Islam Indonesia menghadapi tantangan untuk mempertahankan identitas Islam mereka. Akhir dekade ini, kaum muslim di berbagai negara mendapatkan tantangan dimana permusuhan terhadap Islam dan Muslim menjadi pertempuran pemikiran dalam keseharian saat simbol Islam mulia diserang dan dalam beberapa kasus bahkan dilarang. Misalnya pelarangan Niqab di Belgia atau melarang jilbab untuk anak-anak sekolah di Belgia dan Prancis. 

Untuk kasus Indonesia, baru-baru ini mencuat pernyataan Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Drs Yudian Wahyudi, MA, PhD sebut Presiden Amerika Donald Trump yang kafir itu sebagai khalifah (mediaumat.news). Ia juga mengeluarkan edaran berupa larangan bagi mahasiswi untuk mengenakan cadar di kampusnya. Sontak keputusan ini mendapatkan penentangan dari umat Islam. 

Pelarangan Niqab

Niqab (cadar), terlepas dari aliran madzhab dan pemikiran, simbol ketaatan dan penyerahan diri kepada Allah (swt). Ketika pemakaian niqab dilarang kita melihat gambaran besarnya, sebagai serangan terhadap ekspresi dan ajaran Islam hari ini. Kita sebagai orang Muslim memahami dampak buruk keputusan Prof Drs Yudian Wahyudi, MA, PhD ini. 

Ketika muslimah melakukan ketaatan mereka terhadap Tuhan mereka, mereka berdiri bersama dalam melindungi hak-haknya. Muslimah Indonesia memahami bahwa cadar adalah pendapat Islami. Oleh karena itu, saat ini reaksi keras dari publik menolak usaha apapun untuk melemahkan, mengutuk, atau membatasi praktik Islam di Indonesia.

Banyak organisasi dan Tokoh Islam telah berkomentar mengenai masalah ini, dan dari sini kita dapat mengamati beberapa hal. Kita juga mengamati penyakit kebutaan intelektual akut menginfeksi segelintir intelektual muslim di dunia Islam, yang terpesona daya tarik liberal. Kita juga menemukan sejauh mereka argumentasi irasional dan tidak islami mendukung larangan pemakaian cadar bagi para mahasiswi berdasarkan seperti yang diungkap Prof Drs Yudian Wahyudi, MA, PhD "Kami berusaha untuk memberikan keamanan, bukan hanya bagi kampus serta umum, tetapi juga bagi para mahasiswi yang pada umumnya mereka itu bercadar karena mereka belum paham, karena mereka seringkali hanya dikampanye, didoktrin orang lain, sehingga nanti mereka ini terpisah dari masyarakat. Juga dalam kenyamanan administrasi. Kalau seseorang bercadar, kita kan tidak bisa memastikan apakah benar dia si A misalnya," (bbc.com, 6/3/18)

Alhamdullilah sebagian besar umat Islam dapat melihat melalui retorika standar dan menentang keputusan pelarangan cadar yang diberlakukan di kampus UIN Yogya. Mereka tahu bahwa kebijakan diskriminatif yang intoleran ini tidak ada hubungannya dengan masalah terorisme dan keamanan mahasiswa, dan mereka menyadari bahwa ini adalah serangan langsung terhadap simbol-simbol Islam.

Khilafah, Ma'lum Minad Diin Bidh Dharurah

Prof Drs Yudian Wahyudi, MA, PhD dalam sidang gugatan HTI atas pencabutan SK Badan Hukum Perkumpulan ormas Islam menyebut pemimpin orang kafir pun disebut sebagai seorang khalifah. Maka argumentasinya lemah berdasar argumentasi seperti berikut: 

Muhammad Najib Al-Muthî’iy, dalam takmilah (catatan pelengkap) yang dibuatnya untuk kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi (Juz 19/191), Al-Muthî’iy menyatakan:

Khilafah, Imamah, dan Imaratul Mu`minin adalah sinonim, yang dimaksud dengannya adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan agama dan dunia.

Imâmul Haramayn al-Juwaini (w. 478 H), dalam kitabnya Ghiyâts al-Umam, menyatakan: 

“Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh dan kepemimpinan umum yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum, dalam hal kepentingan-kepentingan agama dan dunia.” 

Imam al-Mawardi (w. 450 H) menyatakan: 

”Imamah itu menduduki posisi sebagai pengganti kenabian dalam menjaga agama serta dan mengatur dunia”

Adapun Al-Imam Muhammad ar-Ramli (w. 1004 H), dalam kitabnya Nihâyat al-Muhtâj ila Syarh al-Minhaj, Juz 7, hal 289 menyatakan:

”Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki posisi sebagai pengganti kenabian dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.” 

Imam an Nawawi juga mengaitkan kewajiban mewujudkan Imamah (Khilafah) ini dengan kewajiban membentuk peradilan Islam,

“Adanya imam (khalifah) yang menegakkan agama, menolong sunnah, memberikan hak bagi orang yang dizalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya merupakan suatu keharusan bagi umat Islam”.

Argumentasi Imam An Nawawi di atas mementahkan argumentasi Yudian Wahyudi. Bahwa Khalifah harus seorang Muslim. Sama sekali tidak sah Khilafah diserahkan kepada orang kafir dan tidak wajib pula menaatinya, karena Allah SWT telah berfirman:

Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin. (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

Pemerintahan (kekuasaan) merupakan jalan yang paling kuat untuk menguasai orang-orang yang diperintah. Pengungkapan dengan kata “lan” yang ber fungsi untuk menyatakan selamanya (li ta’bîd) merupakan qarînah (indikasi) untuk menyatakan larangan tegas orang kafir memegang suatu pemerintahan atas kaum Muslim, baik menyangkut jabatan Khilafah ataupun selainnya. Karena Allah telah mengharamkan adanya jalan bagi orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin maka haram hukumnya kaum Muslim menjadikan orang kafir sebagai penguasa atas mereka.

Imam al-Ghazali (w. 505 H) menyatakan, “Kita tidak mungkin bisa menetapkan suatu perkara ketika negara tidak lagi memiliki Imam (Khilafah) dan peradilan telah rusak.” (Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn. Lihat juga syarahnya oleh az-Zabidi, II/233).

Handzalah bin ar-Rabi’ ra ( julukannya Al-Katib karena beliau juru tulis Rasulullah saw) menyebutkan dalam sya’irnya:

Aku heran dengan apa yang sedang digandrungi oleh manusia – mereka berharap agar khilafah lenyap.

Jika dia(khilafah) lenyap maka lenyap pula kebaikan yang ada pada mereka – dan segera mereka menjumpai kehinaan sehina-hinanya.

Dan mereka akan menjadi seperti kaum Yahudi atau Nasrani – setiap mereka sama-sama berada di jalan yang sesat

Bagi pemerintahan Barat dan termasuk penguasa pro Barat, pelaksanaan  syariah, jihad dan  Khilafah adalah  ancaman bagi hegemoni budaya global  dan hegemoni fisik  mereka untuk  mengamankan kepentingan ekonomi mereka. Pendirian  Khilafah akan menjadi  berita besar yang akan mengakhiri  kontrol  mutlak, eksploitasi dan campur  tangan mereka di dunia Muslim.

Ini  berarti berakhirnya kekuasaan rezim-rezim diktator yang berkuasa saat ini di wilayah tersebut yang  tunduk pada kepentingan dan perintah  dari  kekuatan asing daripada tulus  melayani kepentingan umat Islam. Hal ini akan menimbulkan munculnya  sebuah negara yang akan mencari jalur  independen daripada harus bersikap  tunduk pada kolonial Barat dan   pendudukan serta mengakhiri penghisapan  sumberdaya tanah kaum Muslim.

Kemunculan negara ini (Khilafah) akan  menantang negara-negara Barat karena akan menjadi pemimpin politik dan  ekonomi di dunia, mencabut penderitaan dan menghapus kemiskinan yang disebabkan Kapitalisme global dan menunjukkan kepada dunia penghargaan  sejati atas kehidupan manusia, keadilan dan hak-hak manusia.

Sikap

Hari ini perasaan di kalangan umat Islam di Indonesia adalah bahwa mereka terus berada dalam mode ofensif maupun reaktif, saat simbol atau ajaran diserang dalam beberapa cara atau yang lain. Ketika umat berada dalam mode pasif terhadap segala tipu daya maupun upaya distorsif untuk meruntuhkan sendi-sendi agama maupun larangan mengungkapkan ekspresi Islam, maka bahaya yang terbentang di depan jika kita tidak melangkah maju dalam cara kita dan berubah dari menjadi umat yang pasif menjadi umat yang memiliki kesadaran tinggi, percaya diri dan bergerak terkontrol. 

Kaum muslim secara keseluruhan, hari ini bergerak perlahan ke arah yang kebangkitan yang benar, mencapai kesepahaman bersama tentang situasi atau apapun yang mengancam kita, dan mereka mulai menyadari apa saja yang perlu kita lakukan bersama secara kompak sebagai Muslim. 

Saat serangan pemikiran maupun kebijakan yang destruktif gencar, umat perlu memahami apa yang ada di balik serangan ini, sehingga mereka dapat secara efektif memerangi serangan tersebut dan bersatu sebagai satu Umat yang bangkit untuk melakukan pencegahan. Persatuan di antara umat Islam sangat penting dan untuk dapat mencapai kedamaian dan keadilan, maka umat perlu menetapkan tindakan yang aktif dan solutif. 

Adapun tujuan di balik peremehan terhadap ekspresi Islami kaum Muslim dan ekspresi ajaran Islam adalah agar orang-orang Muslim tunduk, sehingga mereka dapat mengubah cara umat ini memandang Islam dan mempraktikkan Islam. Tujuan sekulerisasi Islam dan menciptakan tradisi yang akan menundukkan Islam sehingga bias berintegrasi dengan baik dalam cara hidup sekuler. Padahal Islam adalah paket lengkap dengan keputusan untuk semua dimensi kehidupan. Hanya ketika umat Muslim menguatkan satu sama lain dengan syiar dakwah tentang kesempurnaan Islam, umat akan memahami tentang segala tipu daya untuk melawan Islam. Ketika perasaan dan pemikiran umat bangkit, mereka akan bersinergi untuk melanjutkan jalan hidup Islami ini, sehingga perlindungan untuk mempertahankan identitas Islam kita terjamin. [vm]

Penulis : Umar Syarifudin (pengamat politik Internasional)

Posting Komentar untuk "Intoleran dan Diskriminatif! Melarang Simbol dan Ekspresi Islami "

close