Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Refleksi Akhir Tahun 2019, Islam Kaffah Sebagai Solusi


Oleh: Alvi Rusyda 
(Mahasiswi Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang dan Aktivis Dakwah)

Tahun 2019 akan berakhir, disambut dengan kedatangan tahun 2020. Perubahan dalam tahun ini, dan tahun sebelumnya pasti selalu ada. Permasalahan yang dihadapi umat semakin menyesak dada. Problematika kehidupan makin pelik tiap aspek kehidupan. Rasanya ingin mengakhiri hidup di dunia ini, karena perubahan yang diimpikan rakyatnya hanya dalam hayalan.

Problematika Dalam Aspek Kehidupan

Bidang Politik, sudah dua kali rezim ganti periode, namun tidak ada perubahan yang tampak. Hingga akhirnya terpilih Jokowi untuk kembali memimpin negeri ini.

Setidaknya ada 66 janji-janji politik yang tercatat media sejak 2014, yang beliau janjikan menuju Indonesia lebih baik. Mulai dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, kesehatan gratis, swasembada pangan dan masih banyak lagi (kompasiana 27/01/2019). Sayangnya, semua hanya janji belaka, namun tiada realisasi. Pemerintah tidak mengurus urusan umat dengan optimal, sehingga rakyat menjadi kecewa dan makin melarat.

Bidang Ekonomi, Pertumbuhan ekonomi misalnya, angka 7% yang dijanjikan sejak 2014 itu nyatanya hanya mampu merangkak sampai 5,17% di akhir masa jabatannya. Angka ini meleset dari target yang ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABNP) 2018 sebesar 5,4% (Detik, 6/2/2019).

Selain kegagalan dibidang pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran pun jauh dari target.

Meskipun tingkat kemiskinan sudah di angka satu digit, namun pencapaian pemerintah mengenai tingkat kemiskinan masih belum memenuhi target RPJMN 2015-2019. Lapangan pekerjaan dibatasi, sehingga sarjana banyak sarjana pengangguran di negeri ini.

Mirisnya pemerintah terpaksa  membuang ribuan ton  beras bulog, yang sudah membusuk. Padahal masih banyak rakyat yang kelaparan, dan susah untuk membeli beras. Pemerintah juga mengimpor beras dari luar, distribusi beras dalam negeri tidak merata untuk mencukupi kebutuhan rakyat.

Pada 2014 Jokowi berjanji akan membuat Indonesia swasembada pangan saat terpilih. Namun nyatanya beras lebih banyak didapatkan dari hasil impor daripada beras lokal hasil petani pribumi.

 Jelas ini lebih menguntungkan mitra asing daipada mensejahterakan petani sendiri. Tercatat Jokowi melakukan impor beras sebanyak 2,8 juta ton dan jagung sebanyak 100 ribu ton di tahun 2018 dan 180 ribu ton di 2019 (Detik, 15/2/2019).

Bidang Kesehatan, Rakyat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik. Salah satu Program BPJS tak mampu memuaskan semua kalangan. Bagaimana bisa program kesehatan gratis,  namun tetap dipungut iuran setiap bulannya. Iurannya naik tagihannya. Belum lagi kebijakan pelayanannya yang terus berubah-ubah, sehingga hanya beberapa penyakit saja yang dilayani dengan BPJS.

 Sudah banyak korban yang meninggal dunia karena tidak mampu membayar iuran rumah sakit, bahkan mereka mengatakan orang miskin dilarang sakit, alasannya rumah sakit mahal.

Bidang Pendidikan, dilihat dari segi kualitas pendidikan di Indonesia belum stabil. Masih banyak sekolah yang tidak layak pakai, kurikulum yang terus berganti tidak memberkan perubahan kepada akhlak siswa, karena belajar hanya sekedar transfer ilmu saja. Administrasi pendidikan makin menyulitkan tenaga pendidik, dan guru. Sistemnya yang menguras tenaga dan pikiran, sementara gaji yang diterima tidak sebanding dengan apa telah dilakukan, hanya sebatas pengabdian. Baru-baru ini kemenag mengupayakan penghapusan materi jihad dan khilafah, dalam mata pelajaran PAI.

Masih banyak lagi permasalahan yang terjadi selama tahun 2019. Jelas sudah bahwa rezim ini tak mampu membawa keberhasilan secara nyata untuk rakyatnya. Rakyat hanya diberi janji tanpa bukti. Akar masalahnya adalah penerapan  sistem demokrasi kapitalisme di dunia ini, tentu yang  diuntungkan hanyalah pemilik modal, sementara rakyat biasa menjerit karena kemiskinan.

Islam Solusi Permasalahan Umat

Agama Islam membawa keberkahan bagi umat, memiliki aturan yang mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan, secara universal. Islam adalah agama yang diridhai Allah SWT, yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Penerapan Islam telah terbukti selama 12 abad mampu mensejahterakan rakyat.
Firman Allah SWT

“ Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padaha apa yang di langit dan dibumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya lah mereka dikembalikan (Ali Imran:83)

Diantara keunggulan penerapan sistem Islam adalah, penerapan dalam bidang kesehatan. Di mana negara memberikan pelayanan optimal, kepada rakyat secara gratis. Rumah sakit mempunyai fasilitas lengkap, dan tenaga kesehatan yang profesional. sehingga rakyat merasa puas.
Beberapa kebaikan penerapan sistem Islam adalah, Pertama, terjaminnya kesejahteraan rakyat. Khalifah akan bertanggungjawab terjaminnya kebutuhan pokok rakyatnya. Dana yang diperoleh dari hasil pengelolaan kekayaan alam oleh negara. Karena itu syariah sangat melarang memberikan kekayaan alam kepada pihak asing dan swasta.

Kedua, terjaminnya keamanan rakyat dlam sistem sosial yang baik. Penerapan hukum syariah yang berbasis pada akidah akan memberikan pengaruh untuk meningkatkan ketakwaan individu.

Sehingga akan mendorong setiap individu menjauhi perbuatan keji dan mungkar. Ketiga, terjaganya kesatuan dan kedaulatan negara.

Imam al-Ghazali berkata, "Agama adalah pondasi dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya akan roboh. Sesuatu yang tak ada penjaganya akan terlantar."  Maka  kita harus bersemangat untuk mengembalikan perisai umat yang telah lama hilang. Agar Islam sebagai rahmatan lill 'alamin segera terwujud dalam kehidupan, insya Allah. [www.visimuslim.org]

Posting Komentar untuk "Refleksi Akhir Tahun 2019, Islam Kaffah Sebagai Solusi "

close