Pilkada Serentak, Ajang Politik Uang !
Politik uang sebenarnya isu lama yang selalu dibicarakan dari pemilu ke pemilu, baik pemilihan legislatif, pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah. Namun yang terjadi semakin dibahas, semakin nyata bahwa mengatasi politik uang bukan perkara gampang. Apalagi, dengan serampangan di banyak kesempatan dan beberapa pihak berujar, "Ambil uangnya, jangan pilih orangnya". Pada kesempatan yang sama ada keyakinan di tengah masyarakat, bahkan kandidat dan para tim pemenangnya, bahwa tanpa uang tak akan mampu meraih kemenangan. Pemberian uang atau materi kepada pemilih berpengaruh signifikan dalam mengubah preferensi pemilih. Ada keyakinan penerima politik uang dipastikan memilih kandidat yang memberi uang atau barang kepada pemilih yang bersangkutan. Artinya, sadar atau tidak sadar, sebenarnya berbagai pihak justru mempersubur praktik politik uang.
Fenomena politik uang (money politics) adalah salah satu produk dari sistem demokrasi yang merupakan persoalan sistemik yang sulit diselesaikan. “Pasal nya, sistem demokrasi yang berlaku di negara ini berbasis sekuler dan berdasarkan suara terbanyak. Sehingga baik buruk akan mendapatkan legitimasi asal memperoleh dukungan paling banyak. Penerapan demokrasi di negeri ini telah menjadikan dunia politik nihil dari nilai-nilai ketakwaan sehingga menyebabkan parpol dan para politisi kerap menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan salah satu nya yaitu dengan politik uang, selain itu rakyat juga di ajak berpesta meski sering menelan pil pahit. Tak lekang oleh zaman dan tak jengah oleh keadaan. Rakyat sepertinya berada di dasar kebodohan politik. Apakah ini yang diinginkan oleh demokrasi?
Money politics atau lebih tepatnya di sebut vote buying sulit untuk di lepaskan dalam pemilihan kepala daerah yang akan di adakan serentak tanggal 9 Desember 2015 nanti. Praktik jual beli suara akan menyebar secara merata terutama di daerah-daerah yang banyak masyarakat miskinnya. Penyebab marak nya politik uang juga tak lepas dari tingkat kesadaran berpolitik yang rendah, baik dari masyarakat maupun kepada pihak calon kepala daerahnya.
Bahayanya dampak politik uang bagi masyarakat, hanya dengan semisal uang Rp.250 ribu yang di terima tapi nantinya bisa menghambatkan pembangunan di daerahnya karena kepala daerah nya akan tersangkut kasus korupsi. Jika kita lihat dari masyarakatnya ada beberapa faktor mengapa banyak rakyat yang terlibat dalam politik uang anatara lain :
Masyarakat Miskin
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kondisi miskin tersebut seperti memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segeraa mendapatkan uang, money politic pun menjadi ajang para rakyat berebut uang Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan lagi konsekuensi yang akan diterima yaitu tindakan suap dan jual beli suara yang jelas melanggar hukum, yang terpenting adalah mereka mendapatkan uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Tentang Politik
Tidak semua orang tahu apa itu politik. Bagaimana bentuknya serta apa yang ditimbulkan dari politik itu. Itu semua bisa terjadi disebabkan karena tidak ada pembelajaran tentang politik di sekolah-sekolah atau masyarakat nya sendiri yang acuh terhadap politik di indonesia. Kondisi seperti inimenyebabkan maraknya politik uang ,rakyat yang acuh dengan pemilu politik pun dianggap tidak masalah bagi mereka. Mereka tidak akan berpikir jauh kedepan bahwa uang yang diberikan itu suatu saat akan ditarik kembali oleh para caleg yang nantinya terpilih menjadi anggota legislatif! Mereka tidak menyadari adanya permainan politik yang sebenarnya merugikan diri mereka sendiri.
Telah kita ketahui bahwa politik uang adalah haram dan melakukannya berdosa karena termasuk suap-menyuap (risywah) demi mendapatkan jabatan. Laknat Allah dan rasulnya dalam politik uang berlaku bagi kandidat penyuap, tim sukses menjadi fasilitator suap itu dan pernah meminta/mengambil suap.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Allah melaknat yang menyuap, yang disuap dan perantara yang menghubungkan keduanya.” (HR. Ahmad 2/279)
Dalam Politik, Islam memiliki gagasan yang sempurna. Hal mendasar politik Islam yaitu mengurusi urusan umat dengan syariah Islam. Suatu kepemimpinan dilandasi kesadaran hubungan dengan Allah Swt. Kepemimpinan bukan semata jabatan prestis dan menjanjikan untuk usaha bisnis. Kepemimpinan lebih dimaknai sebagai bentuk pelayanan kepada rakyat.
Kepala daerah dalam politik Islam bermakna wali. Khalifah yang berhak memilih wali untuk menjalankan pemerintahan di daerah. Konsep ini bukan berarti meniadakan aspirasi rakyat. Justru peran dari khalifah penting untuk menjaga kestabilan pemerintahan. Rakyat turut serta dalam mengoreksi ketika ada penyimpangan dari syariah islam. Inilah pendidikan politik sesungguhnya. Kondisi itu berbeda jauh dengan politik demokrasi yang mendidik politik untuk rakyat dengan materi. Dibakar egonya menjadi jiwa pemberontak ketika pasangannya kalah. Rakyat juga tak tahu mekanisme untuk memilih pemimpin yang sempurna.
Keunggulan politik Islam dalam sistem Khilafah untuk memilih kepala daerah tak diragukan lagi. Pemimpinnya amanah karena menjalankan syariah. Rakyatnya sejahtera karena diurusi dengan baik keperluannya. Rakyat pun diajak untuk kritis dan solutif dalam menyampaikan gagasannya. Tak perlu biaya mahal jika hanya urusan pemilihan. Ideologi pun akan terjaga karena tidak disandarkan pada kekuasaan uang. Hal ini menunjukkan betapa Islam jika kita terapkan benar-benar membawa keberkahan dan ketinggian kehormatan bagi semua. Khilafah Islam benar-benar akan menjadi penjaga sekaligus pengatur dan pengurus setiap warga negaranya. Tentu saja, semua ini tidak akan terwujud kecuali ketika Islam tegak dalam institusi yang menaunginya yaitu khilafah Islam. [Mardatilla (Tim Media Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Propinsi Bengkulu)] [www.visimuslim.com] [www.visimuslim.com]
Posting Komentar untuk "Pilkada Serentak, Ajang Politik Uang !"