Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat, Yordania di Bawah Bayang-Bayang Arab Spring?
Unjuk rasa di Yordania menuntut perbaikan ekonomi oleh pemerintah. (NY Times) |
Di tengah menurunnya ekonomi dan pengangguran yang tinggi, kebencian pemuda Yordania terhadap pemerintah mulai terbangun. Demonstrasi pun bergolak di Dhiban, 70 km selatan ibukota Amman pada Rabu 20 Juli lalu yang diikuti tanggapan keras pemerintah dengan menerjunkan polisi dan paramiliter untuk menangani para demonstran.
Akhirnya bentrokan pun tak terelakkan setelah aparat membongkar tenda dan membubarkan paksa puluhan warga yang berunjuk rasa menuntut pekerjaan dan pemulihan ekonomi. Sebanyak 28 warga ditangkap dalam bentrokan tersebut, sedangkan aparat pemerintah mengaku tiga dari anggotanya terluka.
Menurut angka Bank Dunia, pengangguran di Yordania mencapai 28 persen dari penduduk. Kota Dhiban sendiri yang dihuni oleh sekitar 50.000 penduduk merupakan salah satu daerah termiskin di Yordania. Mayoritas penduduknya bergantung pada pekerjaan di instansi pemerintah dan militer.
“Tuntutan utama dari penduduk Dhiban adalah pembangunan ekonomi dan memiliki investasi di daerah dalam rangka menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang untuk mendukung keluarga mereka,” kata Jamal Mohamad, warga Dhiban kepada Al Jazeera.
“Kami tidak memiliki tuntutan politik selain memperbaiki kondisi kami yang mengerikan,” imbuhnya.
Setelah berjalan lebih dari sepekan, kondisi kota Dhiban terlihat mereda meskipun amarah warga masih tersimpan. Hal ini memungkinkan situasi panas kembali terulang di tengah ketidakpuasan warga yang memendam kekecewaan, baik lantaran sikap aparat yang keras saat demonstrasi terjadi maupun tindakan pemerintah tak kunjung memberi solusi kemapanan ekonomi.
“Kami lelah hidup seperti orang mati setelah bekerja keras untuk belajar dan belajar,” kata juru bicara demonstran, Sabri Mashaaleh. Sabri yang berumur 29 tahun adalah sarjana dari Universitas Yordania. Tapi setelah lima tahun lulus, ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Protes serupa di Dhiban juga pernah terjadi pada 2011 lalu, dengan alasan yang sama yakni menuntut perbaikan ekonomi dari pemerintah. Rakyat Yordania menyebut bahwa kemiskinan yang melanda ini karena praktik korupsi yang kerap terjadi dan kurangnya keseriusan pemerintah untuk menangani kondisi ekonomi yang memburuk.
Seorang Blogger mengatakan bahwa apa yang terjadi pada Dhiban saat ini hanya permulaan. “Kita akan melihat lebih banyak ketegangan karena pengangguran dan kemiskinan tetap menajadi masalah yang belum terpecahkan,” kata Mohammad Munir seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (30/07).
Diketahui, angka pengangguran tertinggi di Yordania justru berada di jajaran lulusan universitas. Menurut Departemen Statistik Yordania, 21 persen sarjana pria Yordania menganggur, sedangkan di kalangan sarjana wanita jauh lebih tinggi di angka 71 persen.
Di sisi lain, para pegawai swasta pun tidak mendapatkan gaji yang layak. Para pegawai di kota-kota seperti Madaba dan Sahab rata-rata hanya digaji 190 dinar Yordania atau setara 270 dolar. Untuk membayar ongkos pulang pergi bekerja, nilai tersebut tidaklah mencukupi.
Berkaca pada kondisi seperti ini, para demonstran mengaku tidak akan menyerah melanjutkan perjuangannya dan tetap akan melakukan protes kepada pemerintah hingga tuntutan terpenuhi.
“Mereka lebih memilih membungkam kami dan menghancurkan tenda (protes) kami daripada menemukan solusi untuk situasi ini. Kami akan terus membangun tenda kami, terlepas dari berapa kali mereka menghancurkan itu.” tegas Sabri Mashaaleh mewakili kegeraman para demonstran. [VM]
Sumber : Al-Jazeera/Kiblat
Posting Komentar untuk "Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat, Yordania di Bawah Bayang-Bayang Arab Spring?"