Harapan Itu Masih Ada (Refleksi Hari Anak Nasional 2016)


Oleh : Maya Ummu Azka (Aktivis MHTI Salatiga)

Tahun ini, peringatan Hari Anak Nasional tak gencar terdengar. Menggenapi muram yang menggelayuti wajah anak Indonesia. Bagaimana tidak, selaksa problema mereka hadapi tanpa ada solusi pasti. 

Isu kekerasan masih mendominasi problem anak negeri. Namun tak hanya itu, keprihatinan akan degradasi ahlak mereka juga menyeruak. Diawali dengan banyaknya remaja yang memposting kata-kata kasar berupa umpatan untuk orang tuanya di medsos, lalu tak sedikit pula mencuat kasus kriminalisasi guru oleh muridnya, dan yang terbaru adalah kemunculan sosok remaja kontroversial Karin Novilda via instagram.

Hancurnya tatanan keluarga akibat kekejaman kapitalisme telah mengebiri hak anak dari belaian kasih sayang orang tua. Kerasnya tuntutan ekonomi menyeret anak untuk ikut menyingsing lengan mencari nafkah. Derasnya arus pornografi-pornoaksi turut memangsa kesucian anak. Ketidakjelasan sistem pendidikan menimbulkan kebingungan di kalangan pelajar.

Tahun demi tahun Hari Anak Nasional diperingati. Sosok demi sosok telah memimpin negeri ini. Harapan selalu ditumpukan pada para pemegang kebijakan, namun selalu berakhir dengan janji kosong dan kegetiran. Entah apakah masih ada setitik cahaya terang bagi anak negeri untuk mendapatkan kebahagiaan, perlindungan, keamanan, kasih-sayang utuh dari orang tua serta masa depan cerah.

Harapan itu...

Ketika Allah kita jadikan tumpuan, maka kebahagiaan pasti terjelang. Allah adalah Pencipta sekaligus Pengatur hidup manusia. Ia menganugerahkan seperangkat aturan Berupa syari'at Islam yang akan memuliakan manusia. Jika aturan itu yang kita terapkan secara utuh dengan penuh keyakinan, maka kehidupan manusia akan berjalan dengan baik.

Begitupun dengan nasib anak negeri. Syari'at Islam, melalui wadah Negara Khilafah memberikan penjagaan yang sempurna bagi mereka. Karena Negara Khilafah memiliki dua fungsi :
Pertama, Fungsi ri’âyah (penggembala), hal itu karena politik dalam Islam berkonotasi ri’âyah.

رِعَايَةُ شُؤُوْنِ الأُمَّةِ بِالدَّاخِلِ وَالخَارِجِ وَفْقَ الشَّرِيْعَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ
“Pemeliharaan urusan umat baik di dalam dan luar negeri yang sejalan dengan syari’ah Islam.”

Makna tersebut, ditunjukkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah –radhiyallâhu ’anhu-, Nabi Muhammad –shallallâhu ’alayhi wa sallam- bersabda:

«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ» 
“Adalah bani Israil, urusan mereka diatur oleh para nabi. Setiap seorang nabi wafat, digantikan oleh nabi yang lain, sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, dan akan ada para Khalîfah yang banyak.” (HR. Bukhari & Muslim dan lainnya. Lafal al-Bukhârî)

Kedua, Fungsi junnah (perisai). Dari Abu Hurairah –radhiyallâhu ’anhu-. bahwa Nabi Muhammad –shallallâhu ’alayhi wa sallam- bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِه
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Muttafaqun ’Alayh dll)

Dengan penerapan syari'at Islam yang sempurna dalam seluruh aspek kehidupan -baik itu ekonomi, politik, pendidikan, sosial, keamanan, dsb-, anak negeri akan terjamin kebutuhan hidupnya. Tak hanya itu, mereka juga akan mendapat jaminan keamanan, perlindungan lahir maupun batin, jaminan pendidikan, serta kecukupan kasih sayang dan perhatian orang tua. Hal inilah yang mampu menutup peluang terjadinya aksi kriminalitas terhadap anak, maupun kriminalitas anak (anak-anak berperilaku kriminal). 

Ya, harapan itu masih ada... Dengan diterapkannya aturan Sang Pencipta secara sempurna dalam wadah Negara Khilafah. Wallahu a'lam. [VM]

Posting Komentar untuk "Harapan Itu Masih Ada (Refleksi Hari Anak Nasional 2016)"