UN HABITAT MENUTUPI KEKEJAMAN KAPITALISME (Respon Prempcom 3 UN HABITAT III di Surabaya)
Oleh : Ary Naufal (Departemen Politik HTI Jawa Timur)
Upaya pembangunan dalam model kapitalisme demokrasi akan senantiasa menuai masalah. Meski niatan awal untuk menata kembali. Pada hakikatnya apa yang terjadi saat ini adalah hasil dari pembangunan yang tak seimbang selama bertahun-tahun. Bisa dikatakan asas pembangunan di belahan negeri di dunia merupakan buah dari ketidakmatangan dan ketimpangan perencanaan. Selain itu pembangunan lebih berorientasi pada material dengan mengesampingkan manusia dan kesejahteraan. Tak ayal, konflik sosial, urbanisasi, tata ruang yang jelek, dan masalah lainnya senantiasa ada. Untuk itulah, UN HABITAT melalui Prepcom 3 di Surabaya, 25-27 Juli 2016, menyusun rekomendasi yang akan dibawa ke Quito, Ekuador.
Publik pun menyaksikan gelegar perhelatan Prepcom 3 UN HABITAT III di Surabaya. Renovasi dan upaya mempercantik dikebut dengan gelontoran dana milyaran. Mobil-mobil mewah dipersiapkan untuk menyambut tamu dari luar negeri dan pejabat. Kampung ‘ikonik Surabaya’ dipoles untuk menunjukan kepada dunia bahwa Surabaya sebagai ‘smart city’. Menurut Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimoeljono, dipilihnya Surabaya sebagai tempat pertemuan internasional ini karena perkembangan pembangunan yang terbaik di Indonesia. Jusuf Kalla pun berharap konferensi mengenai permukiman dan perkotaan ini dapat membantu mengatasi berbagai persoalan perkotaan seperti keterbatasan lahan pertanian, minimnya permukiman yang layak, dan hal-hal lain terkait dengan urbanisasi. Urbanisasi menjadi persoalan yang dialami hampir di seluruh kota dunia. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, perimbangan pembangunan antara desa dan kota merupakan salah satu cara memperlambat urbanisasi, meski laju urbanisasi tidak dapat dicegah.
Sekilas UN HABITAT
Pada saat itu, urbanisasi dan dampaknya kurang menonjol dalam agenda PBB, terutama karena dua-pertiga dari umat manusia masih pedesaan. Konferensi PBB internasional pertama untuk sepenuhnya menyadari tantangan urbanisasi diadakan pada tahun 1976 di Vancouver, Kanada. Konferensi ini - Habitat I - mengakibatkan penciptaan, pada tanggal 19 Desember 1977, dari prekursor UN-Habitat: Komisi PBB tentang Pemukiman Manusia - sebuah badan antar pemerintah - dan Pusat PBB untuk Pemukiman (sering disebut sebagai "habitat"), yang menjabat sebagai sekretariat eksekutif Komisi.
Habitat kemudian juga diberi mandat untuk mengelola dana UNHHSF. Dari tahun 1978 sampai tahun 1996, dengan dukungan keuangan dan politik sedikit, Habitat berjuang untuk mencegah dan untuk memperbaiki masalah yang berasal dari pertumbuhan kota besar, khususnya di negara-negara berkembang. Pada tahun 1996, PBB mengadakan konferensi kedua pada kota - Habitat II - di Istanbul, Turki untuk menilai dua dekade kemajuan sejak Habitat saya di Vancouver dan untuk menetapkan tujuan baru untuk milenium baru. Diadopsi oleh 171 negara, dokumen politik - dijuluki Habitat Agenda - yang keluar dari ini "KTT kota" yang terdapat lebih dari 100 komitmen dan 600 rekomendasi.
Pada tanggal 1 Januari 2002, melalui Resolusi Majelis Umum A / 56/206, mandat Habitat diperkuat dan statusnya diangkat ke program yang lengkap dalam sistem PBB, melahirkan UN-Habitat, Human Settlements Programme PBB. rekomendasi kunci dan fine tuning dari agenda yang sekarang berlangsung, bersama dengan strategi-strategi baru untuk mencapai pengembangan dan penampungan tujuan dan sasaran perkotaan selama 15 tahun ke depan. Hari ini, mitranya berkisar dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk berbagai organisasi internasional non-pemerintah (LSM) dan kelompok masyarakat sipil (CSGs).
Ketimpangan Akibat Kapitalisme
Kata kunci dalam memahami ketimpangan yang coba diuraikan oleh UN HABITAT dan jejaringnya adalah URBANISASI, PEMUKIMAN, LAHAN, DAN KESEJAHTERAAN MANUSIA. UN HABITAT dan jejaringnya lupa untuk mencari akar masalah dari ketimpangan semuanya. Akibatnya upaya yang dilakukan semacam tambal sulam dan untuk menutup luka yang diakibatkan kapitalisme. Kapitalisme yang awalnya diadopsi—AS, Eropa, dan sekutunya—saat ini telah tersebar di seantero penjuru dunia. Keberhasilan mereka menawarkan Kapitalisme di negeri-negeri lainnya melalui beragam cara baik penjajahan sistemik, maupun hegemoni politik dan ekonomi. Pasca kapitalisasi sukses, disambung dengan demokratisasi dan liberalisasi di segala bidang. Tujuannya tiada lain untuk mengokohkan hegemoni barat. Negara berkembang dan dunia ketiga merupakan sasaran dari program-program PBB. PBB sendiri dibentuk berdasarkan kesepakatan negara-negara penjajah dan berupaya untuk memecah belah negeri-negeri kaum muslim.
Ada upaya untuk menutupi kekejaman kapitalisme itu dengan beragam cara dan acara. Meski luka yang diderita oleh suatu negara itu tetap menganga. Berapa banyak konfrensi digelar? Berapa banyak dana yang digelontorkan untuk suatu program? Berapa banyak dokumen penelitian dan rekomendasi sudah ditelurkan? Sementara itu, kapitalisme yang telah menimbulkan ketimpangan dan kesengsaraan hidup tidak pernah ditolak dan dibuang dalam sampah peradaban.
Urbanisasi bisa jadi masalah akibat sistem kapitalisme. Perpindahan penduduk dari desa ke kota hal ini diakibatkan akses ekonomi di kota lebih mudah. Di Indonesia menjadi petani bukanlah pekerjaan utama di tengah ketidakpastian pengelolaan pertanian oleh negara. Kemudahan mencari ‘uang dan penghidupan’ di kota menjadi daya tarik tersendiri. Akibat ketidakmerataan pembangunan inilah akhirnya menimbulkan masalah baru. Di sisi lain Tenaga Kerja Asing yang membanjiri kota-kota Indonesia juga menjadi problem baru.
Tri Rismaharini, Walikota Surabaya akan perintahkan seluruh lurah mendata pekerjaan seluruh warganya. Pendataan ini diperlukan untuk lebih memberdayakan warga dalam membangun dan memajukan kehidupan kota.
Risma mengatakan, bagi warga yang tak sanggup menunjukkan pekerjaanya, nantinya akan ada mekanisme persidangan antar warga sehingga warga ini bisa menjaga kedisiplinan di kampungnya.(www.kelanakota.suarasurabaya.net/news/2016/174618-Tak-Punya-Pekerjaan-dan-KTP,-Warga-Surabaya-akan-Disidangkan-di-Kelurahan).
Pemukiman dan lahan berkaitan dengan tempat tinggal. Masalah di perkotaan lebih komplek dibandingkan di pedesaan. Saat ini lahan di pedesaan dan di pinggiran kota lebih banyak alih-fungsi menjadi perumahan dan perindustrian. Pemilik modal berupaya menguasai lahan dan merangsek mendekati pemukiman warga. Hal yang mencengangkan bahwa lahan di Indonesia hampir 70-80% telah dikuasai asing. Atas nama pembangunan dan investasi rakyat dijadikan tumbal kebijakan. Di Surabaya persoalan tanah sering memakan korban di kalangan rakyat. Upaya penolakan dan demo warga kerap dilakukan untuk memprotes kebijakan pemkot Surabaya dan menolak pengembang perumahan yang menyerobot lahan.
Menurut Sampel Global Cities - sampel yang mewakili 70% dari populasi dunia - harga rumah rata-rata adalah 4,9 kali pendapatan rumah tangga tahunan di sebagian besar wilayah metropolitan, jauh di atas rasio yang direkomendasikan dari 3,0 kali. Analisis ini merupakan bagian dari preview dari Atlas of Ekspansi Urban, kemitraan UN-Habitat, New York University Perkotaan Expansioninitiative, dan Lincoln Institute of Policy Land. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers di Komite Persiapan ketiga untuk Habitat III, oleh Joan Clos, Sekretaris Jenderal konferensi dan Direktur Eksekutif UN-Habitat. Penelitian ini akan memberikan informasi lengkap tentang kota yang berkembang pesat di dunia melalui citra satelit, ditambah analisis kuantitas dan kualitas pertumbuhan perkotaan, keterjangkauan perumahan, dan dampak dari peraturan. Tujuannya adalah untuk membangun pemahaman ilmiah tentang bagaimana kota-kota dunia tumbuh, dan untuk mengukur kinerja dan mengidentifikasi tren dalam pelaksanaan New Urban Agenda mengikuti Habitat III kota-kota global KTT di Quito, Ekuador Oktober ini. (http://unhabitat.org/only-13-of-worlds-cities-have-affordable-housing-according-to-new-research/no).
Berkaitan dengan kesejahteraan manusia meliputi ketersedian sandang, pangan, dan papan yang layak. Pembangunan di Indonesia terkait kesejahteraan di Indonesia jauh panggang dari api. Di tengah klaim penguasa menurunkan tingkat kemiskinan, faktanya di lapangan masih ada cerita duka. Bahkan kadang cerita itu dikomersilkan dalam reality show siaran televisi. Selama negeri ini tidak menyadari betul bahaya kapitalisme dan liberalisme. Selama itu pula masalah demi masalah akan senantiasa ada.
Sesungguhnya program UN HABITAT dan lembaga di bawah PBB bertujuan untuk menutupi kekajaman kapitalisme. Serta upaya sistemis untuk memberikan beragam program bagi negeri ini untuk lebih mementingkan pembangunan fisik. Mereka lupa bahwa manusia memiliki akal dan naluriah. Hajat hidup manusia dikesampingkan begitu saja. Begitu pula naluri berupa: eksistensi diri, cinta kasih, dan agama pun dijauhkan. Akhirnya muncullah manusia-manusia robot yang bekerja berdasarkan kepentingan kapitalisme.
Suatu Refleksi
ISLAM sesungguhnya telah memiliki mekanisme untuk mengatasi ketimpangan hidup. Karena Islam diturunkan untuk memberikan solusi beragam persoalan. Pemimpin atau penguasa dalam Islam seperti penggembala dan pelayan bagi rakyatnya. Di antara kewajiban pelayanan yang paling penting ialah menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya serta memberikan kesempatan bagi yang belum bekerja. Hal yang paling asasi dari seorang penguasa adalah menyediakan sadang, pangan, dan papan yang layak bagi rakyatnya. Serta upaya kemudahan untuk mengakses sumber ekonomi dalam kehidupan.
Rasulullah SAW telah memberikan tuntutnan penyelesaian masalah pengangguran. Seperti hadits riwayat Ibnu Majah, Beliau SAW pernah menyelesaikan masalah seorang sahabat Anshar yang tidak memiliki pekerjaan. Khalifah Umar bin Khattab ra juga pernah memberikan keteladanan pemimpin terkait penyediaan fasilitas lapangan kerja. Sebagaimana penuturan Al-Badri, suatu waktu Umar memberi sarana pekerjaan kepada dua orang yang ditemuinya di sebuah masjid. Kedua contoh itu merupakan bukti bahwa penerapan syariah Islam telah memberikan kemaslahatan dalam kehidupan.
Di tengah kehidupan yang semakin mengglobal dan rumitnya persoalan. Penguasa dalam Islam, yakni Khalifah, akan meminta bantuan para pakar untuk menata ruang kota, mengadopsi ekonomi Islam dalam mengatur kehidupan, serta menolak semua bentuk kerja sama oleh lembaga internasional yang berniat jahat untuk membungkam suara kritis dan penentangan umat pada penjajahan atas nama Kapitalisme dan isme-isme selain Islam. Khalifah akan mengadopsi secara kaaffah Syariah Islam dalam bingkai Khilafah. Tujuannya satu untuk meraih ridho Allah SWT dan meuwujudkan baldatun thoyyibun wa rabbun ghofur. [VM]
Posting Komentar untuk "UN HABITAT MENUTUPI KEKEJAMAN KAPITALISME (Respon Prempcom 3 UN HABITAT III di Surabaya)"