Gaji DPRD Jatim Naik, Apa Nggak Salah?


Oleh : Hanif Kristianto 
(Analis Politik dan Media)

Mencermati anggota dewan baik di level daerah maupun pusat tiada habisnya. Anggota dewan sekarang laksana artis yang senantiasa dalam sorot kamera. Baik buruknya pun akan terendus media massa. Rakyat yang melihatnya pun tidak begitu kaget. Mengingat hal-hal semacam itu sudah lazim terjadi.

Jika kalangan buruh menuntut kenaikan Upah Kelayakan di tiap daerah perlu demo besar-besaran. Hal itu tidak berlaku bagi kalangan anggota dewan. Sebagaimana wacana kenaikan gaji anggota DPRD Jawa Timur. Mereka tak perlu demo ke Gubernur. Cukup menunggu keputusan dan rembukan santai bareng Gubernur. Mereka tak perlu berteriak-teriak di terik panas. Cukup menyendir pemerintah dan memberi kode pun sudah tahu maksudnya.

Heran 

Jika dihitung mulai tahun 2014, kinerja dewan baru dua tahun. Di awal keterpilihannya, publik pun diherankan dengan pemberian fasilitas yang ‘wah’ dan serba ‘mewah’. Gaduh biasanya dimulai dengan pengadaan mobil dinas baru. Meski ada mobil dinas pada periode lalu.

Publik pun akan mendengarkan beragam alasan demi alasan suatu kebutuhan. Padahal kinerja DPRD tak muluk-muluk. Seputar penganggaran, legislasi, dan pengawasan jalannya pemerintahan. Itu pun, anggota DPRD sudah ditunjang dengan sekretaris pribadi dan staf ahli. Adapun legislasi, akan dibantu Badan Legislasi Daerah (Balegda) yang terdiri dari akademisi dari beragam latar belakang keilmuan.

Suatu pertanyaan besar di setiap kenaikan gaji adalah APAKAH GAJI YANG TINGGI BERDAMPAK PADA KINERJA ANGGOTA DEWAN? Inilah yang perlu dijawab tegas dan dibuktikan. Rakyat sesungguhnya tak begitu tahu kinerja dewan. Bagi rakyat, sudah mencoblos berarti tugasnya selesai. Semuanya diserahkan kepada anggota dewan terpilih. Baru pada masa reses, rakyat kembali disapa kabarnya.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo menilai rencana pemerintah menaikkan gaji dan tunjangan anggota DPRD tidak akan berjalan mulus di Jatim. Dari sisi anggaran, Pemprov Jatim sebenarnya mampu menaikkan gaji anggota dewan, namun kondisi psikologi sosial masyarakat saat ini dirasa belum siap menerimanya.Soekarwo khawatir, bila gaji dewan dinaikkan, akan muncul banyak protes dari masyarakat. “Psikologi sosial ini jadi alasan,” papar pria yang kerap disapa Pakde Karwo itu. Hingga kini kenaikan gaji dewan Jatim belum pernah dibahas. Namun, tidak tertutup kemungkinan pembahasan dilakukan tahun depan.( http://www.terasjatim.com/gaji-dan-tunjangan-anggota-dprd-naik-ini-tanggapan-gubernur-jatim/)

Rakyat pun penasaran dengan gaji anggota dewan. Mengingat keinginan rakyat adalah kinerjanya amanah, bertanggung jawab, jujur, dan yang terpenting tidak korupsi. Berikut keterangan gajinya.

Gaji Anggota Dewan Jatim

• Uang Representasi : Rp 2.250.000
• Uang Paket : Rp 225.000
• Tunjangan Jabatan : Rp 3.262.000
• Tunjangan Keanggotaan AKD : Rp 130.500
• Tunjangan Komisi : Rp 130.500
• Tunjangan Keluarga : Rp 315.000
• Tunjangan Beras : Rp 289.680
• Tunjangan Khusus /Tunjangan PPh 21 : Rp 113.650
• Tunjangan Perumahan : Rp 25.000.000
• Tunjangan Komunikasi Intensif : Rp 6.750.000

Total : Rp 38.466.850

Keterangan :

Untuk wakil ketua DPRD, uang representasi ditambah 20 persen
Untuk ketua DPRD, uang representasi ditambah 25 persen
Untuk pimpinan DPRD, tunjangan perumahan ditambah Rp 2 juta
Rata-rata kehadiran setiap minggu : 2 hari
Rata-rata prolegda tiap tahun : 13 Perda (termasuk perda rutin)

(Sumber : UU 17 Tahun 2014, PP 24 Tahun 2004, Pergub 30 Tahun 2015, Sekretariat DPRD Jatim) 

Harapan

Keterbukaan informasi akhirnya membukakan mata rakyat bahwa sebenarnya kinerja anggota dewan itu untuk siapa? Benarkah untuk kepentingan rakyat? Atau tunduk pada perintah partai? Jujur, rakyat selama ini masih sangsi dalam sistem politik demokrasi. Buktinya, anggota dewan sering ‘masuk angin’ khususnya berkaitan dengan jatah proyek yang berkaitan untuk kepentingan rakyat.

Kongkalikong kerap terjadi antara penguasa dan pengusaha. Sudah banyak bukti terkait penyuapan dan hadiah di luar gaji kinerja. Ujungnya institusi DPRD diduga menjadi sarang penyamun. Meski hal itu tidak bisa digebayah uyah. Belum lagi dalam pembuatan peraturan daerah (Perda) yang kerap kali tidak menyasar kepentingan rakyat. Seringkali Perda dibuat untuk mengakomodir kepentingan ekonomi atas  nama ‘invesatasi’. Hal ini dikarenakan, pengusaha ingin lancar dalam bisnisnya maka agar ‘legal’, mereka mencari payung hukum di DPRD.

Rasanya sulit untuk mendapatkan ‘pembelaan’ atas wong cilik di anggota dewan. Hal yang diinginkan rakyat kepada anggota dewan adalah:
  1. Mereka mampu menjadikan aturan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai rujukan dalam membuat Peraturan Daerah. Tujuannya agar aturan yang dibuat tidak masuk angin.
  2. Serius dalam setiap persidangan yang itu membahas kepentingan rakyat. Bukan lantas tidur, bermain gadget, dan tidak hadir. Hal itu sudah jamak diberitakan di media massa yang akhirnya membuat rakyat kecewa.
  3. Anggota dewan menjauhi tindakan-tindakan culas, arogan, gegagabah dan menjauhi praktik korupsi, suap, dan lainnya. Begitu pula menjauhi tindakan asusila yang hina di mata masyarakat.
  4. Rakyat menginginkan anggota dewan adalah politisi sejati sekaligus negarawan. Sehingga bisa menjadi mata hati dan pendengaran bagi rakyatnya. Perjuangannya muncul dari hati nurani yang bersih, tanpa menggadaikan idealisme.
  5. Mereka mampu dan mau merasakan penderitaan rakyat yang hidup di bawahnya. Kinerjanya jujur dan bersih. Gaji yang didapatkan bukan hasil korupsi. Serta tidak memperkaya diri ketika duduk sebagai anggota dewan. Paling tidak rakyat ingin anggota dewan itu siddiq, tabligh, fatonah, dan amanah.

Berdasarkan keinginan di atas, mampukah itu terwujud dalam sistem demokrasi yang liberal ini? Jika tidak mampu mewujudkannya mendingan tidak usah menjadi anggota dewan. Biar rakyat berembuk untuk menentukan perubahan ke arah sistem yang manusiawi dan diridhoi ilahi. Gitu aja kok repot! [VM]

Posting Komentar untuk "Gaji DPRD Jatim Naik, Apa Nggak Salah?"